Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Mengejar Revolusi Jilid Keempat

Bermimpi menjadi satu dari sepuluh kekuatan ekonomi dunia pada 2030, pemerintah menetapkan lima sektor utama yang akan memasuki babak baru.

8 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Era industri generasi keempat diharapkan menjadi momentum untuk merevitalisasi industri nasional agar mampu bersaing dalam percaturan ekonomi global. Kemajuan teknologi digadang-gadang mampu memompa produktivitas dan mengungkit nilai ekspor terhadap produk domestik bruto pada tahun depan. Namun sejumlah persoalan mendasar masih menghadang, dari tumpang-tindih regulasi hingga jurang antara tenaga kerja terampil dan kebutuhan industri yang masih lebar.

 

BAYANGKAN: gudang penimbun produk tak lagi dijamah manusia sama sekali. Mesin-mesin bekerja otomatis membawa barang hasil manufaktur menuju tempat penyimpanan. Lantas beberapa robot bergerak–dengan sensor—mengambil dan menaruhnya di slot area stok tertentu. “Ada beberapa robot berseliweran, tidak tabrakan. Tanpa orang. Saya melihatnya di Singapura,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi Lukman, pertengahan Oktober lalu.

Di dalam negeri, PT Unilever Indonesia Tbk rupanya sudah memulai pilot project kendaraan robotik bernama automated guided vehicle itu. Dalam sistem tersebut, tak ada lagi pemindahan barang di gudang menggunakan alat yang disetir atau digerakkan manusia. Semua serba otomatis. Robot-robot tak hanya bergerak statis maju-mundur, tapi ada perintah mengarah atau membawa barang ke posisi tertentu. “Ini contoh physical automation,” ujar Direktur Supply Chain PT Unilever Indonesia Tbk Amparo Cheung Aswin kepada Tempo, Rabu dua pekan lalu.

Era industri generasi keempat telah masuk ke Indonesia. Babak baru ini mensinergikan aspek fisik, digital, dan biologi, seperti pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence), robotika, dan kemampuan komputer belajar dari data (machine learning), pada manufaktur. Di dalamnya tercakup pemanfaatan data skala besar (big data), teknik penyimpanan data di awan (cloud computing), serta konektivitas Internet (Internet of things).

Tak mau ketinggalan, pemerintah Indonesia meluncurkan peta jalan dan strategi menuju era Revolusi Industri jilid keempat pada 4 April lalu, di sela Indonesia Industrial Summit 2018. Presiden Joko Widodo menamainya “Making Indonesia 4.0”. Isinya berupa arah pergerakan industri nasional pada masa depan. Kementerian Perindustrian ditunjuk menjadi koordinator program tersebut.

Menurut Jokowi, panduan diperlukan untuk mengantisipasi potensi dampak yang besar. Ia mengutip laporan lembaga riset McKinsey pada 2015 yang menyebutkan dampak Revolusi Industri 4.0 akan 3.000 kali lebih dahsyat ketimbang efek Revolusi Industri 1.0 pada abad ke-19. Perubahan diperkirakan 10 kali lebih cepat dan dampaknya 300 kali lebih luas.

Meski beberapa negara tetangga telah menerapkan konsep industri 4.0, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menolak bila Indonesia dikatakan terlambat. Ia menyebutkan kebijakan ini tidak ujuk-ujuk lahir, tapi telah melalui proses studi yang dilakukan lebih dari satu setengah tahun lalu menggunakan hasil riset Nomura Institute. “Di World Economic Forum sendiri baru dua tahun (lalu) dikenalkan. Jadi Indonesia tidak ketinggalan,” ucap Airlangga. Dia mengungkapkan, Singapura pun baru meluncurkan program serupa dalam pameran teknologi industri 4.0 belum lama ini. “Mereka telah menyiapkan selama beberapa tahun,” ujarnya.

Pendiri dan Ketua Eksekutif World Economic Forum, Klaus Schwab, kembali menyinggung ihwal Revolusi Industri 4.0 saat berpidato dalam forum ASEAN 4.0 for All? di Hanoi, Vietnam, pertengahan September lalu. Ia menyatakan mendukung sistem perdagangan multilateral yang bisa memastikan semua orang memiliki akses terhadap sistem terbuka. Pada masa depan, menurut dia, pemenang kompetisi perdagangan adalah mereka yang menguasai Revolusi Industri Keempat.

Humanoid robot di salah satu pabrik Gloru Ltd, Jepang. -REUTERS/Issei Kato

Indonesia telah menetapkan lima sektor utama yang akan memasuki gerbang industri 4.0, yakni makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronik. Kelimanya dipilih setelah melalui evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup ukuran produk domestik bruto, nilai perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar. Pemerintah akan mengevaluasi strategi fokus setiap sektor setiap tiga-empat tahun untuk meninjau kemajuan dan mengatasi tantangan pelaksanaannya.

Airlangga mengatakan pemerintah tidak hanya mendorong konsep industri 4.0 pada tahun depan, tapi juga membuat showcase dalam bentuk pusat inovasi seperti di Singapura. “Di Indonesia sudah ada. Panasonic sudah punya pusat inovasi,” tuturnya.

Istilah “industri 4.0” berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik. Isu itu diangkat kembali dalam pameran industri Hannover Messe pada 2011. Pada tahun berikutnya, Working Group on Industry 4.0 memaparkan rekomendasi pelaksanaan industri 4.0 kepada pemerintah federal Jerman. Anggota kelompok kerja itu diakui sebagai bapak pendiri sekaligus perintis industri 4.0. Salah satunya Profesor Klaus Schwab, ekonom Jerman yang juga pendiri World Economic Forum. Laporan akhir Working Group on Industry 4.0 dipaparkan dalam Hannover Fair pada 8 April 2013.

Revolusi Industri 4.0, kata Schwab, secara fundamental berbeda dengan Revolusi Industri jilid sebelumnya. Revolusi kali ini membuat batas antara dunia digital, fisik, dan biologis makin tipis, bahkan menghilangkannya. Kecerdasan buatan, teknologi robot, big data, dan Internet of things membuat semua elemen dalam kehidupan manusia terhubung dengan mudah.

 

LAPORAN proyeksi ekonomi 2019 disiapkan tatkala kecanggihan teknologi yang dibungkus dengan kemasan Revolusi Industri 4.0 merangsek masuk ke Indonesia. Sejumlah pelaku usaha baik di Indonesia maupun di mancanegara telah menerapkan sejumlah elemen dalam Revolusi Industri 4.0. Kemajuan generasi Revolusi Industri jilid keempat ini menyedot perhatian banyak orang dan diprediksi akan makin diperbincangkan pada tahun depan. Indonesia harus memanfaatkan kehadiran teknologi itu sebagai momentum untuk merevitalisasi industri nasional agar mampu bersaing dalam percaturan ekonomi global.

Di Indonesia, jauh sebelum pemerintah meluncurkan peta jalan “Making Indonesia 4.0”, beberapa perusahaan telah memulainya. Airlangga Hartarto mencontohkan, produsen cokelat asal Swiss, PT Barry Callebaut, menerapkan teknologi 4.0 untuk menghasilkan bahan baku cokelat yang sebagian besar dipasok ke PT Garuda Food. Teknologi otomatisasi membuat kualitas produk yang dihasilkan lebih konsisten.

PT Pan Brothers Tbk, yang memproduksi produk tekstil dengan merek top dunia seperti Uniqlo, Adidas, The North Face, serta H&M, juga mengadopsi teknologi 4.0. Pada tahap perencanaan, misalnya, teknologi kecerdasan buatan bisa meminimalkan biaya yang dikeluarkan klien saat menyerahkan desain produk. Selama ini, klien yang berasal dari Amerika Serikat atau Eropa harus bertemu dengan tim perusahaan untuk memberikan rancangan desain.

Dengan teknologi kecerdasan buatan, desain dapat dijahit secara virtual menggunakan program virtual stitcher tanpa kehadiran klien. Bila desain disepakati, Pan Brothers akan segera membuat cetakan dan pola. Material yang diperlukan pun bisa dihitung secara rinci.

Airlangga juga menyebutkan beberapa perusahaan lain telah mengimplementasikan teknologi 4.0. Di antaranya perusahaan industri kertas dan pabrik mainan PT Mattel Indonesia di Karawang, Jawa Barat, yang memproduksi 50 juta mobil-mobilan dalam satu tahun dengan merek Hot Wheels.

Pemerintah berkomitmen mempercepat implementasi Revolusi Industri 4.0. Program “Making Indonesia 4.0” diyakini berpotensi besar melipatgandakan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan daya saing global, dan mengangkat pangsa pasar ekspor. Peningkatan ekspor akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan. Ditambah konsumsi domestik yang kuat, Indonesia menargetkan bisa masuk 10 besar kekuatan ekonomi dunia berdasarkan produk domestik bruto (PDB) pada 2030.

Pada 2000, dengan PDB sebesar Rp 1.400 triliun, Indonesia berada di peringkat ke-27 dunia. Enam belas tahun kemudian, yakni per 2016, angka PDB yang mencapai Rp 12.400 triliun menempatkan Indonesia di posisi ke-16.

Tahun ini, Presiden Jokowi pernah menyebutkan bahwa PDB Indonesia mencapai US$ 1 triliun atau sekitar Rp 14.800 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan memproyeksikan PDB tahun depan melonjak menjadi Rp 16 ribu triliun. 

Untuk mempergegas laju perekonomian, pemerintah akan menggali potensi ekspor hingga mencapai 10 persen dari PDB. Caranya: memperbaiki produktivitas dan mendorong inovasi dalam industri. Situasi kondusif akan mendorong pelaku industri menginvestasikan kembali keuntungannya dalam bentuk aset produktif sehingga tercipta siklus ekonomi yang bermanfaat.

Dengan ekspor neto sebesar 10 persen dari PDB pada 2000, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan ekspor tertinggi di ASEAN. Namun porsi itu terus menurun hingga tinggal 1 persen pada 2016. Pemerintah bermimpi meraih kembali kejayaannya pada 2030. Untuk itu, anggaran penelitian, pengembangan, desain, dan inovasi akan dikerek menjadi 2 persen dari PDB.

 


 

Pemerintah mengidentifikasi lebih dari 80 persen tenaga kerja berada di industri mikro, kecil, dan menengah, termasuk petani serta produsen skala kecil. Karena itu, Kementerian Perindustrian akan membantu di sepanjang rantai nilai agar mereka bisa mengadopsi teknologi yang dapat meningkatkan produksi dan pangsa pasar.

 


 

Indonesia juga punya modal bonus demografi. Rasio penduduk berusia produktif meningkat dan diperkirakan mencapai puncak pada 2030. Bonus demografi biasanya sangat berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Menteri Airlangga meminta masyarakat tak khawatir akan potensi hilangnya lapangan kerja akibat digitalisasi. Mengutip laporan studi McKinsey, Airlangga menunjukkan bakal ada tambahan kebutuhan sebanyak 17 juta pekerja di pasar tenaga kerja. “Yang lama tentu akan ada yang berlanjut dan ada yang stop,” ucapnya. “Tapi kebutuhan baru itu positif 17 juta.”

Untuk mencapai 10 besar kekuatan ekonomi dunia pada 2030, menurut Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri, Indonesia harus memiliki 113 juta tenaga kerja terampil. “Posisi kita per 2016 ada 57 juta tenaga terampil, kurang 56 juta.” Artinya, pemerintah harus menyiapkan 3,5 juta tenaga terampil setiap tahun. Makanya harus ada program yang masif, antara lain investasi di sektor sumber daya manusia di berbagai jalur pendidikan vokasi dan formal.

Pemerintah mengidentifikasi lebih dari 80 persen tenaga kerja berada di industri mikro, kecil, dan menengah, termasuk petani serta produsen skala kecil. Karena itu, Kementerian Perindustrian akan membantu di sepanjang rantai nilai agar mereka bisa mengadopsi teknologi yang dapat meningkatkan produksi dan pangsa pasar.

Sejak awal, Klaus Schwab telah mengingatkan bahwa Revolusi Industri 4.0 bisa berdampak buruk terhadap pemerintah yang gagap dan tidak mampu memanfaatkan perkembangan teknologi yang melaju cepat. Revolusi tidak hanya mengubah model bisnis dan pola kompetisi, tapi juga merombak sistem ekonomi dan masyarakat. Hanya negara yang dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dengan baik yang bisa menjadi kekuatan global. Sebaliknya, mereka yang tidak siap dan sibuk sendiri dengan urusan domestik tak akan mampu bersaing dan makin tertinggal.

 


 

TIM LIPUTAN OUTLOOK REVOLUSI INDUSTRI 4.0

PENANGGUNG JAWAB: Yandhrie Arvian

PEMIMPIN PROYEK: Putri Adityo

PENULIS: Angelina Anjar, Devy Ernis, Erwan Hermawan, Gabriel Wahyu Titiyoga,  Khairul Anam, Mahardika Satria Hadi,  Putri Adityo, Retno Sulistyowati

PENYUNTING: Anton Septian, Bagja Hidayat, Dody Hidayat, Iwan Kurniawan, Retno Sulistyowati, Reza Maulana, Sapto Yunus, Yandhrie Arvian

PENYUMBANG BAHAN: Anwar Siswadi (Bandung), Servio Maranda (Pangkalpinang), Dinda Leo Listy dan Ahmad Rafiq (Solo), Ayu Cipta (Tangerang), Wawan Prayitno (Jakarta)

FOTO: Ijar Karim, Jati Mahatmaji, Ratih Purnama Ningsih

DESAIN: Djunaedi, Eko Punto Pambudi, Hindrawan, Mistono, Rudy Asrori,

BAHASA: Iyan Bastian, Uu Suhardi, Hardian Putra Pratama

 

 

 

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus