Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAYU Krisnamurthi memikul beban berat. Menjabat Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) mulai 1 Desember 2023, Bayu langsung menghadapi masalah pasokan dan harga beras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berawal dari beras komersial yang lenyap di toko retail, kini beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) langka dan mahal. Kondisi ini diperparah penyimpangan dalam distribusi beras SPHP, seperti yang ditemukan tim Tempo. Melalui surat bertanggal 1 Maret 2024, Bayu menjawab pertanyaan yang dilayangkan Tempo. Berikut ini petikannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana upaya Bulog menambah stok beras?
Bulog menambah stok di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dan bekerja sama dengan PT Food Station di Jakarta melalui stok beras SPHP ataupun beras premium (komersial). Cara ini mampu menaikkan stok beras di PIBC dari 30 ribu ton menjadi 37 ribu ton.
Beras SPHP langka di toko retail, apa penyebabnya?
Panen gabah masih terbatas. Harga menjadi mahal sesuai dengan hukum supply-demand. Ketika gabahnya mahal, beras menjadi mahal. Ada peraturan mengenai harga eceran tertinggi (HET) Rp 13.900 per kilogram. Peretail modern takut menjual beras di atas HET karena urusan hukum. Akibatnya peretail modern tidak membeli beras yang ada karena takut melanggar sehingga rak-raknya kosong. Rak-rak yang kosong itu pemerintah isi dengan beras SPHP. Bulog menyampaikan beras SPHP ke distribution center retail modern.
Dengan harga gabah yang diperkirakan mentok di kisaran Rp 6.500 per
kilogram, apakah Bulog akan mengusulkan evaluasi harga pembelian pemerintah (HPP)?
Kebijakan HPP sepenuhnya kewenangan pemerintah dalam menjaga nilai jual
petani. Yang dapat dilakukan Bulog adalah memantau perkembangan harga gabah di petani dan luas area panen sebagai potensi untuk menyerap gabah dan beras dalam negeri.
Bagaimana proyeksi Bulog terhadap harga beras ke depan? Kapan bisa normal kembali?
Masyarakat tidak perlu khawatir. Saat ini sudah mulai panen di beberapa daerah produsen. Kami berharap panen mampu menambah pasokan ke pasar sehingga harga gabah dan beras akan turun. Di beberapa pasar besar, harga mulai turun.
Kami menemukan fakta penyimpangan distribusi beras SPHP. Misalnya, untuk mendapatkan beras SPHP, pedagang harus menjadi anggota paguyuban dengan membayar Rp 250 per kilogram. Lantas untuk mengeluarkan beras dari gudang Bulog harus membayar lagi Rp 200 per kilogram. Apa tanggapan Anda?
Apabila ada pelanggaran oleh jaringan eksternal, dilakukan tindakan dan diberi sanksi, termasuk dengan tidak memberikan kembali beras SPHP (blacklist). Kami juga tidak sungkan menindak pegawai ataupun mitra Bulog yang melakukan penyimpangan distribusi beras SPHP, bila memang teridentifikasi.
Sejauh mana kesiapan cadangan stok beras untuk periode Ramadan dan Idul Fitri?
Stok beras Bulog cukup. Cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog cukup. Dengan panen dan penugasan impor, stok CBP akan terus bertambah.
Presiden Joko Widodo menyatakan 22 negara mengerem impor beras karena krisis pangan. Bagaimana dampaknya pada Indonesia dan apa solusinya?
Hampir semua negara penghasil beras di Asia Tenggara juga mengalami penurunan produksi padi karena El Niño, selain akibat harga pupuk yang mahal. Untuk itu, diperlukan kolaborasi pemegang kebijakan di pihak pemerintah, swasta, dan institusi akademik. Bulog mengantisipasi dengan terus menjalin kerja sama dengan semua negara produsen beras.
Bagaimana rencana Bulog merealisasi kuota impor 3,6 juta ton tahun ini?
Penugasan impor dari pemerintah 3,6 juta ton, tapi eksekusinya sesuai dengan kebutuhan untuk penyaluran bantuan pangan, SPHP, dan keperluan lain pemerintah, termasuk menyediakan stok akhir tahun di atas 1,2 juta ton. Apabila jumlah produksi dalam negeri meningkat, Bulog pasti akan mengutamakan penyerapan dalam negeri. Impor tetap dilakukan secara bertahap dan terukur, dengan tetap memperhatikan masa panen dan neraca pangan perberasan. Kami juga diawasi Badan Pemeriksa Keuangan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Gabah Mahal, Beras Jadi Mahal"