Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Net TV melepas 765.306.100 saham baru dalam penawaran saham perdananya.
Harga saham Net TV melonjak hingga menyentuh batas auto rejection atas.
Net TV dinilai cukup dekat dengan anak muda yang menjadi investor retail dari kelompok milenial dan generasi Z.
JAKARTA — Harga saham perusahaan media televisi NET. atau yang populer disebut Net TV melonjak hingga menyentuh batas auto rejection atas (ARA) dalam debut perdana di Bursa Efek Indonesia. Emiten berkode NETV tersebut menutup sesi di titik ARA Rp 264 per saham, melesat 34,69 persen dari harga yang ditawarkan ke publik sebesar Rp 196 per saham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chief Executive Officer PT Net Visi Media Tbk, Deddy Hariyanto, mengatakan pencatatan saham perusahaan di bursa efek menjadi bagian dari rencana akselerasi pencapaian beberapa prioritas pengembangan usaha perseroan. “Kami ingin mengembangkan konten-konten NET. agar dapat lebih luas lagi menjangkau potensi pemirsa di Indonesia," kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Net TV berencana mengembangkan platform teknologi media penyiaran berbasis digital. Hal ini, menurut Deddy, dilakukan sejalan dengan semakin berkembangnya kreativitas konten-konten eksklusif Net TV di platform media digital.
Dalam debutnya di Bursa Efek Indonesia, Net TV menawarkan sebanyak 765.306.100 saham baru. Jumlah itu setara dengan 4,37 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah initial public offering (IPO). Dari penawaran umum saham perdana tersebut, Net TV menargetkan perolehan dana pada masa penawaran awal atau book building sebesar Rp 149,99 miliar. Rencana perolehan dana, setelah dikurangi biaya emisi, akan digunakan untuk pengembangan anak usaha Net TV.
Pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Selain dari perolehan dana dari penawaran umum, perseroan melakukan konversi atas mandatory convertible bond (MCB) dengan nilai sebesar Rp 810 miliar. MCB tersebut berasal dari PT Semangat Bambu Runcing—anak usaha Tokopedia—yang menjadi penyertaan saham. Perusahaan juga melakukan konversi pinjaman pemegang saham menjadi penyertaan saham senilai Rp 353,45 miliar.
Head of Center Innovation and Digital Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance, Nailul Huda, menilai saham Net TV bisa menyentuh ARA dikarenakan tingginya animo masyarakat untuk membeli saham. Kemudian, Net TV juga cukup dekat dengan anak muda, di mana golongan ini banyak yang menjadi investor retail.
Nailul berpendapat bahwa Net TV bisa menggunakan modal dari IPO untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas. "Mungkin bisa mencoba segmen ibu-ibu, yang menurut saya, terbukti masih menjadi andalan utama media penyiaran dengan program sinetronnya." Selain itu, Nailul berujar, Net TV bisa mencoba untuk mengembangkan layanan video on demand (VoD), seperti Netflix.
Secara kinerja perusahaan, Nailul memprediksi Net TV masih berprospek positif. Karena perusahaan media menawarkan produk yang lebih konkret dibanding perusahaan teknologi yang baru-baru ini melakukan IPO. Ia menilai bisnis media mampu bertahan asalkan perusahaan bisa adaptif dengan teknologi serta perkembangan zaman dan pasar. "Jangan memusuhi kedua hal tersebut.”
Pendiri LBP Institute sekaligus analis saham, Lucky Bayu Purnomo, menganggap Net TV dapat menyentuh ARA karena perusahaan memiliki identitas dan karakter yang cukup kuat di mata masyarakat. Adapun ihwal harga saham yang ditawarkan, Lucky menilai angka tersebut cukup menarik.
"Ini menjadi angka yang cukup menarik walaupun masih terlalu mahal apabila dibandingkan dengan kinerja fundamentalnya. Pasar memaknai ini sebagai sentimen yang disertai oleh kinerja sektoral, yaitu consumer cyclical (barang konsumen primer),” kata Lucky.
Meski begitu, Lucky berujar bahwa Net TV harus bersaing dengan perusahaan stasiun televisi yang lebih dulu masuk di lantai bursa dan sudah memiliki pangsa pasar. Saat ini perusahaan stasiun televisi dengan kapitalisasi pasar terbesar adalah PT Surya Citra Media Tbk (SCMA). Hal ini tercapai karena SCMA memiliki ekosistem yang terdiversifikasi. Selain mengelola stasiun televisi SCTV, SCMA melebarkan bisnis di sektor e-commerce, sistem pembayaran, dan lainnya.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo