Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bank dan lembaga pembiayaan mengincar pertumbuhan kredit untuk kendaraan listrik.
Pembiayaan hijau untuk kendaraan listrik terus bermunculan.
OJK sudah merilis kemudahan bagi bank untuk menyalurkan kredit kendaraan listrik.
GILARSI Setijono punya sederet rencana besar. Direktur Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas ini merancang ekosistem kendaraan listrik, dari pendirian pabrik bus dan sepeda motor listrik, pembangunan fasilitas pengolahan nikel dan bahan baku baterai kendaraan listrik, hingga pembangunan pabrik baterai untuk mobil dan sepeda motor listrik. Semua rencana ini jelas membutuhkan dana yang sangat besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam hitungan Gilarsi, VKTR yang berstatus anak usaha Grup Bakrie ini memerlukan dana sekitar US$ 6 miliar atau Rp 62,7 triliun. Sebagai gambaran, dana untuk fase I berupa pendirian pabrik bus dan sepeda motor listrik membutuhkan US$ 500 juta, fase II (pembangunan pabrik bahan baku baterai) US$ 3,5 miliar, dan fase III (pembangunan pabrik baterai) US$ 2 miliar. "Industri ini irreversible. Kita tidak bisa mundur, sekali masuk harus terus maju," katanya kepada Tempo, Rabu, 16 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
VKTR saat ini baru masuk fase I, sebagai pemasok dan produsen bus listrik. Bersama perusahaan otomotif Cina, BYD Auto Co Ltd, VKTR memasarkan bus untuk PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta. Nantinya, VKTR membangun jenama sendiri bersama sejumlah mitra baru, di antaranya PT Industri Kereta Api (Persero) serta PT Barata Indonesia (Persero). Setelah itu, VKTR akan membuat truk bertenaga listrik dengan target pasar perusahaan tambang, perkebunan, juga logistik. Semuanya diklaim bakal memakai teknologi kecerdasan buatan, seperti alat pemantau pengemudi hingga tracker atau pelacak kendaraan di lapangan.
Tak cuma memproduksi kendaraan komersial, Gilarsi mengatakan perusahaannya juga tengah merancang sepeda motor listrik di sebuah fasilitas produksi di Jawa Tengah. Dia membocorkan merek motor dengan tipe skuter hingga sport itu yang dinamai sesuai dengan inisial perusahaan, yaitu Seri V, Seri K, Seri T, dan Seri R. Target produksinya tak main-main: 1 juta unit per tahun. "Sekarang masuk tahap alpha prototype, kuartal pertama tahun depan masuk ke beta prototype dan jika tak ada halangan akan kami pasarkan pada pertengahan tahun depan," ucap mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) itu.
Direktur Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas, Gilarsi W. Setijono di kantornya, Jakarta, 16 November 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Untuk mendanai proyek-proyek ini, VKTR bakal memanfaatkan bermacam sumber. Yang sudah pasti, Gilarsi menjelaskan, adalah kas dari Grup Bakrie sebagai induk usaha. Di luar itu, dia berpikir untuk memanfaatkan skema pembiayaan hijau atau green financing dari lembaga keuangan atau investor lain. Namun skema ini tak mudah diraih lantaran, menurut dia, masih diperlukan bukti bahwa industri tersebut benar-benar "hijau" atau ramah lingkungan.
Karena itu, VKTR juga merancang sumber dana lain, yaitu pasar modal. Pada kuartal III 2023, VKTR akan melantai di Bursa Efek Indonesia. Gilarsi mengaku persiapan penawaran umum perdana saham (IPO) sudah berjalan, antara lain melalui penunjukan PT Samuel Sekuritas dan PT Ciptadana Sekuritas selaku penjamin emisi atau underwriter. Namun Gilarsi enggan menyebutkan target dana dari pasar modal. Yang jelas, ucap dia, IPO menjadi jalan bagi VKTR untuk membuktikan tata kelola perusahaan hingga proses manufaktur yang benar-benar "hijau". "Dengan IPO semua terbuka, investor yang memiliki sumber green financing pun akan makin yakin," ujar Gilarsi, berharap.
•••
SKEMA green financing untuk industri kendaraan listrik kian lancar mengalir. Yang terbaru adalah kerangka pendanaan yang disusun oleh Indonesia Investment Authority (INA). Dalam rangkaian acara Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua, Bali, INA meneken nota kesepahaman investasi bersama perusahaan asal Cina, Contemporary Amperex Technology Co Ltd dan Capital Corporation Limited.
Ketiga lembaga ini membentuk platform pendanaan hijau atau green fund US$ 2 miliar atau sekitar Rp 31,3 triliun untuk membangun rantai pasok kendaraan listrik. "Elektrifikasi kendaraan merupakan alternatif menarik untuk energi konvensional, mengurangi dampak lingkungan, sekaligus memasuki pasar yang berpotensi untuk terus tumbuh,” kata Ketua Dewan Direktur INA Ridha Wirakusumah pada Senin, 14 November lalu.
Bank pun mulai mengail peluang dari pasar kendaraan listrik. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, misalnya, memberikan pembiayaan untuk pembelian kendaraan listrik melalui anak usahanya, PT Mandiri Tunas Finance dan PT Mandiri Utama Finance. Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan hingga Juni lalu banknya sudah membiayai pembelian 218 unit kendaraan listrik senilai Rp 58 miliar. "Ini yang tentunya akan menciptakan electric vehicle ecosystem," tuturnya dalam acara Mandiri Sustainability Forum 2022 pada Rabu, 2 November lalu. Bank Mandiri juga menyalurkan kredit sindikasi lewat tiga bank daerah senilai Rp 3,98 triliun untuk proyek smelter nikel bahan baku baterai.
Perusahaan pembiayaan lain, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk, menargetkan kenaikan angka pembiayaan kendaraan listrik 5 persen atau hingga Rp 1,14 triliun pada 2023. Hingga kuartal III lalu, Adira menyalurkan dana pembiayaan sepeda motor listrik Rp 2,9 miliar dan mobil listrik Rp 5,5 miliar. Tapi angka ini masih rendah, hanya sekitar 3 persen dari total pembiayaan Adira yang mencapai Rp 21,9 triliun pada periode tersebut.
Direktur Portofolio Adira Finance Harry Latif juga mengakui pertumbuhan kredit kendaraan listrik masih di bawah 1 persen. "Tapi kami yakin tahun depan market akan lebih besar," ujarnya pada Ahad, 13 November lalu. Menurut Harry, pembiayaan itu minim karena pemakaian kendaraan listrik baru berada di tahap awal.
Kecilnya angka penjualan kendaraan listrik, khususnya roda empat, terekam dalam data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia. Pada Januari-September 2022, baru ada 3.798 mobil listrik yang terjual. Penjualan 10 merek mobil listrik ini hanya 0,5 persen dari total penjualan kendaraan roda empat pada periode tersebut yang mencapai 758.216 unit. Dengan capaian tersebut, tentu saja porsi pembiayaannya relatif rendah jika dibandingkan dengan pembiayaan kendaraan bermotor biasa.
Padahal, kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, insentif untuk mendorong penjualan kendaraan listrik sudah terbit. Dia mengatakan sudah merilis surat edaran yang isinya mempermudah bank atau lembaga keuangan menyalurkan kredit kendaraan listrik. Contoh kemudahan itu berupa pelonggaran batas maksimum pemberian kredit, penurunan batas aset tertimbang menurut risiko hingga 25 persen, dan bunga yang rendah jika dibandingkan dengan kredit kendaraan konvensional. "Bank juga sebenarnya siap menyalurkan kredit itu," ucapnya kepada Tempo, Jumat, 18 November lalu.
Toh, bank selaku pemilik duit punya pertimbangan sendiri karena pada kenyataannya kelonggaran dari OJK belum banyak dimanfaatkan. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Pahala Mansury menyebutkan penyedia kredit, termasuk bank pelat merah, masih melihat berbagai faktor. Salah satunya nilai residual atau harga jual kembali kendaraan listrik yang belum terlihat. "Belum ketahuan likuiditasnya. Tapi, seiring dengan pertumbuhan pasar, pembiayaannya akan kami dorong," katanya pada Rabu, 9 November lalu.
Ini pula yang membuat produsen galau. Direktur Utama VKTR Gilarsi Setijono mengatakan produksi hingga penjualan kendaraan listrik sangat bergantung pada pembiayaan. Sedangkan lembaga pembiayaan masih harus melihat pasar dari produk ini. "Jadinya seperti ayam dan telur, mana yang harus lebih dulu," tuturnya.
***
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo