Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah membuka kembali keran ekspor pasir laut di Indonesia untuk hasil sedimentasi, setelah 20 tahun ditutup. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembukaan izin ekspor pasir laut itu berpotensi membantu negara tetangga, Singapura, untuk menjalankan proyek perluasan lahan negaranya. Kesempatan ini juga akan dimanfaatkan oleh para pengusaha Singapura untuk mendapatkan pasir laut guna menjalankan berbagai megaproyek yang tengah digarap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan daftar perusahaan lokal calon penambangan pasir laut, yang mengajukan izin ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat sejumlah perusahaan Singapura yang bekerja sama dengan perusahaan lokal untuk menjadi calon pembeli pasir laut dari Indonesia. Di antara perusahaan Singapura tersebut adalah Jo-An Group Pte. Ltd., Bluestream Marine Pte. Ltd., Fly Star Incorporated Pte. Ltd., dan SG Sand Supply Pte. Ltd.
Selain itu, Singapura juga saat ini tengah merencanakan berbagai proyek reklamasi yang akan membutuhkan pasokan pasir laut dari Indonesia. Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Proyek Reklamasi Marina East, Nicoll, dan Long Island
Menurut laporan Majalah Tempo berjudul “Hitung-Hitungan Singapura Membeli Pasir Laut Indonesia,” disebutkan bahwa Singapura merupakan salah satu pasar terbesar untuk pasir laut. Negara yang sering disebut sebagai kota pulau itu memang membutuhkan pasir dalam jumlah besar.
Selain digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan, pasir juga diperlukan Singapura untuk reklamasi pantai. Negara tersebut pun terus memperluas daratannya dengan slogan yang terkenal, "More Land, More Homes, More Greenery".
Pada 2030, kebutuhan lahan di Singapura diperkirakan meningkat dari 71.400 hektare menjadi 76 ribu hektare. Saat ini, seperti dikutip dari The Straits Times, Singapura tengah bersiap membangun kembali pantai selatannya dengan garis pantai sepanjang 120 kilometer yang membentang dari Terminal Pasir Panjang hingga Terminal Feri Tanah Merah.
Selain itu, Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, mengumumkan dalam pidato Hari Nasional pada 18 Agustus 2024 bahwa rumah-rumah baru akan dibangun di kawasan tepi laut Marina East, Nicoll, serta di Long Island, lepas pantai timur.
Proyek reklamasi ini akan menciptakan 800 hektare lahan baru, dua kali lipat dari luas Marina Bay. Megaproyek itu juga diperkirakan memakan waktu puluhan tahun, mirip dengan proyek reklamasi Marina Bay yang dilakukan setelah kemerdekaan Singapura pada 1965.
Oleh karena itu, proyek-proyek jumbo Singapura ini membutuhkan pasokan pasir dalam jumlah besar. Perkiraannya, untuk menguruk atau mereklamasi lahan 1 kilometer persegi, diperlukan 37,5 juta meter kubik pasir atau sama dengan mengisi tiga setengah bangunan Istana Negara.
Selanjutnya baca: Reklamasi Pelabuhan Tuas
Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura juga saat ini tengah merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasi diharapkan akan selesai pada pertengahan 2030-an. Pelabuhan Tuas sendiri pembangunannya akan dibuka dalam empat tahap.
"Keputusan kami untuk melanjutkan Pelabuhan Tuas mengirimkan sinyal kuat kepada dunia bahwa Singapura terbuka untuk bisnis... Kami akan terus maju," kata Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, saat pembukaan tahap pertama, September 2022.
Pelabuhan Tuas, menurut Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura, akan menempati sekitar 1.337 hektar tanah (sekitar 3.300 lapangan sepak bola) saat selesai. Akan ada 66 tempat berlabuh sepanjang 26 kilometer yang mampu menangani kapal peti kemas terbesar.
Ketika selesai kurang lebih pasca-2040, operasi di pelabuhan Singapura lainnya - Keppel, Brani, Pasir Panjang dan Tanjong Pagar - akan dikonsolidasikan Tuas. The Strait Times mencatat, ini akan memiliki kapasitas penanganan 65 juta unit setara dua puluh kaki (TEUs), peningkatan sepertiga dari kapasitas Singapura saat ini.
RETNO SULISTYWATI | CAESAR AKBAR | YOGI EKA SAHPUTRA | DANIEL A. FAJRI | VINDRY FLORENTIN berkontribusi dalam penulisan artikel ini.