Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH tugas tim gabung-an pencari fakta (TGPF) bentukannya berakhir, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian membentuk tim teknis pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pada Kamis, 1 Agustus lalu. Pembentukan tim ini merupakan rekomendasi tim gabungan. Terdiri atas 120 personel, tim dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Idham Azis, yang sebelumnya memimpin TGPF. Presiden Joko Widodo memberi tenggat tiga bulan kepada Jenderal Tito menuntaskan kasus teror terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi itu. Sudah hampir dua puluh delapan bulan sejak penyiraman, polisi tak kunjung menangkap pelakunya.
Tempo sudah mengajukan wawancara kepada Tito, tapi bekas Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya itu tak meresponsnya. Sepanjang pekan lalu, wartawan Tempo mencoba menemui Tito di kantornya, tapi ia tak pernah ada di tempat. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal, Tito sedang ada rapat analisis dan evaluasi bersama semua kepala polda di Manado dan tak bisa diwawancarai. Iqbal lalu menugasi Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo untuk menerima Mustafa Silalahi dan Linda Trianita dari Tempo pada Jumat, 2 Agustus lalu.
Apa tanggapan Kepala Polri soal hasil penelusuran tim gabungan pencari fakta?
Beliau mengapresiasi temuan H2SO4 yang ternyata tidak pekat, dan menemukan alasan kenapa menggunakan asam sulfat yang tidak pekat lewat hasil psikologi. Ini akan menjadi petunjuk penting bagi tim teknis bekerja.
Tapi tim gabungan tidak berhasil meng-ungkap pelaku penyiraman?
Terus terang saja, dari awal barang bukti di lokasi kejadian cukup minim. Rekaman kamera pengawas (CCTV), misalnya, tidak secara jelas bisa memotret wajah pelaku. CCTV di sekitar lokasi juga sama, resolusinya sangat rendah.
Itu juga yang akan menjadi kendala tim teknis untuk mengungkap kasus ini?
Tim teknis akan bekerja dengan lebih dalam dengan sudut pandang lebih luas. Jumlah personel tim ini 120 orang, terbesar yang pernah ada. Isinya juga lengkap dari berbagai satuan. Ada bagian tim surveilans, interogator, dan penggalangan dari Detasemen Khusus 88, yang akan melengkapi tim.
Apakah tim teknis akan menggunakan hasil penelusuran tim gabungan?
Hanya sebagai acuan. Hasil TGPF tidak pro justitia.
Sudah ada perkiraan soal motif penyerang-an Novel?
Dia sudah paham risiko pekerjaannya. Tiap penyidik pasti mengetahui potensi ancaman yang akan muncul dalam tiap kasus yang ditangani. Kami akan mempelajari enam kasus hasil rekomendasi TGPF yang terkait dengan Novel.
Soal dugaan kasus “buku merah” yang dikait-kaitkan dengan penyiraman?
Kami memastikan penyiraman Novel tidak berkaitan dengan buku merah. Kalau ada yang membuat framing soal itu, dia mungkin berhalusinasi. Kasus itu sudah selesai.
Kapolri pernah bertemu dengan Novel dan membicarakan soal pelaku penyiraman?
Saya tidak tahu kalau soal itu.
Novel juga bertemu dengan jenderal lain dan mendapatkan informasi soal ada ancaman?
Novel pernah menjalani Akademi Kepolisian. Jadi bertemu dengan senior itu wajar. Itu kan positif. Apalagi cuma komunikasi biasa saja.
Para pakar di tim gabungan sebagian besar adalah penasihat Kapolri. Padahal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memberikan rekomendasi kepada polisi agar membentuk tim independen?
Kapolri memilih mereka lewat mekanisme rapat, sesuai dengan masukan para pakar. Mereka yang dipilih pernah menjadi pemimpin di berbagai lembaga. Ada juga yang pernah terlibat berbagai tim pencari fakta. Jadi jam terbangnya tinggi dan berintegritas. Kemampuan akademisnya juga oke. Kalau ada pendapat tidak puas, silakan saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo