Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI manusia sedang membungkuk, dua robot memindahkan komponen kursi mobil Ertiga di PT Suzuki Indomobil Motor di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, dari mesin konveyor ke sebuah wadah besar. Berbentuk unik, seperti tangan yang bisa berputar 360 derajat, robot ini bergerak lincah memindahkan komponen dengan rutin, teratur, dan persis.
Para pekerja Suzuki lalu merapikan komponen-komponen itu untuk diangkut ke tempat lain dan dirangkai robot lain. “Itu namanya robot handling,” kata General Manager Body Assembly PT Suzuki Indomobil Yudonendito pada akhir Oktober lalu. “Tugasnya memang hanya memindahkan barang.”
Dua robot handling tersebut bagian dari 217 robot yang berada di PT Suzuki untuk memproduksi mobil All New Ertiga di pabrik mereka di Cikarang. Robot-robot tersebut bekerja 24 jam di pabrik seluas 130 hektare. Menurut Yudo, pabrik Cikarang dibangun untuk menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 yang tengah melanda bisnis pelbagai industri.
Kapasitas produksi pabrik Cikarang sekitar 88 ribu mobil dengan nilai investasi pendiriannya tiga tahun lalu sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun. Dana sebesar itu sudah termasuk biaya mendatangkan 217 robot dari Jepang. “Robot memang dari Jepang, tapi perangkat lunaknya buatan Indonesia,” ujar Yudo.
Bagian pengelasan (welding) paling banyak memakai robot lantaran membutuhkan akurasi tinggi. Di bagian ini, Yudo menjelaskan, 90 persen pekerjaan sudah memakai mesin dan peranti lunak. “Kalau dikerjakan manusia, ada faktor lelah sehingga berpengaruh terhadap kualitas pengelasan,” ucapnya.
Bagian lain yang memakai teknologi robot adalah pengecatan, meski baru 30 persen dari total pekerjaan. Adapun di sejumlah bagian lain, seperti perakitan (assembly), Yudo menambahkan, hampir semua pekerjaan memakai manusia.
Suzuki mengkoneksikan semua kerja robot memakai big data yang dimasukkan ke peranti lunak sistem kerja perakitan mobil. Robot-robot itu akan sepenuhnya bekerja berdasarkan instruksi yang masuk ke peranti tersebut. Menurut Yudo, big data amat menolong pekerjaan karyawan Suzuki karena bisa mempercepat perakitan. Sebab, ada 27 varian mobil yang akan diekspor dan tujuh varian impor yang dicetak di pabrik Suzuki Cikarang.
Big data, peranti lunak, komputerisasi, dan robot adalah teknologi yang menjadi bagian dari industri 4.0 atau Revolusi Industri Keempat yang tengah melanda industri di dunia. Dampak pertama pemakaian mesin ini adalah pengurangan tenaga manusia. Sebelum dipindahkan ke Cikarang, produksi mobil Ertiga dikerjakan di pabrik Suzuki di Tambun, Bekasi, yang sebagian besar memakai tenaga manusia.
Menurut Yudo, hanya separuh jumlah tenaga kerja yang memproduksi Ertiga di pabrik Tambun yang diboyong ke Cikarang. Pemakaian robot membuat produksi Ertiga di pabrik Suzuki di Cikarang naik 50 persen. Tahun ini, kata Yudo, Suzuki menargetkan produksi 58 ribu unit Ertiga dari kapasitas 88 ribu untuk pasar domestik dan luar negeri.
Pesaing Suzuki, Daihatsu, malah tiga tahun lebih dulu memakai robot dalam memproduksi mobil. Sejak 2012, pabrik Daihatsu di Karawang, Jawa Barat, sudah menerapkan robotic automation system. Vice President PT Astra Daihatsu Motor Pongky Prabowo mengatakan sekitar 40 persen produksi di Karawang sudah menggunakan robot.
Sejak memakai robot, produksi kendaraan Daihatsu naik 10 persen dari sebelumnya 500 unit per hari. “Target produksi kami naik sekitar 2 persen tahun depan, tergantung kondisi ekonomi,” ucap Pongky.
Seperti Suzuki, pemakaian robot menurunkan biaya operasional Daihatsu 5-10 persen. Tapi, kata Pongky, pemakaian robot tak mendorong perusahaan mengurangi jumlah karyawan. Sebab, dia menjelaskan, Daihatsu sudah menghitung bagian yang membutuhkan manusia dan yang hanya dikerjakan robot. “Robot dipakai untuk pekerjaan yang membutuhkan akurasi tinggi, seperti pengelasan,” ujarnya.
Untuk menaikkan produksi, selain menambah jumlah robot, Daihatsu berencana mempercanggih peralatan dan layanan perbaikan. Di antaranya dengan menerapkan intelligent sensor, data analyst, dan smart maintenance system. “Kami berupaya terus untuk meningkatkan kualitas produk,” tutur Pongky.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, industri otomotif adalah sektor yang paling siap menyambut Revolusi Industri 4.0. Dalam bisnis kendaraan ini, geliat industri 4.0 terlihat dari jumlah ekspor yang naik tiap tahun. Mengacu pada data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), total ekspor mobil sepanjang Januari-September 2018 mencapai 187.752 unit dari target 250 ribu kendaraan tahun ini. Jumlah tersebut naik 10,4 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu.
Dari angka itu, Daihatsu merajai pangsa pasar mobil ekspor dengan 84.387 unit, naik 42,1 persen ketimbang tahun lalu yang hanya 59.012 unit. Posisi kedua ditempati Toyota dengan total ekspor 69.131 unit. Suzuki berada di peringkat ketiga dengan 18.202 unit. Jumlah ekspor Suzuki bertambah setelah pada akhir Oktober lalu mereka mengirim mobil All New Ertiga sebanyak 12 ribu unit ke 22 negara.
Salah satu investasi paling penting dalam Revolusi Industri 4.0 adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Semua pabrik memoles keahlian tenaga kerja mereka dengan program magang dan pelatihan.
Kendati pemakaian robot menjadi tren, Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi memprediksi ekspor kendaraan tahun depan sama dengan tahun ini, yakni 250 ribu unit. Begitu juga estimasi produksi serta penjualan kendaraan di dalam negeri, yakni masing-masing sekitar 1,3 juta dan 1,1 juta. “Tahun depan adalah tahun politik, yang sedikit-banyak berpengaruh terhadap penjualan,” kata Yohannes.
Lain Gaikindo lain Kementerian Perindustrian. Dalam peta jalan industri otomotif 2020-2035, target produksi kendaraan pada 2020 naik menjadi 1,5 juta unit. Estimasinya sebanyak 1,25 juta dipasarkan di dalam negeri, sementara sisanya dikirim ke mancanegara.
Dalam hitungan Kementerian Perindustrian, jumlah produksi tersebut naik menjadi 4 juta unit kendaraan pada 2035 atau dua kali lipat kapasitas produksi saat ini, yang hanya sekitar 2,2 juta per tahun. Untuk ekspor, Kementerian Perindustrian menargetkan 1,5 juta unit pada 2035. Adapun estimasi penjualan di dalam negeri mencapai 2,5 juta unit per tahun. “Ekspor dari industri otomotif merupakan prioritas Revolusi Industri 4.0, dan itu berjalan,” ucap Airlangga. “Kunci dari ekspor adalah investasi.”
Salah satu investasi paling penting dalam Revolusi Industri 4.0 adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Semua pabrik memoles keahlian tenaga kerja mereka dengan program magang dan pelatihan. Toyota, misalnya, mengirim beberapa pegawai mereka belajar ke Jepang. Juga sebaliknya, mendatangkan pengajar dari sana. “Kami ada program pertukaran skill dengan Toyota Jepang,” kata Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Warih Andang Tjahjono, akhir Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo