Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bagaimana masyarakat di daerah Anda menyebut sepeda motor? Di beberapa wilayah di Tanah Air, orang-orang masih lazim menyebutnya dengan sebutan “Honda”. Padahal nama ini adalah sebuah merek dagang sepeda motor milik perusahaan otomotif asal Jepang, Honda Motor Company, Ltd.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbicara soal Honda, tepat hari ini, 5 Agustus 1991 atau 33 tahun silam, pendiri Honda, Soichiro Honda meninggal dunia. Ia berhasil mengukir namanya sebagai produsen sekaligus pencipta kendaraan bermotor yang dikagumi dunia. Begitulah narasi laporan Majalah Tempo edisi Sabtu 17 Agustus 1991, yang terbit setelah kepergiannya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Profesi pertamanya hanya sebagai pengasuh bayi. Pernah mendirikan pabrik gelang piston dan pabrik wiski. Ia meniti sukses dari anak tangga paling bawah. Bagi Soichiro Honda, tidak ada jenjang yang siap dilangkahi, tidak ada nama besar yang bisa dijadikan jaminan. Namanya besar sebagai seorang industrialis merangkap seorang penemu.
Semasa hidupnya, ia berjuang dan sukses mencantumkan nama Honda Motor sebagai satu dari 500 perusahaan terbesar di dunia. Sempat pula menggegerkan Amerika, ketika muncul sebagai perusahaan nomor tiga terbesar, setelah General Motors dan Ford. Prestasi itu dicapai hanya dalam 10 tahun, setelah membangun markas di Marysville-Ohio, dengan menggeser Chrysler.
Dilahirkan pada 1906 dalam keluarga tukang bengkel sepeda, ia merintis kariernya sejak berusia 15 tahun. Ketika itu, ia baru lulus SD dan bekerja di Art Shokai, sebuah bengkel mobil yang tidak sementereng namanya. Bukan bekerja sebagai asisten montir, atau alih-alih montir. Dia diperkerjakan sebagai pengasuh bayi majikannya.
Padahal saat itu statusnya sebagai anak magang. Barangkali karena Honda tak berpengalaman di bidang mobil. Maklum, kala itu di desa kelahirannya, Komyo, jarang ada mobil. Ia pun merasa muak dengan pekerjaan sebagai baby sitter itu. Beruntung tugas momongnya berakhir enam bulan kemudian.
Honda lalu diizinkan ikut bekerja di bagian reparasi. Pengetahuannya tentang mobil segera bertambah. Kendati siang hari sibuk bekerja di bengkel, malamnya dia belajar merakit mobil balap. Ini berkat dorongan Yuzo Sakakibara, si pemilik bengkel, yang gemar balapan.
Pada “proyek” pertamanya, ia memanfaatkan mesin pesawat terbang Curtis Wright, yang sudah tak dipakai tentara. Kecuali mesin, seluruh komponen mobil dibuat sendiri olehnya. Mobil rakitan itu berhasil keluar sebagai juara di berbagai perlombaan. Bahkan, pernah mencatat rekor tak terpecahkan selama seekade setelah Perang Dunia II, dengan kecepatan rata-rata 120 kilometer per jam.
Tapi sukses itu tak segera mengorbitkan Honda ke cakrawala industri otomotif Jepang. Pada 1937, ia sempat mendirikan Tokai Seiki, perusahaan yang membuat gelang piston. Namun, itu tak bertahan lama. Usai PD II, Honda menjual seluruh saham Tokai kepada Toyota Motor dengan harga 450 ribu yen.
Anehnya, dengan alasan ingin beristirahat sejenak, ia malah mendirikan pabrik wiski. Selama setahun, Honda, yang ketika itu berusia 39 tahun, terkenal sebagai penikmat hidup. Nyaris setiap malam, kerjanya bergadang, minum-minum, sambil mendengarkan petikan kecapi Jepang.
Baru pada 1946, Honda mendirikan Lembaga Penelitian Teknik Honda, yang menangani perbaikan mesin-mesin rusak akibat perang. Dua tahun berselang, dia merombak perusahaannya menjadi Honda Motor. Bersama mitra kerjanya Takeo Fujisawa pada 1949 ia berhasil meluncurkar sepeda motor 98 cc dengan nama Dream Type D.
Bisnis sepeda motor ini terus berkembang, seiring dengan berbagai percobaan yang selalu dibuat oleh Honda. Kendati demikian baru pada 1962 pabrik ini memulai kiprahnya di industri otomotif dengan meluncurkan truk ukuran ringan T-360, dan mobil sport S-360. Terobosan ini sekaligus membuat Honda Motor diperhitungkan sebagai industri otomotif.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | MAJALAH TEMPO
Pilihan Editor: Kisah Sukses Soichiro Honda, Lulusan SD Mendirikan Honda Motor