Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Investor berskala global tengah mencari lokasi untuk membangun pabrik baru.
Indonesia berpeluang menjadi tujuan investasi asing.
KUHP yang baru disahkan dianggap ancaman oleh investor maupun wisatawan.
ADA peluang besar bagi Indonesia. Banyak korporasi berskala global mencari lokasi untuk pusat produksi yang baru. Mereka melakukan diversifikasi, memperbanyak sumber pasokan ataupun pabrik. Jika Indonesia berhasil menangkap investasi asing itu, sungguh besar manfaat yang bisa kita peroleh. Tak hanya memberi keuntungan finansial dari masuknya devisa, investasi langsung akan membawa transfer teknologi. Ratusan bahkan ribuan pemasok bisa mendapat order. Belum lagi lapangan kerja yang tercipta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apple Inc, misalnya, berniat mencari mitra di luar Cina. Selama ini pemasok utama Apple adalah Foxconn, perusahaan Taiwan yang memiliki pabrik di Zhengzhou, Cina. Fasilitas produksi yang dijuluki iPhone City ini sempat berhenti berproduksi, November lalu. Kebijakan tangan besi pemerintah Cina dalam penanganan wabah Covid-19 menimbulkan protes pekerja yang berbuntut bentrokan dengan polisi. Insiden inilah yang mendorong Apple mempercepat rencana diversifikasi produksi di luar Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lain lagi cerita Tesla yang ingin membangun pabrik berskala besar di luar Cina. Produsen mobil listrik asal Amerika Serikat itu sebetulnya baru saja menggandakan kapasitas produksi pabriknya di Shanghai, Cina, menjadi 1 juta unit per tahun. Namun, menimbang risiko jika hubungan Amerika Serikat dan Cina makin panas, Tesla sudah mencari negara lain sebagai lokasi pabrik mobil listrik berskala raksasa berikutnya.
Indonesia juga berpeluang mendapatkan investasi itu. Presiden Joko Widodo bahkan langsung ikut turun tangan membujuk Elon Musk, Chief Executive Officer Tesla, agar membangun gigafactory-nya di Indonesia. Jokowi mendatangi Musk di kantornya, Mei lalu. Cuma, persaingan akan berjalan ketat. Lobi langsung oleh pemimpin tertinggi negara juga dilakukan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol.
Mengingat manfaat investasi langsung dari perusahaan sekelas Tesla atau Apple yang begitu besar terhadap ekonomi, wajar saja jika persaingan untuk mendapatkannya berlangsung keras. Banyak negara berlomba menawarkan insentif, fasilitas, juga iklim bisnis yang mendukung masuknya investasi.
Dalam konteks ini, lahirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru sungguh menjadi sinyal buruk bagi calon investor. Tak sinkron dengan berbagai kebijakan Jokowi yang begitu terbuka terhadap masuknya investasi, pemerintah malah mendukung lahirnya undang-undang yang sangat kontroversial di mata investor asing itu.
Bagi pengusaha asing yang sudah lama berinvestasi dan tinggal di sini atau bahkan bagi turis asing yang cuma berkunjung, KUHP membawa risiko karena memungkinkan kriminalisasi terhadap hal-hal privat. Sekadar contoh, hubungan seksual suka sama suka dua orang dewasa bisa berubah menjadi kejahatan yang berujung hukuman penjara hanya karena ada laporan dari orang lain yang bisa saja direkayasa.
Ironisnya, Indonesia baru saja bersolek dengan biaya amat besar untuk tampil sebagai negara modern yang terbuka, ketika menjadi tuan rumah konferensi tingkat tinggi negara-negara G20. Dalam tempo sebulan, KUHP baru langsung mengubah wajah itu menjadi potret muram masyarakat konservatif yang enggan menerima perbedaan gaya hidup warga negara lain. Ada cap makin kuat tentang memburuknya kualitas demokrasi dan penegakan hak-hak asasi manusia. Di sini, paham yang berbeda sudah cukup untuk mengirim seseorang ke penjara.
Korporasi multinasional punya banyak pilihan tujuan investasi. Demikian pula wisatawan yang ingin membelanjakan uang untuk bersenang-senang. Prioritas mereka tentu bukan negara dengan sistem hukum yang bisa mengkriminalkan hal-hal privat atau gaya hidup. Jika di sini ada soal privat yang dianggap sebagai kejahatan, masih banyak negara lain yang tak mencampurinya.
Memang, belum bisa kita katakan dengan tegas sejauh mana undang-undang baru ini akan menghalangi masuknya investasi asing ke Indonesia. Tapi setidaknya ada tambahan faktor negatif bagi Indonesia yang masuk pertimbangan investor. Ketika kompetisi untuk memenangi investasi berjalan begitu ketat, tambahan satu catatan negatif saja tentu berisiko menghilangkan peluang mendapatkannya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo