Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa Indonesia telah kehilangan potensi devisa US$ 11,5 miliar atau Rp 180 triliun karena satu juta lebih warga negara Indonesia tidak mau berobat di dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu ia sampaikan oleh Kepala Negara saat menyampaikan sambutannya di Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2024 di Tangerang pada Rabu, 24 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Satu juta lebih WNI (memilih) berobat ke luar negeri, Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Eropa, Amerika, dan kita kehilangan US$ 11,5 miliar atau Rp 180 triliun," katanya dikutip dari saluran YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 24 April 2024.
Menurut Jokowi, kebiasaan masyarakat Indonesia yang memilih berobat di luar negeri memiliki penyebab. Karena itu, ia meminta industri kesehatan dalam negeri perlu diperkuat.
Dalam sambutannya itu, Jokowi memaparkan pekerjaan rumah besar di bidang kesehatan yang belum tuntas. Ia menyinggung soal bahan produksi farmasi yang 90 persen masih impor. Alat kesehatan yang dimiliki Indonesia juga diakui masih didominasi impor sebanyak 52 persen.
"Tapi urusan hal yang kecil-kecil, misalnya jarum, keranjang di rumah sakit, alat infus, selang, ya jangan (impor). Harus kita berani produksi sendiri," ujarnya.
Selain itu, Jokowi juga menyoroti kurangnya dokter spesialis di Indonesia. Ia mengungkapkan, bahwa rasio dokter di Indonesia masih berada di angka 0,47 atau peringkat 147 dunia.
Di akhir masa kepemimpinannya ini, Jokowi meminta agar semua rencana pembangunan di bidang kesehatan perlu diintegrasikan dan bersinergi, mulai dari tingkat pusat hingga daerah. "Jangan sampai pusat ke utara, daerah ke selatan. Semuanya harus inline, harus satu garis lurus mana yang akan dikerjakan," ujar Jokowi.
Sementara itu, ia mengakui target penurunan stunting sebesar 14 persen masih sulit dicapai. Meski begitu, ia mengatakan bahwa angka stunting di Indonesia kini turun menjadi 21,5 persen dari angka stunting sepuluh tahun lalu sebesar 37,6 persen.