Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STUDIO Radio Sekolah Perempuan “Nina Bayan” itu berukuran 4 x 2 meter dengan sedikit teras di depannya. Mengudara sejak Januari 2021, stasiun radio komunitas yang semula digagas sebagai media berbagi informasi selama masa pandemi Covid-19 tersebut menempati ruangan rumah tahan gempa milik Saraiyah yang dibangun dari bantuan pemerintah. Rumah lama Saraiyah rusak karena gempa berkekuatan magnitudo 7,0 yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalam studio terpampang spanduk bertulisan ragam acara yang disiarkan setiap pekan. Di salah satu dindingnya terpampang sejumlah poster berukuran A3, berisi potret para penyiar berikut kutipan kalimat mereka tentang Radio Nina Bayan. Di dekat meja siaran ada beberapa pesawat radio penerima untuk memantau siaran serta sebuah kipas angin buat mengusir hawa panas dan gerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persis di sebelah kanan meja penyiar terdapat sebuah plakat besar tanda peresmian oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada 15 April 2021. Sayangnya, atap ruangan studio masih menggunakan bahan spandeks tanpa plafon. Selain membuat ruangan jadi cukup panas, atap bahan tersebut jika ditimpa air hujan menimbulkan suara berisik yang kerap mengaburkan suara penyiar.
Selain meja siaran yang lengkap dengan perangkat mikrofon, mixer suara, dan sebuah laptop, di ruangan studio itu terdapat sebuah sofa berikut bantal kecilnya. Sofa tersebut pemberian dari lembaga Institut Kapal Perempuan. “Sebelum menjadi stasiun radio, di sini sering dipakai menginap para korban KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) atau korban pernikahan anak,” ucap Saraiyah, Jumat, 16 Desember lalu.
Keberadaan Radio Nina Bayan tak lepas dari pandemi Covid-19 yang melanda sejak 2020. Pagebluk membuat Saraiyah dan anggota Sekolah Perempuan mati kutu. Keharusan menjalankan protokol kesehatan dengan pembatasan interaksi sosial membuat mereka tak leluasa berkumpul, menjalankan kegiatan seperti biasa. Saat itulah datang bantuan donatur dari Inggris untuk membuat Radio Sekolah Perempuan Darurat Siaga Covid-19. “Dari radio ini kami bisa terus saling berkomunikasi dan berkegiatan selama masa pandemi Covid-19,” kata Saraiyah.
Lokasi stasiun radio itu persis di depan rumah Saraiyah, bersebelahan dengan dapur. Ada 12 penyiar yang turut menghidupkan program siaran. Jika ada penyiar berhalangan hadir, Saraiyah harus siap mengudara. “Saya ndak pernah belajar jadi penyiar, tapi harus bisa ngisi semua acara,” ujarnya, kemudian terkekeh.
Ada 12 mata acara yang dipancarkan stasiun radio dengan frekuensi 107,7 MHz itu. Di antaranya Informasi Covid-19, Dunia Remaja, Gundem Nine (rembuk perempuan), Lapak Kita, Kelas Belajar SMP, Kelas Belajar SMA, dan Salam Sehat. Program Lapak Kita, misalnya, dimanfaatkan untuk menjadi media promosi berbagai barang jualan yang diproduksi anggota Sekolah Perempuan. Menurut Saraiyah, para perempuan di desanya tidak bisa berjualan langsung selama masa pandemi. Melalui acara Lapak Kita, komunikasi antara penjual dan pembeli dapat dijembatani.
Keberadaan Radio Nina Bayan juga mendukung perjuangan utama Saraiyah untuk memberdayakan perempuan; mencegah kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, hingga pernikahan anak. Ada ruang dialog yang selalu dibuka bagi pendengar, terutama kaum perempuan, yang ingin berkonsultasi tentang persoalan yang mereka hadapi. Sebagian ada yang menelepon dan berbicara melalui stasiun radio, melaporkan kejadian yang dilihat atau dialami. Namun ada juga yang langsung datang melapor ke studio Radio Nina Bayan.
Selain berguna bagi anggota Sekolah Perempuan, kehadiran Radio Nina Bayan banyak dirasakan manfaatnya bagi guru dan siswa yang tak bisa melangsungkan sekolah tatap muka. Kegiatan pembelajaran daring butuh biaya besar. Salah satunya untuk pembelian paket data Internet. Apalagi banyak orang tua memprotes karena dalam satu keluarga bisa membutuhkan lebih dari satu telepon seluler.
Daya jangkau siaran Radio Nina Bayan bisa mencapai desa-desa di Kecamatan Bayan. Untuk memudahkan penerimaan siaran, anak-anak yang berada di suatu wilayah yang berdekatan diberi bantuan radio penerima. “Anak-anak kami yang tidak memiliki fasilitas ponsel sangat merasakan manfaat stasiun radio ini,” kata Dina Erawati Kumala, salah seorang guru mata pelajaran ilmu pengetahuan alam untuk sekolah menengah atas yang turut menjadi penyiar di Radio Nina Bayan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo