Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Apa Dampak Peralihan Dana Muhammadiyah

Pengalihan dana Muhammadiyah bisa memicu pemerataan skala usaha bank syariah. BSI terlalu mendominasi industri bank syariah. 

16 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bank Muamalat dan sejumlah bank syariah lain akan menampung dana Muhammadiyah dari BSI.

  • BSI memiliki posisi dominan karena menguasai aset besar hingga sumber pendanaan murah.

  • OJK mendorong pemerataan persaingan bank syariah nasional.

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ketiban durian runtuh. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta Bank Muamalat menampung dana mereka yang dipindahkan dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk. "Muhammadiyah sebetulnya sudah lama menjadi nasabah Bank Muamalat dan kini hendak menambah simpanannya," kata komisaris Bank Muamalat, Andre Mirza Hartawan, bercerita kepada Tempo, Rabu, 12 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dana kaget untuk Bank Muamalat ini adalah buntut surat PP Muhammadiyah pada 30 Mei 2024 kepada semua pengelola unit bisnis dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Dalam surat itu, PP Muhammadiyah meminta relokasi dana simpanan dan pembiayaan yang sebelumnya terkonsentrasi di Bank Syariah Indonesia (BSI) ke bank syariah lain, yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, bank syariah daerah, dan bank-bank lain yang selama ini telah bekerja sama. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beredar informasi yang menyebutkan dana simpanan semua unit bisnis dan AUM Muhammadiyah yang ditarik dari BSI mencapai Rp 13-15 triliun. Namun, menurut Andre, dana yang dipindahkan tidak sebesar itu. “Rp 13 triliun itu mungkin dana Muhammadiyah di semua bank di Indonesia, termasuk di Bank Muamalat,” tutur Andre, yang enggan merinci nilai dana yang kini berlabuh di Bank Muamalat. “Jumlahnya cukup signifikan.” 

Dalam laporan keuangan kuartal I 2024, total dana pihak ketiga (DPK) Bank Muamalat tumbuh 1,3 persen menjadi Rp 46,1 triliun. Dalam rinciannya, segmen simpanan dana murah dari tabungan dan giro atau current account saving account (CASA) menjadi penopang utama DPK dengan tingkat pertumbuhan 11,7 persen. Adapun simpanan berupa giro tumbuh 39,4 persen. 

Komisaris Bank Muamalat Andre Mirza Hartawan. essa.id

Ihwal alasan menarik dana dari BSI, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan perlu ada komitmen untuk mendukung persaingan sehat di industri bank syariah nasional. Selain itu, dia menambahkan, Muhammadiyah perlu menata keuangan, terutama mengenai penempatan dana dan pembiayaan.

Menurut Anwar, dana Muhammadiyah terlalu banyak ditempatkan di BSI sehingga secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi. Muhammadiyah juga menganggap bank syariah lain tak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan BSI, baik untuk penempatan dana maupun pembiayaan. “Bila hal ini terus berlangsung, persaingan di antara perbankan syariah tidak akan sehat," ucapnya pada Rabu, 5 Juni 2024.

BSI selama ini ikut diuntungkan dengan tebalnya simpanan dana AUM Muhammadiyah yang kebanyakan berada di giro dan simpanan dengan akad mudarabah dan wadiah. Dengan dana murah dari Muhammadiyah, rasio CASA BSI pada kuartal I 2024 mencapai Rp 178,9 triliun atau 60,86 persen dari total DPK Rp 294 triliun. Rasio dana murah itu jauh melampaui bank syariah lain, seperti Bank Muamalat yang sebesar Rp 23,4 triliun dari total DPK Rp 47,6 triliun.

•••

BANK Syariah Indonesia punya posisi dominan dalam industri perbankan syariah nasional. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan pada kuartal I 2024, total dana pihak ketiga BSI sebesar Rp 294 triliun atau 43 persen dari DPK bank umum syariah dan unit usaha syariah nasional. Dalam hal penyaluran pembiayaan, BSI mengalirkan dana Rp 247,16 triliun atau 42 persen dari pembiayaan bank umum syariah dan unit usaha syariah nasional.

Sekretaris Perusahaan BSI Wisnu Sunandar mengatakan, pada kuartal I 2024, tingkat pertumbuhan pembiayaan perseroan mencapai 15,89 persen. Capaian ini berkontribusi pada laba bersih yang naik 17,08 persen menjadi Rp 1,71 triliun. Ini adalah angka tertinggi di industri perbankan syariah nasional. Dana murah yang tebal serta pembiayaan yang ekspansif menjadikan posisi rasio pembiayaan terhadap simpanan atau financing to deposit ratio BSI mencapai 83,05 persen. “Ini menunjukkan likuiditas BSI tergolong ample (cukup),” katanya pada Kamis, 13 Juni 2024. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae mengatakan pemerataan skala usaha menjadi perhatian OJK dalam pengaturan industri bank syariah. Menurut dia, industri bank syariah belum cukup besar jika dibandingkan dengan bank konvensional. Saat ini pangsa pasar bank syariah berada di kisaran 7-8 persen. "Ini memerlukan kerja sama yang cukup baik antara bank, nasabah, dan semua pihak terkait,” ujarnya. 

Karena itu, OJK berkepentingan menata struktur pasar perbankan syariah, termasuk untuk menghindari dominasi entitas tertentu. Data OJK menyebutkan saat ini ada 14 bank syariah dan 32 unit usaha syariah di Indonesia. 

Dari sisi aset, BSI melesat jauh dengan menjadi satu-satunya bank syariah beraset total di atas Rp 300 triliun. Pesaing terdekatnya adalah Bank Muamalat dengan aset senilai Rp 64,9 triliun dan CIMB Syariah yang beraset Rp 62,74 triliun. Nilai aset bank lain di bawah Rp 40 triliun. “Kami menilai struktur pasar ini belum ideal karena hanya didominasi satu bank syariah besar,” ucap Dian. Karena itu pula OJK mendorong rencana konsolidasi antarbank ataupun unit usaha syariah. “Harapannya, industri bank syariah dapat memiliki dua atau tiga bank berskala besar yang lebih kompetitif.”

BSI, bank hasil merger tiga bank syariah pelat merah pada 2021, menguasai 40 persen dari total aset perbankan syariah nasional. Nilai aset BSI pada kuartal I 2024 mencapai Rp 358 triliun. Dengan aset sebesar itu, BSI bakal tahan terhadap guncangan, termasuk ketika menghadapi sentimen dari penarikan dana besar-besaran Muhammadiyah.

Direktur Indonesia Development and Islamic Studies Yusuf Wibisono mengatakan langkah Muhammadiyah, meski tak akan mengubah situasi secara drastis, setidaknya membuat persaingan industri perbankan syariah lebih sehat. “Dengan posisi yang sangat dominan, reputasi perbankan syariah nasional menjadi sangat bergantung pada BSI,” tuturnya.

Misalnya ketika BSI mengalami kelumpuhan sistem atau down system hingga hampir satu pekan pada 2023. Peristiwa itu menjadi preseden buruk bagi industri perbankan syariah nasional. “Pemerintah dan OJK harus secepatnya melakukan langkah afirmatif untuk menghadirkan pesaing BSI yang kompetitif,” kata Yusuf. 

Sedangkan Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam mengatakan bank dan unit usaha syariah lain perlu lebih berusaha untuk bersaing dengan BSI. Dengan kekuatan rasio dana murah, BSI memiliki struktur pendanaan yang kuat sehingga biaya dana bisa lebih efisien. “Dengan basis nasabah yang lebih luas, CASA lebih besar, dan cost of fund rendah, margin bunga bersih bisa lebih lebar,” ucapnya. Hal ini menjadi tantangan bagi industri perbankan syariah untuk terus meningkatkan kepercayaan nasabah guna mengerek jumlah simpanan, khususnya tabungan dan giro. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Khairul Anam berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Agar Persaingan Seimbang"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus