Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penjarahan lahan Samboja Lestari akibat wacana pembangunan IKN kian menjadi-jadi.
Pemerintah perlu merawat hutan yang sudah ada seperti Samboja Lestari dan hutan milik Borneo Orangutan Survival Foundation lainnya.
Samboja Lestari diharapkan tetap menjadi kawasan rehabilitasi, restorasi, dan konservasi serta tidak menjadi tempat wisata.
DUA kali Jamartin Sihite, Chief Executive Officer Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), bertemu dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) periode 2016-2019, Bambang Brodjonegoro. Dalam kedua pertemuan itu, mereka membahas nasib Samboja Lestari, pusat penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran orang utan milik BOSF di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dengan adanya proyek ibu kota negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Menteri Bambang, Jamartin mengusulkan skema pengintegrasian kawasan hutan konservasi Samboja Lestari yang seluas 1.800-an hektare itu ke proyek ibu kota negara (IKN). “Daripada pemerintah membangun hutan-hutan baru, lebih baik menjaga dan mengonservasi yang sudah ada seperti Samboja Lestari dan hutan BOSF lainnya,” ucap Jamartin mengulangi perkataannya dalam pertemuan itu kepada Tempo, Senin, 31 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pertemuan kedua, Menteri Bambang menjamin Samboja Lestari masuk obyek vital IKN. Menurut Menteri Bambang kepada Tempo, Samboja Lestari merupakan kawasan penting karena sebagai tempat rehabilitasi orang utan. Wilayah ini lalu dimasukkan ke IKN yang diperluas hingga Kabupaten Kutai Kartanegara. “Intinya harus dijaga kelestariannya sebagai bagian dari konsep forest city IKN,” katanya.
Pengelola BOSF memantau orangutan di lokasi pulau buatan menjadi tempat orangutan ditempatkan, di BOSF Samboja, Kalimantan Timur. Aprianto
Namun Jamartin skeptis. Ia masih menganggap pernyataan itu hampa karena tak diikuti penataan ruang untuk mengamankan wilayah Samboja. Penataan ruang sangat mendesak karena Samboja Lestari terus diterpa penjarahan lahan sejak 2012. “Sejak muncul wacana pembangunan jalan tol, lalu ibu kota negara, datanglah para spekulan tanah sehingga perambahan dan penjarahan makin serius,” tuturnya.
Manajer Proyek Samboja Lestari Agus Irwanto mengatakan hampir setiap hari mereka berjibaku dengan para perambah lahan yang berasal dari luar Kalimantan Timur itu. Penjarah menggunakan lahan tersebut untuk penambangan batu bara ilegal. Ada pula yang mencoba menipu dengan mengatasnamakan program transmigrasi, lalu menanami lahan jarahan dengan kelapa sawit.
Agus mengatakan penjarahan lahan ini sudah dilaporkan ke kepolisian setempat. Namun belum ada kelanjutan berupa pemeriksaan atau penghentian kegiatan para perambah tersebut. Padahal, dari penjarahan ini, Samboja Lestari kehilangan lahan seluas 2,6 hektare. Samboja Lestari, kata Agus, akhirnya memilih memasang pagar dari kawat berduri untuk menahan laju perambahan.
Dampak dari perambahan lahan tidak main-main bagi satwa yang ada di dalam hutan Samboja Lestari. Orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus), misalnya, sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga akan mengalami stres. “Kalau ramai, mereka pasti stres. Bahkan ada orang utan yang saking stresnya sampai membenturkan kepala ke lantai,” ujar Agus.
Bappenas, kata Jamartin, telah beberapa kali mengirim staf. Salah satunya untuk melakukan pemetaan. Namun, hingga saat ini, Jamartin belum pernah melihat hasilnya. “Petanya tidak pernah dibagikan ke kami,” tuturnya. Jamartin mengaku tidak tahu Samboja Lestari akan masuk zona apa, posisi vitalnya seperti apa, termasuk apa upaya pemerintah untuk mendukung Samboja Lestari.
Dalam salah satu peta IKN dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat disebutkan adanya zona ekowisata dan ekowisata hutan hujan tropis. “Kami berulang kali menanyakan peta, tapi tidak pernah clear,” kata Jamartin. Persoalannya, menurut dia, Samboja bukan tempat wisata. “Samboja merupakan tempat rehabilitasi dan konservasi. (Orang utan) tidak boleh terlalu banyak persinggungan dengan manusia karena akan membuatnya sulit direhabilitasi,” ucapnya.
Dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis untuk IKN yang disusun pada 2020 disebutkan upaya untuk melindungi habitat satwa melalui penerapan tiga model pengelolaan wilayah: avoid cluster, minimize cluster, dan restore cluster. Lalu di focus grup discussion tentang penentuan konsep dan rencana tata ruang IKN disinggung soal pemantapan kawasan dan restorasi area untuk kebijakan satwa. Ada pula upaya untuk mendorong area sebagai pusat pendidikan, inovasi, dan riset.
Jamartin ingin pemerintah menggaransi keberadaan Samboja Lestari tetap sebagai kawasan rehabilitasi, restorasi, dan konservasi. Menurut dia, prinsip wisata berlawanan dengan prinsip rehabilitasi-konservasi itu. Ia mengatakan masih mempertimbangkan bila Samboja Lestari menjadi pusat riset dan edukasi primata. Meskipun, kata dia, yang paling tepat adalah sebagai pusat rehabilitasi dan konservasi. “Pengunjung bukan untuk berwisata seperti layaknya di kebun binatang,” ujarnya.
Soal dampak pembangunan IKN bagi orang utan, menurut pendiri BOSF, Wilhelmus Theodorus Maria Smits, dapat dimitigasi. Ia menjelaskan letak pulau-pulau rehabilitasi orang utan berada jauh di dalam hutan yang sangat sunyi dan jauh dari aktivitas manusia. Ia juga menepis dugaan hutan Samboja Lestari akan ditukar untuk konsesi perusahaan tambang yang tergusur IKN. “Tidak dipindah, akan dibangun ecolodge untuk menguatkan konsep forest city,” kata Willie Smits—begitu Wilhelmus Theodorus Maria Smits biasa disapa—yang mengaku menjadi salah satu anggota dewan ahli dalam proyek IKN.
Orangutan di BOSF Samboja, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, 11 Februari 2022. Aprianto
Samboja Lestari, yang kini mengelola lahan seluas 1.853 hektare, merupakan hutan restorasi tempat rehabilitasi dan konservasi orang utan dan beruang madu, satwa kunci di hutan Kalimantan yang juga terancam punah karena makin berkurang habitat alaminya. Beruang matahari ini—nama lain beruang madu (Helarctos malayanus)—menempati wilayah tak kurang dari seribu meter persegi, atau seluas lapangan futsal, yang berada tak jauh dari pintu masuk kawasan.
Ada perbedaan upaya konservasi di antara kedua jenis satwa ini. Menurut Agus Irwanto, Samboja Lestari lebih menekankan konsep suaka bagi beruang madu karena angka bertahan hidup hewan ini rendah ketika dilepasliarkan. Beruang madu yang telah pernah diberi makan oleh manusia akan terus jinak. Beruang madu juga rentan dimangsa predator, bahkan oleh sesama beruang madu.
Di Samboja, orang utan menempati pulau-pulau buatan yang dikelilingi kanal mini. Hewan ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang semula dipelihara manusia, ada yang bekas pemain sirkus. Ada pula yang sudah dalam kondisi cacat karena kedua tangannya harus diamputasi setelah mengalami pembusukan akibat tersengat aliran listrik.
Orang utan tersebut ditempatkan di pulau yang berbeda-beda. Dari belasan pulau yang ada, hanya tiga pulau yang boleh dikunjungi oleh pengunjung dari luar Samboja. Tiga pulau ini dihuni orang utan yang sudah tak mungkin dilepasliarkan ke habitatnya.
Lokasi pelepasliaran orang utan ini salah satunya berada di Hutan Konsesi Restorasi Ekosistem Kehje Sewen, yang memiliki luas 86.450 hektare. Namun hutan ini dianggap sudah makin padat. “Habitat untuk pelepasliaran yang makin terbatas merupakan persoalan lain yang dihadapi Samboja Lestari akhir-akhir ini,” ucap Agus.
Karena itu, Jamartin Sihite sangat menginginkan adanya komitmen dari pemerintah untuk menambah dan melindungi hutan-hutan yang dapat dijadikan tempat pelepasliaran satwa seperti orang utan. Terlebih ibu kota negara yang dirancang pemerintah memiliki jargon-jargon yang berpihak pada kelestarian lingkungan hidup.
DINI PRAMITA, APRIANTO (BALIKPAPAN)
Berawal dari Padang Ilalang
Hutan buatan milik Suwaji di Jalan Sungai Merdeka Samboja Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, 2 Februari 2022. Aprianto
PADA 1989, Samboja Lestari hanya berupa lahan gundul yang ditumbuhi Imperata cylindrica—sejenis alang-alang yang merupakan gulma. Wilhelmus Theodorus Maria Smits, yang akrab disapa Willie Smits, ditantang oleh karyawannya, Suwaji, untuk merestorasinya. “Saat itu saya hanya ingin melihat fakta saja. Beliau (Willie Smits) punya ilmu, tapi kalau saya harus ada fakta,” kata Suwaji pada Rabu, 9 Februari lalu.
Upaya restorasi dimulai dengan misi memulihkan kondisi tanah. “Awalnya menanam tanaman pionir, setelah itu baru menanam pohon seperti meranti dan damar,” ujar Willie Smits. Hanya dalam empat tahun upayanya merehabilitasi dan memulihkan kondisi tanah tanpa menggunakan pupuk kimia berhasil. Tak kurang dari 768 jenis pohon mereka tanam. “Memang tidak semuanya bertahan dengan baik sampai sekarang,” tutur Willie.
Pada tahun-tahun berikutnya, Willie terus memperluas kawasan dengan membeli tanah-tanah penduduk secara bertahap. Jabatannya sebagai Direktur Yayasan Gibbon membuat dia bisa membeli tanah dengan dana dari donatur, di antaranya Tropenbos International. Pada 1991, doktor di bidang mikrobiologi ini secara resmi mendirikan Samboja Lestari. Pekerjaan rumahnya tak hanya memulihkan tanah dan hutan, juga merehabilitasi dan mengonservasi orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus).
Sebelum pindah ke Samboja Lestari, program penyelamatan dan rehabilitasi orang utan dilaksanakan oleh Wanariset I Samboja milik Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam yang berlokasi di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Pada 2006, program itu dipindahkan ke Samboja Lestari, yang berada di Desa Margomulyo, Kecamatan Samboja, sekitar 38 kilometer dari Kota Balikpapan.
Manajer Proyek Samboja Lestari Agus Irwanto mengatakan orang utan pertama yang diselamatkan dan direhabilitasi adalah Uce. Ia datang pada 11 Januari 1991, lalu dilepasliarkan pada 23 Mei 1992 di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, Kalimantan Timur. “Kami tidak menangkar dan mengembangbiakkan orang utan. Kami merehabilitasi orang utan agar dapat dikembalikan ke habitatnya,” kata Agus.
Kini area Samboja Lestari telah berkembang menjadi seluas 1.853 hektare. Beberapa satwa langka muncul secara alami. “Ada macan dahan, bekantan, sepasang owa, lutung merah, dan berbagai burung,” tutur Willie. Menurut dia, sempat terhitung 137 jenis burung singgah dan bersarang di hutan Samboja Lestari. Samboja Lestari juga merawat dan merehabilitasi beruang madu (Helarctos malayanus).
DINI PRAMITA, APRIANTO (BALIKPAPAN)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo