Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah warga Indonesia terpisah dari kerabatnya di luar negeri karena wabah Covid-19.
Ada 59 negara yang khawatir pendatang asal Indonesia bisa menularkan virus.
Penanganan pandemi di Indonesia menjadi sorotan dunia internasional.
HAMPIR setengah tahun Kharisma Larasndaru memendam rindu kepada suaminya, Anugrah Wahyudi, yang berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Sejak pertengahan Maret lalu, perempuan 30 tahun itu meninggalkan Anugrah, yang bekerja sebagai ahli teknologi informasi di salah satu perusahaan di negeri jiran, untuk menemui anak mereka yang dititipkan ke orang tuanya di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat.
Tak lama setelah dia pulang, pemerintah Malaysia menutup pintu bagi orang asing akibat wabah virus corona. Meski larangan itu dicabut pada awal Juni lalu, Laras—panggilan Kharisma Larasndaru—memilih tak ke Malaysia karena harus menanggung biaya karantina yang cukup tinggi. Dia kembali mengandalkan video call untuk berjumpa secara online dengan Anugrah. “Yang paling kangen anak saya karena sejak November 2019 tidak ketemu,” kata mantan karyawan swasta di Malaysia ini.
Belakangan, Anugrah mengabarkan bahwa pemerintah Malaysia membolehkan isolasi pendatang dari luar negeri dilakukan di rumah masing-masing. Laras pun mengurus visa tinggal atau spouse visa melalui kantor suaminya dan kedutaan sejak Juli lalu. Belum juga berkas selesai, pemerintah Malaysia pada akhir Agustus lalu mengeluarkan larangan masuk bagi warga negara Indonesia, Filipina, dan India. Laras pun langsung lemas. “Entah kapan kami bisa berjumpa lagi,” ucapnya.
Larangan tersebut baru disampaikan Menteri Pertahanan Malaysia Ismail Sabri Yaakob pada Selasa, 1 September lalu, dan berlaku mulai Senin, 7 September. Pemerintah Malaysia menilai kasus positif Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 di tiga negara itu meningkat tajam. Saat itu, ada lebih dari 187 ribu kasus positif di Indonesia, dengan lebih dari 7.800 orang meninggal. Pemerintah setempat tak ingin pendatang dari tiga negara itu menulari warga Malaysia.
Koordinator Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Agung Cahaya Sumirat, menyebutkan selama pandemi corona banyak pekerja asal Indonesia memilih tak kembali ke Tanah Air. Sebab, kata Agung, mereka bakal lebih sulit lagi kembali ke Malaysia. Belakangan, Malaysia juga melarang pendatang dari semua negara yang memiliki 150 ribu kasus positif Covid-19.
Sehari setelah pengumuman itu, Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Zainal Abidin Bakar. Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 4 September lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengaku mengutus Direktur Jenderal Asia-Pasifik dan Afrika Desra Percaya untuk meminta penjelasan. Zainal Abidin menyatakan telah menjelaskan soal kebijakan pemerintah Malaysia. “Kami juga membicarakan kerja sama bilateral lain untuk bersama-sama menangani pandemi,” katanya kepada Tempo.
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi/ABI_RA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Retno Marsudi menganggap larangan masuk ke Malaysia sebagai hak pemerintah negara itu. Hal serupa, kata dia, berlaku di Indonesia. Retno berujar, sampai saat ini, Indonesia belum membuka akses masuk secara umum bagi warga negara asing. Pertimbangannya tentu saja faktor kesehatan dan mencegah penularan Covid-19. “Kami juga mengimbau warga negara Indonesia tidak melakukan perjalanan ke luar negeri kecuali untuk kebutuhan mendesak,” ujar Retno.
Selain Malaysia, ada 58 negara yang juga melarang warga Indonesia masuk. Misalnya Hungaria, Uni Emirat Arab, dan Afrika Selatan. Duta Besar Indonesia untuk Hungaria, Abdurachman Hudiono Dimas Wahab, mengatakan larangan itu sempat dilonggarkan pada Agustus lalu dengan syarat pendatang melakukan dua kali tes polymerase chain reaction. Namun, mulai September, larangan itu kembali diperketat. Kedutaan pun mengimbau sekitar 400 warga Indonesia di Hungaria berpikir matang jika ingin kembali ke Indonesia. Bisa jadi mereka akan sulit masuk ke Hungaria lagi. “Saya saja ingin cuti dan pulang, tapi tidak bisa,” ujar Abdurachman.
Dua pejabat pemerintah menuturkan, sejak ada larangan masuk dari 59 negara, pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Mereka melobi negara lain agar melonggarkan aturan itu supaya orang Indonesia bisa masuk. Namun, setelah permintaan pelonggaran itu diajukan, menurut keduanya, banyak negara tetap menolak atau tak memberikan kepastian. Sebagian dari 59 negara itu tak hanya menilai berdasarkan jumlah kasus positif corona yang tinggi, tapi juga bagaimana kemampuan pemerintah Indonesia mengatasi wabah.
Seorang pejabat di Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, penanganan kasus di Indonesia menjadi salah satu sorotan khusus di lembaga itu. WHO pernah memperingatkan pemerintah Indonesia soal penanganan pandemi corona. Peringatan pertama disampaikan melalui surat yang dikirimkan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada Presiden Joko Widodo pada 10 Maret lalu. Dalam bulan yang sama, Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara, Poonam Khetrapal Singh, meminta negara di Asia Tenggara lebih agresif memerangi virus corona.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengakui adanya komunikasi dengan negara lain untuk melonggarkan larangan masuk bagi warga negara Indonesia. Namun pelonggaran itu tidak dibuka bagi warga negara Indonesia secara umum, tapi hanya untuk kunjungan bisnis dalam proyek strategis nasional dan perjalanan dinas pemerintah yang mendesak. “Intinya agar ekonomi bisa berjalan tanpa mengorbankan isu kesehatan,” ujarnya.
Negara yang sudah membuka komunikasi dengan Indonesia, kata Retno, adalah Uni Emirat Arab, Korea Selatan, dan Cina. Saat ini, negara lain yang sedang dijajaki untuk pelonggaran adalah Singapura. Retno irit berkomentar ihwal banyaknya orang positif corona di dalam negeri serta penanganannya yang dianggap negara lain bermasalah. Retno mengklaim pemerintah tetap berfokus menangani kesehatan dan mengatasi dampak pagebluk corona.
Di tengah meningkatnya kasus di Indonesia, justru di Wuhan, Cina, yang menjadi “kampung halaman” corona, pesta digelar karena wilayah itu bebas dari virus tersebut. Dua mahasiswa Indonesia di Wuhan yang kembali ke Indonesia akhir tahun lalu, Ahmad Syaifuddin Zuhri dan Nur Musyafak, bercerita bahwa sejumlah temannya prihatin terhadap penanganan Covid-19 di Tanah Air. Menurut Zuhri dalam grup percakapan mahasiswa Indonesia di Wuhan, sejumlah mahasiswa mengungkapkan keinginannya kembali ke Cina. “Karena di Wuhan sekarang lebih aman,” ujarnya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA), DAVID PRIYASIDHARTA (LUMAJANG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo