Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah BUMN mulai mendatangkan bahan pangan impor.
Daging impor asal Brasil tiba di Pelabuhan Tanjung Priok.
Bulog masih sulit mendatangkan kedelai impor.
HAWA dingin langsung menguar ketika petugas Badan Karantina Pertanian membuka pintu kontainer milik PT Berdikari (Persero) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat, 16 Desember lalu. Peti kemas berukuran 20 kaki itu berisi daging sapi beku boneless atau tanpa tulang hasil impor Berdikari dari Brasil. Angin dingin dari peti kemas tersebut menjadi penyejuk di tengah panasnya udara Tanjung Priok siang itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah membuka peti kemas, dua petugas memeriksa data yang tercantum dalam kardus-kardus berisi daging beku. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Berdikari Harry Warganegara ikut masuk ke kontainer. Memakai sarung tangan karet, keduanya mengecek tumpukan kardus yang dingin. "Barang ini yang terakhir kali masuk tahun ini,” kata Harry kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak tiga hari sebelumnya, 30 kontainer berisi daging impor milik Berdikari tiba di Tanjung Priok. Potongan daging bagian knuckle atau paha sapi bagian atas itu, menurut Harry, akan dijual untuk memenuhi kebutuhan hari raya Natal dan tahun baru.
Sejak Maret lalu, Berdikari menjalankan penugasan dari Badan Pangan Nasional mengimpor 20 ribu metrik ton daging dari Brasil. Daging impor mulai masuk pada Juni hingga bulan ini. Selanjutnya, Berdikari menjual daging-daging tersebut ke distributor tingkat pertama dengan harga Rp 96 ribu per kilogram. “Hari ini langsung masuk ke gudang distributor,” ujarnya.
Hingga Kamis, 15 Desember lalu, sudah ada 699 kontainer yang mengangkut 19,467 ton daging sapi asal Brasil. Harry mengatakan jumlah tersebut setara dengan 97,34 persen kuota impor penugasan dari pemerintah kepada Berdikari. Menurut dia, Berdikari masih harus mengimpor 2.800 ton daging yang diperkirakan tiba di Tanah Air pada awal Januari 2023.
Bukan cuma Berdikari yang mengemban penugasan impor pangan. Pemerintah juga menugasi Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik mengimpor daging kerbau hingga 100 ribu ton. Arief Prasetyo mengatakan Bulog hampir merampungkan penugasan tersebut dengan mendatangkan 99.932 ton atau 99,93 persen kuota pada 8 Desember lalu.
Setelah daging impor ini tiba, Arief menjelaskan, stok daging sapi bisa mencukupi kebutuhan Natal dan tahun baru. Dia mengatakan Badan Pangan juga masih memiliki stok cadangan daging sapi yang disimpan Berdikari sebanyak 700 ton dan 12 ribu ton di gudang Bulog. "Ada pula 400 ton di Dharma Jaya,” ucap mantan Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) itu. Dharma Jaya adalah perusahaan milik pemerintah DKI Jakarta. Daging beku menjadi alternatif jika stok daging segar yang diperoleh dari rumah potong hewan mulai menipis.
Arief pun meminta masyarakat tak khawatir terhadap stok daging. Badan Pangan Nasional, menurut dia, sudah menghitung dan memantau ketersediaan daging selama satu tahun lewat Prognosa Neraca Pangan Nasional yang disusun untuk periode Januari-Desember 2022.
Sampai akhir tahun ini masih ada persediaan daging sapi dan daging ruminansia lain seperti kerbau sebanyak 60 ribu ton. Stok ini di luar daging impor. “Tahun ini nyaris tidak ada masalah dengan daging karena neraca komoditas sudah diatur sedemikian rupa, termasuk izin impor di awal, sehingga harga daging cenderung stabil,” tutur Arief.
Dengan pasokan ini, Badan Pangan Nasional menjalankan Gelar Pangan Murah (GPM) bersama pemerintah daerah, Bank Indonesia, perusahaan milik negara di sektor pangan, dan perusahaan swasta.
Pada Selasa-Rabu, 13-4 Desember lalu, misalnya, Badan Pangan menggelar GPM di Kabupaten Bogor dan Kota Depok, Jawa Barat, dengan menjual beras, daging sapi, cabai, bawang, telur, daging ayam, gula, dan minyak goreng. Masyarakat mendapat subsidi harga Rp 1.000 per kilogram untuk setiap barang. Di Jakarta, GPM berlangsung sejak pekan pertama Desember lalu sampai Hari Natal dan tahun baru. “Setiap pekan pasti ada," kata Arief.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (tengah) bersama Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (kiri) dan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi (kanan) meninjau pembongkaran beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 16 Desember 2022. ANTARA/Galih Pradipta
Program serupa berjalan di wilayah lain, seperti di Kota Bandung, Kabupaten Jepara dan Kabupaten Sukoharjo di Jawa Tengah, Kabupaten Padang Sidempuan di Sumatera Utara, dan Kabupaten Maluku Tenggara di Maluku. GPM, Arief melanjutkan, melibatkan tim pengendali inflasi daerah dan dinas yang menangani masalah pangan sampai akhir tahun.
•••
MENJELANG Natal dan tahun baru, harga pangan terus menanjak. Data Badan Pangan Nasional pada 15 Desember 2022 menunjukkan harga beras medium naik 0,62 persen menjadi Rp 11.430 per kilogram, bawang merah naik 0,68 persen menjadi Rp 35.550 per kilogram, dan bawang putih naik 0,78 persen menjadi Rp 25.920 per kilogram. Harga bahan pangan yang masih harus diimpor juga melonjak. Harga kedelai impor, misalnya, naik 0,41 persen menjadi Rp 14.840 per kilogram dibanding pada hari sebelumnya. Sedangkan harga daging sapi naik 1,03 persen menjadi Rp 135.940 per kilogram.
Dalam Prognosa Neraca Pangan Nasional, Badan Pangan Nasional menyebutkan empat komoditas pangan yang membutuhkan pasokan impor dalam waktu dekat lantaran stoknya menipis. Daging satu di antaranya. Tiga lainnya adalah kedelai, bawang putih, dan gula. Dari keempat komoditas tersebut, Arief Prasetyo menyatakan stok kedelai paling kritis. Pada 25 November lalu, Badan Pangan menghitung stok kedelai di akhir Desember tersisa 58.708 ton atau hanya cukup untuk pekan terakhir menjelang pergantian tahun. Sedangkan kebutuhan kedelai rata-rata 245 ribu ton per bulan.
Dampak kelangkaan kedelai mulai dirasakan para perajin tahu-tempe. Mereka nelangsa lantaran kenaikan harga kedelai diiringi melejitnya harga bahan baku lain. Menurut Sekretaris Jenderal Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Hugo Siswaya, harga kedelai di tingkat perajin tahu-tempe sudah mencapai Rp 14.200 per kilogram. Angka ini naik 14,51 persen jika dibanding pada akhir September 2021. “Kenaikan harga mungkin sudah lebih tinggi di daerah pelosok karena faktor biaya angkutan,” ujar Hugo kepada Tempo.
Untuk menyiasati kenaikan harga, sejumlah perajin tahu-tempe, menurut Hugo, mengurangi produksi hingga 50 persen. Dampaknya adalah pasokan tempe dan tahu menipis di pasar sehingga harganya melambung. Kosasih, pedagang di Pasar Citeureup, Kabupaten Bogor, mengatakan, sebelum kenaikan harga tempe, banderol tahu lebih dulu naik. Saat ini harga tahu Rp 5.000 per bungkus, naik 20 persen daripada hari biasa. Menurut Kosasih, kenaikan harga tahu juga dipicu aksi mogok kerja para perajin yang memprotes melangitnya harga kedelai.
Pemogokan para perajin itu membuat pedagang kewalahan mencari pasokan tahu dan tempe. Kosasih mengaku sulit memenuhi kebutuhan pelanggannya yang mayoritas pedagang nasi dan gorengan serta pemilik rumah makan. Selain mogok kerja, Kosasih menambahkan, para perajin mengakali kenaikan harga dengan mengurangi ukuran tahu dan tempe. Sebagian terpaksa menaikkan harga tahu karena tak bisa mengubah ukuran cetakannya. Dampaknya, omzet pedagang seperti Kosasih ikut menciut dari Rp 5 juta per hari menjadi hanya separuhnya. "Mau bagaimana lagi, kondisinya seperti ini,” ucapnya, pasrah.
Pada awal November lalu, Menteri Perdagangan Zulfikli Hasan menyatakan harga kedelai naik lantaran Indonesia masih begitu bergantung pada impor dari Amerika Serikat. Menurut dia, angka pembelian kedelai pada siklus Juli-Agustus biasanya merosot. Kondisi kian sulit karena harga kedelai internasional naik. Pada Juni lalu, harga patokan kedelai internasional Chicago Board of Trade mencapai US$ 17,58 per bushel atau Rp 9.294 per kilogram. Di tengah kondisi ini, harga kedelai di tingkat koperasi produsen tahu-tempe Indonesia mencapai Rp 11.612 per kilogram.
Karena kurs rupiah lesu sejak awal tahun, harga kedelai impor berulang kali menyentuh level tertinggi. Pada 31 Januari lalu, harga kedelai mencapai Rp 12.600 per kilogram. Lima bulan kemudian harganya menjadi Rp 14.100 per kilogram. Harga kedelai kembali naik pada awal Juli menjadi Rp 14.200 per kilogram dan menembus Rp 14.300 pada akhir September.
Kenaikan harga tersebut berpengaruh pada harga tempe dan tahu. Pemerintah kemudian menugasi Bulog mengimpor 350 ribu ton kedelai. Perusahaan pelat merah itu bakal mengimpor kedelai dari Amerika Serikat dan Kanada dengan harga Rp 11 ribu per kilogram dan dijual di dalam negeri sebesar Rp 10 ribu. Selisih harganya akan ditanggung pemerintah. Dengan estimasi waktu perjalanan 40-50 hari, Zulkifli mengatakan, akhir bulan ini pasokan kedelai impor sudah tiba.
Tapi rupanya rencana itu tak semulus harapan. Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan sulit untuk mengimpor kedelai. "Kami berusaha bisa impor sendiri karena lebih murah, tapi persoalannya tidak mudah dapat izin karena ada ketentuan harus ada karantina dan lain-lain," tuturnya di Pelabuhan Tanjung Priok pada Jumat, 16 Desember lalu. Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional itu menyatakan sudah berupaya mengimpor kedelai dari beberapa negara. "Barangnya ada, tapi tak ada kepastian berangkat. Ini pengalaman buat saya, ternyata tidak semudah itu."
AL MURTADHO (BOGOR), RIANI SANUSI PUTRI, RIRI RAHAYU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo