Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Bagaimana Pabrik Beras Berebut Gabah

Pabrik beras berebut gabah hasil panen. Perusahaan besar jadi penentu harga gabah. 

3 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur memasuki masa panen.

  • Harga gabah petani bercokol di level tinggi karena terjadi perebutan pasokan.

  • Bulog masih menahan pembelian gabah karena harganya masih di atas HPP.

KERAMAIAN panen terasa di Desa Gajah, Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Mesin-mesin pemanen padi tampak menyisir persawahan di kawasan tersebut. Di pematang sawah, beberapa pria bersepeda motor lalu-lalang mengangkut karung berisi padi menuju jalan raya kecamatan. Di tepi jalan kecamatan, padi hasil panen ditimbang oleh penebas—orang yang sudah memborong hasil tanaman sebelum dipetik. Penebas akan membawa gabah ke penggilingan untuk diolah menjadi beras.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ngadimin, penebas di Desa Gajah, mengatakan harga gabah pada pekan terakhir Februari 2024 sebesar Rp 7.200 per kilogram, turun ketimbang dua pekan lalu yang mencapai Rp 8.200-8.300 per kilogram. Meski begitu, Ngadimin menambahkan, harga pada masa panen kali ini lebih tinggi ketimbang pada tahun-tahun sebelumnya. "Biasanya paling tinggi Rp 5.000 per kilogram," ujarnya pada 28 Februari 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tingginya harga gabah disebabkan oleh panen yang masih terbatas. Selain itu, terjadi perebutan pasokan antara penggilingan dan pabrik. Risma, pengusaha penggilingan padi di Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak, menyebutkan pada masa panen kali ini harga gabah tinggi lantaran ada pembeli yang menawarnya tinggi. Menurut dia, bukan hanya pengusaha lokal, banyak perusahaan dari wilayah lain yang berebut pasokan. "Mereka berani beli lebih tinggi," katanya.

Penggilingan padi di Desa Mojodeso, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, 2 Maret 2024. Tempo/R Widiatmiko

Risma memberi contoh, ketika penggilingan asli Demak menawar gabah Rp 7.300 per kilogram pada masa panen kali ini, perusahaan dari luar daerah berani membayar Rp 7.400 per kilogram. Namun hal itu tidak membuat Risma dan para pengusaha lokal lain gentar. Mereka tetap mau membeli dengan harga tinggi lantaran tidak perlu mengeluarkan ongkos angkut sebesar biaya pengusaha dari luar Demak. Masalahnya, perebutan gabah ini akan mengerek harga beras.

Harga gabah yang lebih murah didapati di Bojonegoro, Jawa Timur. Berdasarkan pantauan Tempo, harga gabah kering panen di tingkat petani Rp 6.500 per kilogram, turun dibanding pada beberapa pekan sebelumnya yang mencapai Rp 7.000 per kilogram. Namun angka ini masih di atas harga rata-rata panen tahun lalu yang sebesar Rp 4.500 per kilogram. 

Gabah-gabah ini pun sudah diincar tengkulak dari Bojonegoro, Surabaya, Sidoarjo, dan beberapa kota lain di Jawa Timur. Karena itu, menurut Sekretaris Kelompok Tani Karya Tirta Kecamatan Kapas, Anom Saputro, penjualan hasil panen kali ini mudah saja. "Pengusaha datang sendiri ke daerah yang sedang panen," tuturnya. Anom meyakini masa panen akan mencapai puncaknya pada Maret 2024.

Berdasarkan catatan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), ada beberapa sentra produksi beras yang telah memasuki masa panen. Di antaranya Aceh dan beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti Sragen, Blora, dan Pati. Ihwal hasil panen, data Kerangka Sampel Area Badan Pusat Statistik yang diolah Badan Pangan Nasional menyebutkan potensi produksi beras pada Maret mencapai 3,51 juta ton. Angka tersebut naik ketimbang pada Januari dan Februari yang sebesar 0,91 juta ton dan 1,39 juta ton. Dengan hitungan tersebut, Indonesia bakal mencatatkan surplus 0,97 juta ton beras setelah dua bulan mengalami defisit. 

Kondisi ini, menurut Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso, mulai menurunkan harga gabah. Namun dia tak yakin turunnya harga bakal mencapai batas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 5.000 per kilogram. Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) itu memperkirakan harga gabah maksimum turun 20 persen dari titik puncak sekitar Rp 8.000 per kilogram. Selain disebabkan oleh biaya produksi yang tinggi, kenaikan harga dipicu aksi perusahaan besar yang memborong gabah dengan harga tinggi.  

Menurut Sutarto, perebutan gabah pada masa panen lazim terjadi lantaran jumlah produksi tak sebanyak kebutuhan. Perpadi mencatat jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak 169 ribu pabrik dan memerlukan gabah 225 juta ton per tahun. Tapi saat ini jumlah produksi gabah hanya 53 juta ton. Munculnya pabrik beras bermodal besar membuat persaingan makin ketat. Pabrik-pabrik itu menjadi pembentuk harga di pasar, terutama setelah mereka bekerja sama dengan penebas atau tengkulak hingga pemanen. "Mereka berani membeli tanpa melihat HPP dan HET (harga eceran tertinggi)," kata Sutarto. 

Perebutan gabah yang menyebabkan persaingan harga antara penggilingan kecil dan besar menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Persoalan itu mengemuka dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) KPPU dengan para pemangku kepentingan pada 28 Februari 2024. Lembaga antimonopoli itu pun kini memutuskan membentuk tim khusus untuk mengusut persoalan tingginya harga beras.

Toh, bukan cuma perusahaan penggilingan alias pabrik beras yang berebut gabah. Bulog juga mulai berburu gabah dan beras lokal, meski pada awal masa panen perusahaan pelat merah itu masih belum mulai menyerap hasil panen petani yang harganya masih di atas HPP. Kepala Cabang Bulog Subdivisi Regional Bojonegoro Ferdian Dharma memperkirakan Bulog baru bisa membeli gabah petani paling cepat pada pertengahan Maret 2024. "Kami melihat situasi dan kondisi," ujarnya pada 27 Februari 2024.

HPP saat ini masih mengacu pada hasil rapat pemerintah pada pertengahan Maret 2023. Rinciannya, HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 5.000 per kilogram, GKP di penggilingan Rp 5.100 per kilogram, gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200 per kilogram, GKG di gudang Bulog Rp 6.300 per kilogram, dan beras di gudang Bulog Rp 9.950 per kilogram. 

Ferdian mengatakan Bulog akan mempertimbangkan langkah membeli gabah dan beras menggunakan HPP untuk menjadi cadangan beras pemerintah atau membeli dengan harga pasar buat stok beras komersial. "Itu tergantung perintah kantor pusat," ucapnya. Penyerapan akan dilakukan melalui mitra kerja pengadaan Bulog ataupun membeli langsung dari petani lewat pabrik penggilingan dan pengolahan beras modern milik Bulog. 

Sedangkan Pemimpin Cabang Bulog Surakarta, Jawa Tengah, Andy Nugroho, mengaku menjadwalkan pengadaan gabah petani hingga April mendatang. Hingga pertengahan Februari lalu, Bulog Surakarta belum membeli gabah karena menunggu produksi lebih banyak. Jika membeli sekarang, harganya tinggi. "Terjadi persaingan antarpengusaha," katanya seperti dilansir Antara pada 18 Februari 2024.

Hingga saat ini Bulog masih memanfaatkan beras impor untuk menjaga harga melalui penyaluran bantuan pangan kepada 22 juta penerima serta operasi pasar. Data Bulog pada 19 Februari 2024 menunjukkan stok beras yang tersedia 1,48 juta ton. Sebanyak 818,4 ribu ton berada di gudang Bulog dan 661,73 ribu ton masih dalam perjalanan dari negara asal impor. 

Stok tersebut merupakan realisasi kuota impor Bulog pada 2023 sebanyak 3,5 juta ton. Tahun ini, pemerintah memberikan kuota impor 3,6 juta ton. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan kuota impor beras disiapkan sejak awal agar Bulog bisa mencari pasokan. "Jika belum ada kuota nanti harus rapat-rapat lagi, kelamaan," tuturnya pada 28 Februari 2024.

Arief mengatakan pasokan beras Bulog itu diperlukan untuk memastikan bantuan pangan 10 kilogram bagi 22 juta penerima dapat disalurkan setiap bulan hingga Juni 2024. Di sisi lain, pasokan akan dibutuhkan untuk mengendalikan harga beras di tingkat eceran yang kini masih jauh dari harga eceran tertinggi. Panel harga Bapanas menunjukkan beras medium dibanderol Rp 14.320 per kilogram pada 1 Maret 2024 dan harga rata-rata beras premium Rp 16.450 per kilogram. Adapun HET beras adalah Rp 10.900-11.800 per kilogram untuk beras medium dan Rp 13.900-14.800 per kilogram buat beras premium. 

Toh, Arief yakin harga gabah dan beras akan turun beberapa waktu ke depan, seiring dengan datangnya masa panen raya. Apalagi data Bapanas menunjukkan akan ada surplus produksi. Dalam kondisi ini, ia mengungkapkan, harga gabah bisa turun ke kisaran Rp 6.500-7.000 per kilogram. Jika harga terus turun, fungsi Bulog akan beralih menjaga harga gabah agar tidak terlalu merosot. "Impor hanya sementara, produksi dalam negeri jadi prioritas," kata Arief. Karena itu, ia tak menutup kemungkinan meninjau kembali batas HPP pada tahun ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Jamal A. Nashr dari Demak dan R. Widiatmiko dari Bojonegoro berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Adu Kuat Pemburu Gabah"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus