Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Luhut Pandjaitan: Pertambangan Butuh Modal Tak Kecil

Wawancara Luhut Pandjaitan soal izin usaha pertambangan untuk ormas dan hubungannya dengan Bahlil Lahadalia.

14 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENCANA pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara mendapat tentangan dari dalam kabinet. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan tak menyepakati rencana pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk organisasi kemasyarakatan melalui revisi aturan itu.

Dalam wawancara tertulis dengan Tempo pada Jumat, 5 April 2024, Luhut menyatakan pemberian konsesi itu tak sesuai dengan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pemerintah bisa menempuh cara lain agar ormas bisa ikut menikmati konsesi tambang. Berikut ini jawaban Luhut. 

Apa alasan pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada tiga substansi perubahan utama. Pertama, terkait dengan akuisisi tambahan 10 persen saham di PT Freeport Indonesia dan perpanjangan periode izin usaha pertambangan khusus. Kedua, terkait dengan status IUPK terintegrasi. Ketiga, terkait dengan usulan pemberian konsesi pertambangan kepada ormas.

Benarkah Anda menolak revisi aturan tersebut?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak benar saya menolak revisi tersebut. Tiga substansi perubahan yang diusulkan adalah sesuatu yang penting. Yang perlu ditekankan adalah agar formulasi perubahan pasal dalam revisi peraturan pemerintah tersebut selaras dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Informasi yang kami dapat, dalam rapat kabinet terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Anda menolak revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96. Anda juga disebut-sebut berdebat panas dengan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Tanggapan Anda?

Saya mendukung tujuan pemberian konsesi pertambangan untuk ormas karena akan mendorong kemandirian finansial bagi ormas yang sudah banyak berjasa untuk negara ini. Namun yang perlu ditekankan adalah bagaimana mekanisme pemberian konsesi tersebut sesuai dengan ketentuan aturan dalam Undang-Undang Minerba.

Pemberian IUP untuk ormas dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 itu menabrak Undang-Undang Minerba.

Penting untuk menerjemahkan ketentuan dalam Undang-Undang Minerba secara utuh dan komprehensif. Dalam Undang-Undang Minerba, pemberian alokasi untuk wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) diberikan secara prioritas kepada badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. Untuk badan usaha swasta, harus melalui lelang. Perlu juga menyusun kriteria untuk ormas yang layak mendapatkan konsesi agar tepat sasaran dan tak melenceng dari tujuan pemberiannya.

Anda menolak revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 karena kedekatan dengan Aburizal Bakrie, pemilik PT Kaltim Prima Coal (KPC), yang sebagian lahannya akan diberikan kepada Nahdlatul Ulama?

Lahan milik KPC sudah diciutkan dan menjadi WIUPK. Artinya, kendali dan kontrol sudah ada di pemerintah. Pemerintah bisa memberikan hak prioritas untuk WIUPK tersebut kepada BUMN dan BUMD atau dilelang kepada badan usaha. Jadi tidak ada kaitannya dengan Pak Ical (Aburizal Bakrie).

Apa masukan Anda soal rencana pemberian IUP atau IUPK untuk ormas?

Kegiatan pertambangan ini membutuhkan permodalan yang tidak kecil, apalagi untuk batu bara, dan kemampuan teknis yang baik. Perlu dipikirkan bagaimana membantu agar ormas bisa mengelola dengan baik konsesi pertambangannya dan memperoleh manfaat maksimal untuk membantu aktivitas kemasyarakatannya. Jangan nanti hanya dimanfaatkan oleh kelompok tertentu yang ingin memperoleh keuntungan finansial semata.



Apa alternatif dari Anda agar ormas tetap bisa terlibat dalam dunia pertambangan?

Kerja sama dengan BUMN bisa menjadi opsi. Berdasarkan Undang-Undang Minerba, pemerintah bisa memberikan hak prioritas kepada BUMN dan BUMD. Badan usaha yang dimiliki oleh ormas bisa bekerja sama dengan BUMN, misalnya dalam bentuk kepemilikan saham bersama. 

Caranya?

Ormas bisa diberi hak opsi untuk mengakuisisi saham BUMN setelah beberapa tahun saat mereka sudah memiliki kemampuan finansial dan teknis. Melalui BUMN, pemerintah juga bisa memastikan bahwa keuntungan yang diperoleh ormas dari konsesi tambang benar-benar mengalir untuk mendukung kegiatan kemasyarakatan. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus