Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap program Kartu Prakerja dilanjutkan oleh presiden terpilih Prabowo Subianto di pemerintahan berikutnya. Airlangga mengungkap bahwa saat ini, hal itu masih perlu dibicarakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Insyaallah kita akan terus berupaya agar program yang sangat dirasakan manfatnya ini dapat berlanjut,” kata menteri itu di acara “Temu Alumni Prakerja” yang diadakan di gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat pada Kamis, 3 Oktober 2024.
Ketika ditanya tentang komitmen Prabowo melanjutkan program Kartu Prakerja dan apakah pemerintah telah mendiskusikan hal tersebut, ia berkata seluruh program nantinya akan dibahas karena telah tersedia porsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
“Hampir seluruh program itu nanti akan dibahas kemudian, karena memang di dalam APBN 2025 disediakan porsi untuk hal tersebut. Jadi masih perlu semua dibicarakan,” ujarnya saat konferensi pers usai acara.
Kartu Prakerja merupakan program bantuan pelatihan yang diadakan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk meningkatkan kompetensi kerja dan kewirausahaan. Program yang diluncurkan pada 2020 itu tidak hanya ditujukan untuk pencari kerja, tetapi juga pekerja yang ingin menambah kompetensi, pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), serta pelaku usaha mikro dan kecil.
Dalam sambutannya di hadapan para alumni Kartu Prakerja, Airlangga mengapresiasi capaian program itu, yang telah berlangsung di 514 kabupaten/kota dari 38 provinsi. Di seluruh Indonesia, jumlah total peserta Kartu Prakerja mencapai 18,9 juta orang.
“Program yang sangat besar. Tidak ada institusi mana pun yang bisa melakukan pelatihan kepada 18,9 juta orang dalam waktu kira-kira empat tahun,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Purbasari menjabarkan kelompok-kelompok yang mengikuti program Kartu Prakerja. Menurut catatannya, usia para peserta Kartu Prakerja mayoritas 18-35 tahun atau tergolong Generasi Z dan Milenial. Kelas ekonomi para peserta disebut inklusif, mencakup desil 1, calon kelas menengah, hingga kelas menengah.
Tingkat pendidikan peserta tercatat mayoritas SMA ke atas, dengan 51 persen peserta mengidentifikasi diri sebagai perempuan. Sebagian besar peserta dikatakan berasal dari pedesaan.
Denni mengungkap 55 persen dari seluruh peserta kini berstatus bekerja. “Sisanya menganggur. Dua bulan pasca menyelesaikan pelatihan, persentase yang bekerja naik dari 39 persen menjadi 55 persen,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini