Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kaum Nahdliyin Dalam Pusaran Politik

Bersafari ke ulama sepuh Nahdlatul Ulama, dai Abdul Somad Batubara dan Abdullah Gymnastiar dianggap tak lagi berada di kubu Prabowo Subianto. Sejumlah pengurus NU merapat ke inkumben meski organisasi tak mendeklarasikan dukungan resmi. Kubu Prabowo tak khawatir.

2 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABDUL Somad Batubara bersimpuh takzim mendengarkan Muhammad Luthfi bin Yahya alias Habib Luthfi menuntunnya mengucapkan baiat tarekat qodliriyah wa naqsyabandiyah. Tangan kanannya menggenggam tangan sahibulbait. Tangan kirinya tak melepaskan map merah berisi empat lembar catatan silsilah tarekat leluhurnya. “Ada satu garis silsilah Ustad Somad yang ditambahkan Habib Luthfi,” kata Fadlolan Musyaffa Mufti, dosen Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, yang menyaksikan peristiwa itu dan menceritakannya lagi kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Beralasan ingin mencocokkan silsilah keilmuannya, Somad beranjangsana ke kediaman Luthfi di Pekalongan, Jawa Tengah, pada pekan kedua Februari lalu. Di akhir pertemuan, Luthfi, yang menjabat Rais Am di Jamiyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah, salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama, membaiatnya dan memanggilnya dengan sebutan “syekh”. Menurut Fadlolan, yang juga pengurus NU Jawa Tengah, Somad pun diberi petuah oleh Luthfi untuk membesarkan NU.

Pekan itu, Somad bertamu pula ke kiai sepuh NU yang lain. Dari Pekalongan, ia langsung meluncur ke rumah Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen di Semarang. Ia menemui ayah Taj Yasin, yang juga mustasyar atau penasihat Pengurus Besar NU, Maimoen Zubair. Sepulang dari Semarang, rencananya Somad mengunjungi mustasyar PBNU lainnya, Mustofa Bisri alias Gus Mus, di Rembang. Agenda itu batal karena Mustofa sedang melakukan umrah.

Abdul Somad (kanan) bertemu dengan Maimoen Zubair di Semarang, Februari 2019. Istimewa

Safari Somad berakhir di rumah Salahuddin Wahid, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur, yang juga cucu Hasyim Asy’ari, pendiri NU. “Somad lebih banyak mendengarkan ketimbang berbicara ketika bertemu dengan Kiai Maimoen dan Gus Sholah,” kata Afifudin Dimyati, kader NU yang juga sahabat Somad, yang mendampinginya saat bersilaturahmi dengan kiai di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Menurut Afifudin, kunjungan Somad kepada para kiai sepuh dirancang sejak akhir 2017. Waktu itu, Somad mengontak Afifudin, teman seasrama sewaktu kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir, setelah kerap dituduh sebagai pendukung Hizbut Tahrir Indonesia, organisasi pro-khilafah. Pada pengujung 2017 itu, Somad juga didatangi organisasi kemasyarakatan Laskar Bali di Hotel Aston, Denpasar, yang mencegah dai 41 tahun tersebut berceramah karena dianggap meresahkan.

Menurut Afifudin, Somad ingin menjelaskan sikapnya soal Hizbut Tahrir kepada para kiai NU, termasuk bahwa dia sebenarnya berlatar belakang NU. “Ketimbang Somad membantah-bantah terus, lebih baik sowan saja sekalian ke para kiai,” ujar Afifudin.

Dengan jumlah pengikut jutaan di media sosial dan videonya di YouTube ditonton lebih dari 60 juta kali, Somad memiliki massa tersendiri. Sigi Lingkaran Survei Indonesia pada tahun lalu menempatkan Somad sebagai salah satu ulama paling berpengaruh. Pada Juli 2018, pendukung Prabowo Subianto mengadakan “Ijtimak Ulama” di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, yang merekomendasikan Somad sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo. Somad menolak dengan alasan ingin berfokus pada dakwah.

Meski tak pernah menyatakan mendukung Prabowo, Somad dianggap berseberangan dengan Joko Widodo. Penyebabnya, antara lain, Somad pernah menyatakan akan menunggu sikap pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Syihab, yang condong ke Prabowo, dalam pemilihan presiden sebelum dia sendiri menyatakan dukungan. Ini dibaca para pendukung Prabowo bahwa Somad berada di kubu mereka.

Toh, Somad tak kunjung menyatakan dukungan meski Rizieq sudah mengajak pengikutnya memenangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Belakangan, ia justru terlihat merapat ke sejumlah kiai NU, yang sebagian besar pengurusnya condong ke Joko Widodo-Ma’ruf Amin meski sikap lembaga tak terang-terangan.

Sebelum bertemu dengan para kiai, Somad berjumpa dengan Instruktur Penggerak Kader NU, Adnan Anwar. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy mendapat informasi bahwa Somad dan Adnan berdiskusi selama tiga jam tentang afiliasi organisasi keagamaan Somad setelah ia tak menjabat Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail NU di Riau. “Perbincangan mereka seputar posisi Somad yang mencoba mandiri sebagai ustad,” kata Romy—sapaan Romahurmuziy.

Adnan menolak membeberkan isi persamuhannya dengan Somad. Menurut bekas Wakil Sekretaris Jenderal PBNU itu, diskusi dengan Somad membicarakan tema yang substansial. “Kami bersepakat tak membuka materi pertemuan itu,” ujar Adnan. “Pokoknya, kami menjaga satu sama lain.”

Memahami Somad memiliki pengikut, Romahurmuziy, yang menjadi anggota Dewan Penasihat Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, secara khusus menugasi Rusli Effendi, kader Partai Persatuan Pembangunan asal Riau, melobi Somad. “Kami berupaya membawa Somad ke ‘tengah’,” kata Romahurmuziy.

Menurut Rusli, ia dekat dengan Somad karena sama-sama aktif di organisasi Al-Washliyah di Riau. Ketika bertemu dengan Somad, Rusli meminta Somad menilai pemerintah dengan pandangan yang lebih netral. Rusli mengatakan, sebagai pedakwah, Somad tak boleh berpihak kepada salah satu kubu, apalagi saat memberikan ceramah. “Tak perlu menunjukkan dukungan ke 01 atau 02,” ujar Rusli. Bagi kubu Jokowi, posisi Somad seperti itu sudah cukup.

Sebagaimana tersiar dalam video singkat yang viral di media sosial, Somad mengatakan tak akan berceramah dalam acara yang mengundang calon presiden dan wakil presiden. “Untuk menjaga netralitas,” ujar Somad dalam cuplikan berdurasi kurang dari semenit itu.

Somad tak menjawab pertanyaan Tempo melalui pesan pendek ke nomor pribadinya. Melalui sahabatnya, Hendri Rahman, yang sering mendampinginya berceramah, Somad menyatakan enggan menjawab pertanyaan soal politik. “Kalau bertanya isu agama, beliau baru mau menjawab,” kata Hendri.

Romahurmuziy juga mengajak dai Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym ke “tengah”. Tahun lalu, ia menemui Gymnastiar, yang juga pernah direkomendasikan oleh ulama pendukung Prabowo sebagai calon wakil presiden, dan menanyakan pandangannya soal pemerintahan Jokowi. Belakangan, kata Romahurmuziy, “Saya lihat postingan Aa Gym sudah tidak berbicara soal pasangan nomor urut 01 atau 02 lagi.”

Setelah foto Somad bertandang ke kiai NU viral, foto Gymnastiar mencium tangan Kiai Anwar Manshur, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, yang juga mustasyar PBNU, tersebar pula. Gymnastiar mengatakan bertemu dengan Anwar karena diajak Abdul Wahab, salah satu anggota Dewan Syariah Daarut Tauhid, pesantren yang diasuh Gymnastiar, yang juga salah seorang pengajar di Pesantren Lirboyo. “Saya ingin bersilaturahmi dan mencari ilmu,” ujarnya. “Tak ada pembahasan politik, apalagi pemilu presiden, sehingga pilihan saya masih rahasia.”

Sikap Aa Gym berimbas pada keputusan sejumlah santrinya di Daarut Tauhid. Abdul Aziz, santri asal Tasikmalaya, mengatakan belum menentukan pilihan sebagaimana pengasuh pondoknya. “Masih menimbang-nimbang,” ujar Aziz, yang mengaku memilih Prabowo pada 2014. Agus Rahman, santri Daarut Tauhid asal Riau, juga enggan mengungkapkan siapa jagoannya pada 17 April nanti. “Masih rahasia,” katanya.

Lobi-lobi tim kampanye Jokowi-Ma’ruf ke pondok pesantren diklaim sukses menggeser dukungan sejumlah ulama pemilih Prabowo pada 2014. Ketua Umum PPP Romahurmuziy menceritakan kedatangannya ke Pondok Pesantren Banyuanyar, Pamekasan, yang diasuh Muhammad Syamsul Arifin, pada pekan kedua Desember tahun lalu. “Pesantren ini basis PPP yang harus direbut kembali,” kata Romahurmuziy.

Di hadapan kiai dan santri Pamekasan, Romahurmuziy membeberkan pengalamannya berinteraksi dengan Prabowo saat membangun koalisi pada 2014. “Saya ceritakan kebiasaan Prabowo saat puasa dan kiai itu langsung istigfar,” ucap Romahurmuziy. “Saya sampaikan fakta, bukan hoaks.” Menurut Romahurmuziy, kantong suara tersebut kini sudah beralih ke kubunya.

Ma’ruf Amin juga turun gunung untuk membalikkan dukungan ulama. Mantan Rais Am PBNU itu menyambangi Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur, pimpinan Nawawi Abdul Jalil, yang mendukung Prabowo lima tahun lalu. Menurut Ma’ruf, ia menggunakan pendekatan kesukuan untuk membelokkan arah dukungan ulama. “Saya kan sedikit-sedikit ada keturunan Madura,” ujar Ma’ruf dalam wawancara khusus dengan Tempo, Desember tahun lalu.

Sebelum Ma’ruf pulang dari Sidogiri, Nawawi memberikan testimoni agar para santrinya memenangkan Ma’ruf. “Seluruh santri, alumni Sidogiri, khususnya warga nahdliyin, supaya bersatu memilih Kiai Ma’ruf sebagai wakil presiden,” kata Nawawi sebagaimana terekam dalam video yang diunggah YouTube.

Direktur Komunikasi Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf, Usman Kansong, mengatakan timnya memang bergerilya mendekati dai kondang dan ulama. Mengutip sigi Lingkaran Survei Indonesia Denny J.A., Usman mengatakan tokoh agama paling didengarkan imbauannya ketimbang tokoh bidang lain. “Pengaruh ulama itu besar untuk mengatrol elektabilitas,” ujar Usman.

Usman menyebutkan ada beberapa tim yang terjun melobi para ulama yang masih dianggap berseberangan dengan Jokowi-Ma’ruf, termasuk Abdul Somad. “Ada yang volunteer ataupun penugasan,” katanya. Ia enggan menjelaskan lebih jauh tim yang dimaksud.

Juru bicara Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, tak khawatir terhadap manuver lawan. Menurut politikus Partai Gerindra itu, tim kampanyenya masih melihat sinyal para mubalig tersebut tetap mendukung Prabowo-Sandiaga. Ia mencontohkan, ketika Somad berceramah dalam acara tablig di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Januari lalu, mayoritas hadirin mengacungkan salam dua jari dengan jempol dan telunjuk membentuk huruf “L”. “Kami yakin para ulama itu masih mematuhi hasil ‘Ijtimak Ulama’,” ujar Andre.

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di Majelis Ta’lim Kyai Tambak Deres, Surabaya, 19 Februari 2019. ANTARA/Didik Suhartono

Bertarung lagi menghadapi Prabowo pada pemilu presiden 2019, Jokowi mendapat dukungan sejumlah pejabat teras PBNU. Meski NU tak secara resmi menyatakan dukungan, Said Aqil Siroj terang-terangan mendoakan Jokowi supaya memenangi pemilu ketika ia membuka Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Banjar, Jawa Barat, pekan lalu. “Mudah-mudahan Pak Jokowi mendapatkan kepercayaan lagi dari Allah dan rakyat Indonesia,” kata Said.

Dalam wawancara khusus dengan Tempo, Said menjelaskan bahwa ia ikut membilas rumor anti-Islam yang kerap dituduhkan ke Jokowi. Misalnya dengan mengatakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu adalah presiden pertama yang menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Lain waktu, ia menjelaskan Jokowi sudah menunaikan haji sebelum menjadi Wali Kota Surakarta. Kiprah ibunda Jokowi, Sujiatmi Notomihardjo, di majelis taklim di kampungnya juga sering disinggung Said. “Kurang Islam apa lagi Pak Jokowi ini,” ujar Said.

Sebagaimana Said, petinggi NU yang lain mempromosikan Jokowi-Ma’ruf dalam berbagai kesempatan. Ketika menghadiri silaturahmi Ma’ruf bersama ulama sepuh di Hotel JW Marriott, Surabaya, pada 24 Januari lalu, Penjabat Rais Am PBNU Miftahul Akhyar meminta para kiai dan santri berjuang untuk Ma’ruf Amin. “Tunjukkan bahwa beliau adalah kader terbaik NU. Itu artikan sendiri,” kata Miftahul.

Ajakan itu disongsong sejumlah santri. Barisan Gus dan Santri Bersatu—disingkat Baguss—di Pamekasan dan Sumenep di Jawa Timur menyatakan dukungan pada 20 Februari lalu. Ketua Baguss Jawa Timur Yusuf Hidayat mengatakan tugas kelompoknya antara lain berkeliling Pulau Madura untuk menangkis fitnah yang dialamatkan kepada Jokowi, seperti isu anti-Islam dan antek Partai Komunis Indonesia. Di Madura, lima tahun lalu, Jokowi kalah 20 persen berbanding 80 persen. “Kami bergerak membantu NU memenangkan Jokowi-Ma’ruf,” ujar Yusuf.

RAYMUNDUS RIKANG, DEVY ERNIS, STEFANUS PRAMONO, IQBAL LAZUARDI (BANJAR), AMINUDDIN (BANDUNG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus