Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bupati Mimika menolak pembangunan smelter Freeport Indonesia di Fakfak.
Freeport sudah membagikan dividen US$ 900 juta dan akan meningkat.
Pemerintah akan menambah saham Mind Id di Freeport.
PEMBANGUNAN smelter PT Freeport Indonesia di Fakfak, Papua Barat, baru sebatas rencana. Tapi penolakan sudah mengemuka. Adalah Bupati Mimika Eltinus Omaleng yang menolak pabrik pengolahan tembaga itu dibangun di Fakfak. Sebab, Freeport menambang mineral itu di Mimika, Provinsi Papua Tengah. Ketika berada di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Mimika pada Rabu, 15 November lalu, Eltinus mengatakan smelter harus dibangun di daerah tambang itu berada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak 2015, pemerintah Mimika menyiapkan lahan untuk smelter Freeport Indonesia. Kabar yang dilansir kantor berita Antara pada 24 Februari 2015 menyebutkan Eltinus menetapkan lahan 2.880 hektare di Paumako, Distrik Mimika Timur, sebagai calon lokasi pabrik pengolahan mineral itu. "Kalau masalah lokasi ini rampung, kami akan berangkat untuk menemui investor," kata Eltinus saat itu. Tempo meminta konfirmasi kepada Eltinus melalui staf khususnya tentang kabar penolakan terhadap proyek di Fakfak, tapi belum ada jawaban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan di daerah-daerah sentra tambang, smelter ibarat energi untuk memutar roda ekonomi. Pabrik pengolahan mineral itu diharapkan bisa menjadi sumber penghasilan baru untuk warga setempat sekaligus memberikan kontribusi penerimaan bagi pemerintah daerah. Smelter diharapkan bisa memberi nilai tambah dari kegiatan pertambangan yang menyedot sumber daya alam daerah tersebut.
Presiden Joko Widodo didampingi, dari kiri, Manteri Investasi atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengunjungi tambang Grasberg yang dikelola PT Freeport Indonesia, 1 September 2022. Facebook.com/Erick Thohir
Toh, Mimika memang tak muncul dalam pembicaraan antara Presiden Joko Widodo dan Chief Executive Officer Freeport-McMoRan Richard Adkerson di Washington, DC, Amerika Serikat, pada Senin, 13 November lalu. Selain membahas rencana pembangunan smelter di Fakfak, Jokowi dan Adkerson membicarakan penambahan 10 persen saham untuk entitas Indonesia serta perpanjangan masa izin tambang Freeport selama 20 tahun. Walhasil, Eltinus dan warga Mimika agaknya harus puas dengan yang mereka terima saat ini, bukan dari proyek smelter.
•••
FREEPORT memulai aktivitas pertambangan di Papua setelah mendapat kontrak karya I pada 1967. Para geolog saat itu memperkirakan tambang Ertsberg yang akan dieksploitasi Freeport mengandung 33 juta ton bijih dengan 2,5 persen kandungan tembaga. Tambang ini disebut sebagai wilayah dengan cadangan tembaga terbesar yang pernah ditemukan pada saat itu.
Saat memberikan kuliah umum di Universitas Hasanuddin pada awal Mei lalu, Richard Adkerson mengatakan cadangan yang masih bisa ditambang sampai 30 tahun ke depan sebanyak 3 miliar ton. Dengan cadangan tersebut, potensi pendapatan bagi pemerintah bisa mencapai US$ 80 miliar hingga 2041.
Data Technical Report Summary of Mineral Reserves and Mineral Resources for Grasberg Minerals District dari Freeport-McMoRan menyebutkan, hingga akhir 2022, Distrik Grasberg punya cadangan mineral terbukti 496 juta ton dan cadangan mineral terduga 1,1 miliar ton. Dalam rancangan investasi sampai 2041, Freeport-McMoRan bakal menggelontorkan dana US$ 18,6 miliar, sebanyak US$ 3 miliar di antaranya digunakan untuk membangun smelter di Gresik, Jawa Timur.
Selain berinvestasi, manajemen Freeport Indonesia mengklaim sudah berkontribusi pada penerimaan negara. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat beberapa waktu lalu, Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan kontribusi pada penerimaan negara dalam rencana kerja dan anggaran belanja 2023 perusahaan mencapai US$ 3,49 miliar atau sekitar Rp 54,2 triliun.
Angka tersebut, menurut Tony, turun dibanding pada tahun sebelumnya karena beberapa sebab. “Bea keluar yang tadinya 5 persen sudah berkurang menjadi 2,5 persen karena kemajuan smelter sudah melebihi 30 persen,” ujarnya. Tahun depan, Tony menargetkan penerimaan negara bisa naik menjadi US$ 4,016 miliar. Namun angka itu akan kembali turun menjadi US$ 3,715 miliar pada 2025, sebelum kemudian melonjak pada 2026 menjadi US$ 4,070 miliar.
Ihwal dividen, Freeport Indonesia sudah menyetor US$ 900 juta kepada Mind Id setelah proses divestasi selesai pada 2018. Tahun ini, manajemen Freeport Indonesia menargetkan pembayaran dividen bisa mencapai US$ 1,5 miliar, dengan catatan harga tembaga mencapai US$ 4 per pon. Jika dividen sebesar itu terus mengalir, biaya yang dikeluarkan Mind Id ketika membeli saham Freeport bisa impas dalam tiga tahun ke depan.
Agar setoran dividen dan penerimaan negara lancar, kepemilikan saham mayoritas Freeport Indonesia oleh Mind Id menjadi syaratnya. Pemerintah mengklaim sebagai pemegang saham mayoritas, tapi kenyataannya kendali operasi Freeport Indonesia tetap berada di tangan Freeport-McMoRan. Sebab, dari 51,2 persen saham entitas nasional, Mind Id memegang 41,2 persen dan 10 persen lainnya diserahkan kepada badan usaha milik pemerintah daerah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika. Jika memakai hitungan ini, porsi saham Mind Id masih kalah dari Freeport-McMoRan yang sebesar 48,8 persen.
Karena itu, divestasi lanjutan menjadi penting agar hak pengelolaan Freeport Indonesia bisa dikuasai secara penuh oleh entitas nasional. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan Bisman Bakhtiar mengatakan tambahan divestasi bisa satu paket dengan perpanjangan masa izin selama 20 tahun. “Jadi manfaatnya berupa penambahan dividen bagi Indonesia,” ucapnya pada Kamis, 23 November lalu. Menurut Bisman, saat ini pemerintah semestinya bisa mengerek penerimaan negara yang lebih besar dari Freeport.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Agar Setoran Tak Berkurang"