Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEMENTERIAN Perdagangan menjadi sorotan dalam sebulan terakhir. Setelah PT Berdikari dan Bulog gagal meredam harga, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong membuka keran impor daging sapi untuk sejumlah perusahaan swasta. Belakangan, ia menerbitkan kuota impor 29.500 ton daging sapi untuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Padahal, dalam izin impor daging sapi sebelumnya, PPI terpental dari sistem importasi Kementerian Pertanian karena tak memiliki nomor kontrol veteriner (NKV).
Sejumlah perusahaan swasta yang memperoleh izin impor daging juga tak memiliki rekam jejak panjang. Thomas mengatakan impor daging sapi terbuka bagi semua. "Asalkan tidak ada yang mendapat perlakuan istimewa," katanya melalui surat elektronik kepada Ayu Prima Sandi dari Tempo, Jumat siang pekan lalu. Pelaksana tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Karyanto Suprih, ikut menjawab beberapa pertanyaan.
Kenapa Kementerian Perdagangan menunjuk sejumlah perusahaan yang tidak berpengalaman, bahkan beberapa di antaranya dibekingi pengusaha Tomy Winata dan Indra Hasan?
Selain memberi penugasan kepada Bulog, Berdikari, dan PT PPI, Kementerian Perdagangan sudah menerbitkan izin kepada sekitar sepuluh importir swasta. Benar bahwa perusahaan milik Pak Tomy Winata dan Pak Indra Hasan termasuk importir swasta yang melamar dan diberi izin impor daging sapi. Importasi daging sapi sekarang terbuka bagi semua. Tapi harus dilakukan menurut ketentuan yang berlaku. Tidak boleh mendapat perlakuan istimewa, apalagi ketika harga daging sapi tinggi. Semakin banyak pelaku dan importir yang giat menambah pasokan, semakin baik.
Apakah perubahan Permendag Nomor 5 Tahun 2016 menjadi Permendag Nomor 37 Tahun 2016 yang menjadi dasar pemerintah membuka impor daging untuk swasta?
Dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian sebulan lalu, saya menetapkan telah terjadi "keadaan tertentu". Penetapan "keadaan tertentu" itu didukung data Badan Pusat Statistik dan sejumlah kementerian, yang memperlihatkan perkembangan harga pangan yang memprihatinkan. Salah satu langkah yang saya ambil: membuka kembali importasi daging sapi kepada swasta. Artinya, tidak lagi wajib melalui BUMN. Ini untuk memperluas sumber pasokan. BUMN tetap diberi tugas mendatangkan daging menurut kemampuannya, tapi ada importir swasta juga.
Kenapa ada tambahan kuota impor 29.500 ton lagi untuk PPI padahal sebelumnya ditolak karena tidak memiliki NKV?
Karyanto Suprih: Dalam keadaan normal memang harus ada rekomendasi impor dari Kementerian Pertanian. Tapi, karena ini ada keinginan Presiden agar harga turun, maka langsung diskresi Kementerian Perdagangan. Tapi tak ada keistimewaan bagi perusahaan yang memperoleh kuota impor. Nah, kuota untuk PPI bukan penugasan, tapi komersial. Dia yang membuat schedule: berapa daging yang masuk dan mau masuk ke pasar mana saja.
Seorang petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) sempat mengundang sejumlah pejabat kementerian untuk membahas impor daging. Benarkah kuota impor untuk PPI terbit karena ada permintaan dari BIN?
Kementerian Perdagangan berkoordinasi dengan banyak instansi terkait, termasuk BIN. Dalam waktu dekat, saya ingin lebih intensif berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. Saya tidak merasakan adanya lobi atau tekanan dari siapa pun untuk perusahaan tertentu. Yang ada hanya berupa usul dan imbauan untuk menerapkan kebijakan yang transparan, rasional, dan koordinatif.
Harga daging melonjak setiap tahun. Apakah karena tak ada perencanaan yang matang?
Daging sapi adalah barang yang harus dipersiapkan jauh hari. Sebenarnya Presiden sudah memerintahkannya kepada para menteri sejak tahun lalu. Pemerintah juga sudah mengambil keputusan yang diperlukan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian pada November dan Desember tahun lalu. Namun, dengan sesal hati, harus kami akui bahwa dalam pelaksanaannya kami telat mengimplementasikannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo