Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Menanti Janji Abu Dhabi

Pertamina mengejar target penyelesaian proyek ekspansi kilang Balikpapan. Dibayangi ketidakpastian sumber pendanaan. 

15 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pertamina mengklaim pekerjaan proyek RDMP Balikpapan lebih cepat dari target.

  • Kepastian pembiayaan investasi proyek kilang masih tanda tanya.

  • Penjajakan digeber ke calon investor hingga perbankan.

BERDIRI di depan puluhan jurnalis yang berkunjung ke lokasi proyek refinery development master plan (RDMP) di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu, 8 Januari lalu, Nicke Widyawati mengumbar wajah semringah. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) itu mengumumkan kemajuan pekerjaan salah satu proyek jumbo yang digarap perseroan tersebut sudah 46,92 persen per akhir Desember 2021, sedikit melampaui target 45,54 persen. “Mulai Oktober 2023 akan ada pengurangan impor dari bahan bakar minyak sebesar 100 ribu barel per hari,” kata Nicke.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siang itu, pengerjaan proyek RDMP di kompleks Refinery Unit (RU) V Balikpapan tak berhenti. Kebanyakan pekerja mengenakan setelan kerja berkelir cokelat berpadu garis kuning di bagian pundak—berbeda dengan seragam biru-merah pekerja kilang Pertamina. Tulisan “JO” menandakan mereka dipekerjakan penggarap proyek, yaitu joint operation SK Engineering & Construction (Korea Selatan), Hyundai Engineering (Korea Selatan), PT Rekayasa Industri, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemajuan proyek RDMP Balikpapan ini pantas bisa membuat Pertamina sedikit bernapas lega. Sebelumnya, dalam rapat bersama direksi Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), medio November tahun lalu, Presiden Joko Widodo menyinggung realisasi proyek-proyek kilang Pertamina yang ia nilai lamban. Sebagai proyek strategis nasional, proyek kilang ini diminta segera kelar, antara lain untuk mengatasi besarnya defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi yang banyak disebabkan oleh besarnya impor minyak Indonesia.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (kedua kanan) meninjau proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur, Januari 2022. Pertamina.com

Selain di Balikpapan, ada empat proyek RDMP dalam program revitalisasi kilang yang menjadi tanggungan Pertamina, yakni di Cilacap, Jawa Tengah; Balongan, Jawa Barat; Dumai, Riau; dan Plaju, Sumatera Selatan. Selain menangani proyek pengembangan, Pertamina menukangi rencana pembangunan kilang baru (grass root refinery) di Tuban, Jawa Timur. Semua proyek ini diperkirakan menelan biaya investasi hingga US$ 43 miliar atau lebih dari Rp 615 triliun.

Sabtu siang, 8 Januari lalu, wujud konstruksi kilang pengembangan di sisi barat kompleks RU V Balikpapan mulai terlihat. Lima unit ketel uap menjulang tinggi tak jauh dari lokasi Nicke Widyawati dan rombongan jurnalis berdiri. Selesai dipasang pada akhir tahun lalu, ketel uap berkapasitas 263 ton per unit itu akan menunjang pengoperasian lima unit turbin uap, masing-masing punya daya terpasang 30 megawatt. Jika kelak beroperasi, pembangkit listrik ini akan membuat kilang Balikpapan merdeka dari pasokan setrum PLN.

Beberapa meter dari lima ketel uap itu juga telah berdiri tiga tangki berukuran jumbo. Namanya tangki umpan residual fluidized catalytic cracking (RFCC). Tangki pertama, D-320-12, punya kapasitas 37.306 meter kubik. Sedangkan kapasitas dua tangki lain, yakni D-320-02A dan D-320-02B, masing-masing 61.123 meter kubik.

Ketiga tangki tersebut direncanakan sebagai tangki hot vacuum residue untuk umpan unit RFCC, fasilitas yang akan mengolah minyak mentah jenis berat menjadi produk antara, seperti gas kering, raw polypropylene, elpiji, catalytic naphtha, light coker gas oil, slurry, dan cokes. Dari produk setengah jadi inilah dihasilkan produk siap pakai seperti diesel, gasolin, dan avtur. Semua proyek ini akan menambah kapasitas produksi kilang Balikpapan dari semula 260 ribu barel menjadi 360 ribu barel per hari.

Sambil menunggu sepaket unit RFCC jadi, Pertamina memfungsikan tiga tangki tersebut untuk transisi modifikasi tangki lama. “Produk dari RFCC baru ini akan memenuhi spesifikasi Euro V,” ujar Nicke. “Berat RFCC ini 3.400 ton. Itu milestone.”

•••

DI tengah optimisme Pertamina mempercepat pengerjaan proyek refinery development master plan Balikpapan, masih ada masalah yang mengganjal. Dana untuk membiayai seluruh pekerjaan belum sepenuhnya digenggam perseroan. Masalah ini masih membelit Pertamina kendati manajemen perusahaan minyak milik negara itu mengklaim sukses menekan biaya proyek dari estimasi awal US$ 9 miliar menjadi US$ 7,2 miliar—senilai Rp 102,9 triliun dengan kurs saat ini.

Proses penempatan equipment package untuk pembangunan Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) di RDMP Kilang Balikpapan, Juli 2021. Pertamina.com

Manajemen Pertamina kini tengah bernegosiasi dengan Mubadala, perusahaan investasi milik pemerintah Uni Emirat Arab yang sudah lama digadang-gadang akan menjadi mitra pemodal RDMP Balikpapan. Perseroan juga tengah berbicara dengan Lembaga Pengelola Investasi alias Indonesia Investment Authority untuk membahas urusan ini. “Saat ini dalam progres finalisasi key term,” tutur Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Djoko Priyono, Jumat, 14 Januari lalu.

Proses negosiasi ini merupakan kelanjutan dari perjanjian kerja sama dan kemitraan yang diteken Djoko Priyono, Chief Executive Officer Mubadala Mansour Mohamed Al Hamed, dan Wakil Ketua Dewan Direksi Lembaga Pengelola Investasi Arief Budiman di Dubai, 4 November 2021. Penandatanganan itu dilakukan bersamaan dengan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Uni Emirat Arab.

Hampir dua tahun sebelumnya, 12 Januari 2020, Pertamina dan Mubadala meneken perjanjian prinsip atau Refinery Investment Principle Agreement untuk mengkaji peluang kerja sama investasi di sektor pengolahan minyak. Penandatanganan perjanjian ini pun disaksikan Jokowi bersama Putra Mahkota Abu Dhabi yang juga Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Uni Emirat Arab, Syaikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan. Saat itu, Nicke Widyawati mengungkapkan, perjanjian prinsip ini diteken untuk melanjutkan proses kemitraan ke tahap uji tuntas dan negosiasi.


Terancam Kian Haus Minyak Impor

NERACA perdagangan minyak dan gas bumi Indonesia terus defisit, terutama disebabkan oleh tingginya angka impor minyak hasil pengolahan luar negeri. Selama bertahun-tahun, kapasitas kilang dalam negeri tak bertambah, memaksa negara ini terus mengimpor bahan bakar minyak untuk memenuhi konsumsi yang terus meningkat. Realisasi lifting minyak juga terus merosot, memperburuk kondisi ketahanan energi di sektor migas.

Dalam catatan PT Pertamina (Persero), kapasitas enam kilang yang kini dikelola PT Kilang Pertamina Internasional mencapai 998 ribu barel per hari. Kilang-kilang tersebut hanya bisa memproduksi BBM sebanyak 729-830 ribu barel per hari. Tanpa penambahan kapasitas kilang, baik berupa proyek pengembangan maupun pembangunan baru, ketergantungan Indonesia pada minyak impor bakal meningkat. Sebab, dalam sepuluh tahun ke depan, permintaan BBM diperkirakan terus melonjak hingga mencapai 1,55 juta barel per hari.

Senada dengan Djoko, Arief Budiman mengungkapkan bahwa negosiasi dengan Mubadala masih berlangsung. “Masih dalam tahap negosiasi terms and conditions,” kata Arief, yang pernah menjabat Direktur Keuangan Pertamina.

Jalan Pertamina untuk mencari pendanaan proyek RDMP Balikpapan sejak Mei 2019 memang berliku. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi urusan energi, 31 Mei 2021, Nicke menyebutkan pemilihan mitra investasi RDMP Balikpapan mengerucut pada dua lembaga. Selain Mubadala, GIC Pte Ltd digadang-gadang sebagai calon investor. Namun perusahaan pengelola dana investasi milik pemerintah Singapura itu belakangan mundur lantaran pembahasan tak menemukan kesepakatan.

Menurut Nicke, Pertamina mengincar calon mitra dari kalangan perusahaan investasi keuangan lantaran proyek telah memasuki tahap konstruksi. Dengan kondisi ini, Nicke menambahkan, Mubadala paling berpotensi karena sesuai dengan kriteria Pertamina. Selain berduit, Mubadala memiliki kompetensi teknis yang diharapkan dapat membantu Pertamina dalam urusan manajemen proyek.

Di tengah tak kunjung selesainya negosiasi dengan Mubadala, Pertamina tengah menjajaki peluang pinjaman perbankan dengan skema project financing. Pertamina juga mengajak perwakilan bank milik negara dan asing ketika meresmikan pemasangan regenerator untuk unit residual fluidized catalytic cracking, 28 Desember 2021.

Kala itu Direktur Keuangan PT Kilang Pertamina Internasional Fransetya Hutabarat mengatakan pendanaan perbankan paling efektif untuk menopang percepatan proyek. “Saat ini tahap pendanaan terus bergulir. Terdapat beberapa bank yang telah mengirimkan letter of interest,” ujar Fransetya dalam penyataan resmi perusahaan saat itu. “KPI sudah melakukan komunikasi intens ke Himpunan Bank Milik Negara serta beberapa bank asing.”

Salah satu bank asing yang dibidik adalah Exim Bank of Korea. Komunikasi perseroan dengan bank ekspor-impor asal Korea Selatan itu difasilitasi oleh Hyundai Engineering Co Ltd, perusahaan Korea yang juga menjadi bagian dari konsorsium penggarap proyek RDMP Balikpapan. “Saat ini in progress dengan export credit agency dari beberapa negara,” ucap Djoko Priyono.

Masalah pembiayaan proyek RDMP Balikpapan, menurut mantan Direktur Utama Pertamina, Ari Soemarno, terjadi karena proyek dibangun dulu tanpa memastikan sumber pendanaannya. Idealnya, kata dia, proyek dirancang dengan lebih dulu memastikan konsep atau struktur pembiayaannya. Penyandang dana biasanya ingin terlibat dalam desain proyek. “Bukan proyek sudah jalan, baru mencari mitra equity investor,” tutur Ari.

Dengan skema yang terbalik dari umumnya, Ari tak kaget jika Pertamina sulit mencari mitra investasi untuk RDMP Balikpapan. Apalagi sekarang tak mudah menjaring investasi untuk sektor minyak dan gas bumi. Tuntutan ekonomi hijau tengah menggeliat, memaksa pemilik modal berpikir panjang untuk menanamkan dananya ke sektor yang dianggap tak ramah lingkungan.

KHAIRUL ANAM
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus