Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Asa Baru Dieng-Patuha

Geo Dipa bersiap melanjutkan pengembangan pembangkit di Dieng dan Patuha. Setelah lebih dari dua dekade proyek mangkrak akibat sengketa dan seretnya dana.

5 September 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rencana Geo Dipa setelah mengantongi komitmen pembiayaan ADB.

  • Dua wilayah kerja panas bumi yang mati suri.

  • Pengembangan tak berhenti di Dieng 2 dan Patuha 2.

RIKI Firmandha Ibrahim kini bungah. Ia hakulyakin bisa membangunkan lagi proyek pengembangan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Dieng dan Patuha, di Jawa Tengah dan di Jawa Barat, yang hampir tiga dekade tidur panjang. Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) itu mulai bersiap merevitalisasi aset di dua wilayah kerja dengan total potensi energi geotermal sebesar 800 megawatt tersebut. Turbin uap baru (retrofitting) dengan teknologi Jepang juga akan dipasang pada unit pembangkit yang ada. “Turbinnya saja saya mau ganti, tapi casing-nya enggak,” kata Riki kepada Tempo, Jumat, 28 Agustus lalu.

Seretnya duit, yang beberapa tahun terakhir menjadi penghambat pengembangan WKP Dieng dan Patuha, tidak lagi menjadi persoalan. Kans Geo Dipa merealisasi rencana lamanya kembali terbuka setelah mendapat kepastian pendanaan senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,4 triliun dari Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng 2 dan PLTP Patuha 2, masing-masing berkapasitas 55 megawatt. ADB juga akan mengelola alokasi pinjaman sebesar US$ 35 juta dari Clean Technology Fund.

Perjanjian kredit itu diteken pada Rabu, 19 Agustus lalu, bersamaan dengan penandatanganan akad antara ADB dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), perusahaan di bawah Kementerian Keuangan yang bertugas menjamin proyek-proyek infrastruktur pemerintah.

Pada saat yang sama, PII dan Geo Dipa menandatangani penandatanganan perjanjian pelaksanaan penjaminan untuk dua proyek pembangkit dengan estimasi kebutuhan investasi sebesar US$ 469,2 juta tersebut. Pinjaman ADB memang tak bisa dilepaskan dari Kementerian Keuangan, lewat PII, yang akan menjamin segala risiko gagal bayar Geo Dipa di masa mendatang. Nilainya sekitar Rp 6,12 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero), Riki Firmandha Ibrahim di kantor Geo Dipa Energi, Jakarta, Jumat, 28 Agustus 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur ADB untuk Indonesia, Winfried F. Wicklein, menyebutkan bantuan penjaminan tersebut sejalan dengan sasaran jangka panjang Indonesia untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya energi dalam negeri, menambah bauran energi, serta memastikan keberlanjutan lingkungan. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mengembangkan potensi energi geotermal untuk menopang komitmen Indonesia mengurangi emisi karbon sesuai dengan Kesepakatan Paris dalam Konvensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC-COP 25).

Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Meirijal Nur, mengatakan pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi sebesar Rp 3,1 triliun. Selain itu, ada dana hibah dari Bank Dunia, yakni senilai US$ 55 juta untuk program Geothermal Energy Upstream Development Project dan US$ 197,5 juta buat Geothermal Resource Risk Mitigation, yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). “Maksimal fasilitas pendanaan yang bisa didapatkan satu proyek sebesar US$ 30 juta,” ujar Meirijal, Kamis, 3 September lalu.

Penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk proyek eksplorasi panas bumi, menurut Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ida Nuryatin Finahari, merupakan salah satu bentuk keterlibatan pemerintah. “Pengembangan energi terbarukan masih mahal karena banyak tantangannya. Pemerintah sudah mau mulai, khususnya untuk panas bumi," tutur Ida.

Sesuai dengan peta jalan pengembangan energi baru dan terbarukan, pemerintah menargetkan pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi mencapai 8 gigawatt pada 2030. Hingga semester I 2020, kapasitas terpasang PLTP hanya 2,1 gigawatt. “Kami berharap tidak sampai 2045, di 2030 mencapai target 8.000-an megawatt,” ucapnya.

•••

WILAYAH Kerja Panas Bumi Dieng dan Patuha memang punya sejarah panjang yang kelam. Pemerintah menghentikan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi ini akibat krisis keuangan pada 1997, tiga tahun setelah pembangunan dimulai oleh dua perusahaan asal Amerika Serikat, Himpurna California Energy Ltd (HCE) dan Patuha Power Ltd (PPL). Keputusan itu berujung di Arbitrase Internasional, yang memaksa pemerintah membayar US$ 261 juta kepada Overseas Private Investment Corporation, lembaga yang menanggung risiko kerugian HCE dan PPL.

Setelah pembayaran denda itu, semua aset HCE dan PPL diserahkan kepada Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara, yang kemudian membentuk perusahaan patungan PT Geo Dipa Energi pada 2002. Belakangan, pada 2011, Geo Dipa ditetapkan menjadi badan usaha milik negara di bawah Kementerian Keuangan.

Rencana mengoptimalkan potensi energi geotermal di Dieng dan Patuha, masing-masing 400 megawatt, kembali terhambat di tangan Geo Dipa. Dua windu terakhir, proyek ini praktis hanya ramai di pengadilan akibat sengketa antara Geo Dipa dan PT Bumi Gas Energi, perusahaan yang pada 2002 memenangi lelang pembangunan PLTP Dieng 2 x 60 megawatt dan PLTP Patuha 3 x 60 megawatt. Reli panjang gugatan perdata ini baru berakhir tahun lalu setelah Mahkamah Agung menguatkan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang menyatakan Bumi Gas Energi melakukan wanprestasi.

Pada masa itu, PLTP Dieng 2 dan Patuha 2 sebenarnya menjadi bagian dari proyek ketenagalistrikan 10 ribu megawatt era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Para masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, proyek ini juga menjadi program strategis nasional, terutama dalam program pembangkit 35 ribu megawatt. Reli panjang di pengadilan dengan kontraktor lama bukan satu-satunya persoalan. Masalah lain sudah lama tak terselesaikan: tersendatnya pembiayaan.

Hingga saat ini, Geo Dipa baru memiliki PLTP Dieng 1 berkapasitas 55 megawatt di WKP Dieng, Jawa Tengah. Adapun PLTP Patuha 1 berkapasitas 60 megawatt. Tahun lalu, Geo Dipa memulai pembangunan PLTP Dieng Small Scale berkapasitas 10 megawatt yang ditargetkan bisa beroperasi secara komersial pada akhir 2020.

Bagi Riki Firmandha, kepastian pendanaan dari ADB menjadi harapan baru untuk melanjutkan rencana lama membangun unit-unit pembangkit baru dalam lima tahun ke depan. Riki menuturkan, Geo Dipa akan bersiap mengebor 10 sumur baru di proyek Dieng 2 dan 12 sumur di Patuha 2 pada pertengahan 2021. Riki menargetkan dua proyek ini kelar dua tahun berikutnya. “Harapan saya, Dieng 3 dan Dieng 4 sudah dibangun pada 2025. Pada 2022-2023, saya (berharap) sudah dapat duitnya," kata Riki.

Bukan tak mungkin asa itu terkabul. ADB sudah menyalakan sinyal bahwa mereka tak akan berhenti di proyek Dieng 2 dan Patuha 2. Modal pinjaman berikutnya, sekitar US$ 300 juta, akan disiapkan untuk proyek-proyek lanjutan, setidaknya pada 2025.

AISHA SHAIDRA | RETNO SULISTYOWATI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus