Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Pak Haji di Balik Daging Sapi

Indra Hasan membantu impor daging Perusahaan Perdagangan Indonesia. Memiliki jaringan luas dengan produsen sapi di Australia.

27 Juni 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDRA Hasan menjadi "bintang" dalam acara penyambutan daging sapi impor di terminal kargo Garuda Indonesia, Bandar Udara Soekarno-Hatta. Semua tokoh yang berpidato mengucapkan terima kasih kepada bos PT Ficorp ini atas jasanya memuluskan kedatangan daging sapi beku dari Australia.

Salah satunya Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Dayu Padmara Rengganis. Nama Indra Hasan bahkan disebut pertama kali saat Dayu membuka sambutan. "Yang terhormat Bapak Haji Indra Hasan beserta Ibu," kata Dayu, mengawali sambutan di depan sejumlah juru warta, Jumat dua pekan lalu. Tubagus Hendra, perwakilan pedagang daging Jabodetabek, dan Kolonel Bambang Supardi, yang datang mewakili Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, melakukan hal yang sama.

Perwakilan Garuda juga mengucapkan terima kasih kepada Indra karena telah mempercayakan pengiriman daging kepada kargo Garuda Indonesia. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Muladno, sore itu hadir di sana.

Indra Hasan merupakan sosok penting di balik kedatangan daging sapi yang diimpor PT PPI. Sejumlah petinggi di perusahaan pelat merah mengatakan lelaki 58 tahun itu berperan agar PPI kembali mendapatkan izin impor daging sapi. Totalnya 29.500 ton. Padahal perusahaan pelat merah ini bulan lalu terpental dari sistem importasi di Kementerian Pertanian karena belum mengantongi nomor kontrol veteriner (NKV). Agar bisa mendatangkan daging beku, PPI kemudian bekerja sama dengan Ficorp, perusahaan milik Indra yang memiliki jaringan luas dengan produsen daging sapi di Australia.

Peran Indra Hasan terlihat tiga hari sebelum daging perdana dari Australia tiba di Soekarno-Hatta. Pada Selasa dua pekan lalu, ia mengumpulkan perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan direksi PPI di sebuah restoran di Jakarta Pusat. Menurut mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono, pertemuan itu merupakan acara buka bersama antara Indra dan koleganya. "Sudah lama saya tidak bertemu dengan Pak Indra. Dia mengajak buka bersama," kata Anton saat dihubungi pada Kamis pekan lalu.

Anton baru tahu siapa saja tamu yang datang saat tiba di restoran. Ia mengaku tak paham persis arah pembicaraan dalam pertemuan tersebut. "Soal impor, saya tidak tahu banyak," kata Anton. "Itu koordinasi di antara mereka,"

Urusan daging sapi bukan hal baru bagi Indra. Lelaki kelahiran Ende, Nusa Tenggara Timur, ini mulai menggeluti bisnis daging saat berencana membuka peternakan sapi di kampung halamannya pada 2011. Anton, yang sempat terlibat dalam megaproyek ini, mengatakan rencana tersebut berawal dari keprihatinan Indra karena kurangnya pasokan daging sapi di Tanah Air. "Pak Indra sampai berkeliling ke semua pulau di NTT beberapa kali untuk mencari lokasi yang cocok," ujarnya.

Tawaran sempat datang dari Pemerintah Provinsi NTT untuk memilih Pulau Timor. Sayangnya, setelah Indra meninjau lokasi, lahan yang bisa digunakan tak sesuai dengan keinginannya. Anton mengatakan, saat itu, Indra ingin membangun peternakan sapi sekaligus sentra penggemukan sehingga membutuhkan ladang yang luas. Indra juga berencana membuat terminal peti kemas dan gudang pendingin. Akhirnya pilihan jatuh ke Pulau Sumba Tenggara. "Di sana ada potensi lahan yang cukup besar, meskipun yang sudah pasti bisa dipakai hanya 2.000 hektare," kata Anton.

Persoalannya, proyek ini tak jelas ujungnya. Di tengah perjalanan, Anton memilih berhenti. Gara-garanya, pembukaan lahan peternakan berlarut-larut. "Kami butuh hampir lima tahun hanya untuk urusan tanah, tapi belum kelar juga," ujarnya. Karena itu, Anton hengkang sekitar 2015 dan tak tahu-menahu mengenai realisasi proyek tersebut.

Sejak gagal membuka peternakan di Pulau Sumba, Indra berfokus pada impor daging sapi dari Australia. Menurut Anton, mulusnya jalan Indra berbisnis di Australia karena ketekunannya mencari peluang. "Dia menghabiskan ratusan juta rupiah untuk bolak-balik ke Australia karena ingin membantu Indonesia mendapat pasokan sapi," kata Anton, yang berkawan dengan Indra sejak menjabat Menteri Pertanian pada 2004-2009.

Di Australia, Indra memang memiliki perusahaan sapi bernama Austindo. Namun perusahaan ini tak berumur panjang. Indra mencoba peruntungan di perusahaan peternak sapi lain. Dalam sebuah diskusi tentang darurat pangan di Hotel Grand Sahid pada Juli dua tahun lalu, Indra mengatakan memiliki saham di Primo Smallgoods di Australia.

Jauh sebelum Indra Hasan terkenal sebagai pengusaha yang malang-melintang di bisnis impor daging sapi, ia lebih akrab disebut orang dekat Hutomo "Tommy" Mandala Putra. Di antara orang-orang dekat Tommy, Indra tak pernah muncul ke publik. Ia adalah salah seorang pemimpin Timor Putra Nasional, perusahaan milik Tommy yang pernah dipercaya pemerintah menjalankan proyek mobil nasional Timor.

Di kampung halamannya di Ende, Indra Hasan adalah penanggung jawab Putra Timor Perkasa, perusahaan agrobisnis yang juga milik Tommy Soeharto. Di dunia politik, Indra pernah aktif di Partai Republik, partai kecil yang kini tak lagi terdengar karena hanya mendapat sedikit suara dalam pemilihan umum lalu. Ia bahkan sempat menjadi calon anggota parlemen partai itu untuk daerah pemilihan Ende.

Di kalangan masyarakat Flores di Jakarta serta di NTT, Indra dikenal banyak membantu kegiatan sosial di tanah kelahirannya. Pundi-pundinya terkumpul dari bisnis di sektor pertambangan dan perminyakan. Ia sempat memiliki bisnis minyak di Sabang menggunakan bendera Global Energy. Saat ini bisnis Indra di Tanah Air di bawah satu bendera, yakni Ficorp Group.

Merujuk pada akta pendirian perusahaan, Ficorp bergerak di banyak sektor, antara lain ekspor-impor segala macam barang dagangan, farmasi, pembangunan perumahan, usaha segala macam produk pertanian dan peternakan, serta pertambangan. Maryam Fitria Ligia, istri Indra, menjabat Komisaris Utama Ficorp Group.

Dua kali didatangi di rumahnya di kompleks Bina Lindung, Jatiwaringin, Bekasi, Indra menolak ditemui. "Bapak ada di rumah, tapi beliau menolak bertemu karena sedang sakit," kata Sam, sopir pribadi Indra, Selasa dan Kamis pekan lalu. Hingga akhir pekan lalu, lelaki yang kerap disapa Pak Haji ini belum merespons surat permohonan wawancara yang diajukan Tempo.

Kantor Ficorp yang berada di kompleks Puri Agung Sahid di Sudirman terlihat sepi. Tiga kali disambangi, kantor yang didominasi hiasan kaligrafi dengan lambang Ficorp di pintunya itu selalu tertutup. Seorang anggota satuan pengamanan bernama Sugianto yang berjaga di dekat ruangan itu mengatakan kantor tersebut sudah tak aktif dalam satu tahun terakhir. Hanya Indra Hasan, sekretarisnya yang bernama Tuti, serta anak sulungnya, Yasyir Fadli, yang sesekali datang.

Ketika telepon selulernya dihubungi, Indra Hasan tak menjawab. Begitu pula Maryam Fitria dan Yasyir Fadli. Anton Apriyantono mengatakan kawannya itu tak mau dipublikasikan. "Dia sudah bilang wartawan mencarinya. Tapi dia memastikan tak akan bicara," ujarnya.

Ayu Prima Sandi, Friski Riana (Jakarta), Yohanes Seo (Ende), Adi Warsono (Bekasi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus