Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

LBH Bali: Praktik Perburuhan Tidak Sehat di PLTU Celukan Bawang, Alasan Kuat Pekerja Tak Segera Daftar Ulang

Polemik antara pekerja dan PLTU Celukan Bawang tidak kunjung surut. Serbuk PLTU Celukan Bawang dan LBH Bali sebut ada praktik perburuhan tidak sehat.

3 Oktober 2024 | 08.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) Indonesia, Serbuk PLTU Celukan Bawang, dan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Bali menyebut perusahaan di PLTU Celukan Bawang telah melakukan praktik perburuhan tidak sehat (unfair labour practice) terhadap 254 pekerja di bawah naungan PT Victory Utama Karya (VUK), imbas berakhirnya kontrak kerja antara PT China Huadian Corporation (CHD) dan PT General Energi Bali (GEB) selaku perusahaan induk PLTU Celukan Bawang. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polemik mencuat pasca PT GEB memerintahkan seluruh pekerja PT Victory yang berada di bawah naungan PT CHD untuk membuat surat pengunduran diri dan surat lamaran kerja baru yang ditujukan ke PT Garda Arta Bumindo (GAB) dan PT Garda Satya Perkasa (GSP). Namun, implikasi hukum dari instruksi tersebut membuat para pekerja harus kehilangan pesangon yang ditaksir mencapai Rp 12.4 Milyar. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Informasi itu ditempel atau diberitahukan pada tanggal 12 September 2024 oleh direksi yang kemudian pada tanggal 14 September itu, dari perusahan juga membuat informasi lagi dari PT GEB yang menyampaikan bahwa, para pekerja harus membuat surat lamaran disertai surat pengunduran diri. Pada proses peralihan inilah yang menjadi polemik PLTU Celukan Bawang,” kata Koordinator Departemen Advokasi Federasi Serbuk Indonesia, Abdul Gopur, dalam Konferensi Pers yang diadakan Rabu, 2 Oktober 2024 di Kantor LBH Bali, Denpasar.

Hingga saat ini meski ratusan pekerja telah mendaftar ulang, Gopur mengungkapkan alasan mengapa 32 pekerja tersisa tidak segara mendaftarkan diri ke PT GAB dan PT GSP. Kata dia, hal ini karena dalam syarat pendaftaran, para pekerja juga diperintahkan untuk mengisi surat pernyataan.

Surat pernyataan tersebut setidaknya memuat empat poin di antaranya menyatakan; pekerja mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagai karyawan PT Victory, menyatakan telah menerima dengan baik, benar, dan cukup hak-hak selama bekerja di PT Victory sebagaimana terlampir dalam tanda terima pembayaran dan kwitansi, menyatakan tidak akan melakukan tuntutan atau gugatan hukum baik pidana atau perdata kepada perusahan PLTU Celukan Bawang atas pengunduran diri mereka, hingga wajib menjaga rahasia PT Victory, PT CHD dan PT GEB yang apabila melanggar bersedia dan setuju dikenakan sanksi. 

“Padahal pada waktu penandatanganan ini tidak ada satupun bukti pembayaran atau kwitansi yang dilampirkan,” kata Gopur. Menurutnya, hal ini menunjukan siasat perusahaan mengelabui seolah-olah pekerja sudah menerima upah.

Lebih lanjut, dalam kesempatan yang sama, pendamping pekerja PLTU Celukan Bawang, Ignatius Rhadite dari LBH Bali, merinci tiga hal terkait praktik perburuhan tidak sehat yang dilakukan oleh perusahaan di PLTU Celukan Bawang. Pertama, dia menyebut adanya upaya perusahaan mengindar dari kewajiban pembayaran pesangon. Kedua, terkait status pekerja yang semula adalah PKWTT (karyawan tetap) kemudian keseluruhan menjadi PKWT (karyawan kontrak).

Namun, dia menilai meski telah diturunkan statusnya menjadi PKWT, jenis pekerjaan yang dilimpahkan merupakan jenis pekerjaan yang menurut undang-undang seharusnya dikerjakan oleh karyawan tetap. Sebab, pada kenyataannya, PLTU Celukan bawang merupakan perusahaan yang telah mendapatkan izin dari negara untuk memproduksi listrik dalam periode waktu ulang tahun. Sementara itu, pekerja yang dapat dikenakan kontrak adalah pekerjaan yang sifatnya musiman atau sekali selesai. 

“Tapi ini pekerjaan di PLTU yang sampai izin nya belum habis ya mestinya akan dipekerjaan terus kan, tapi justru pekerjanya dipekerjakan kontrak dengan tidak ada kepastian,” ujar Rhadite 

Ketiga, Rhadite  menyinggung terkait adanya upaya pemberangusan terhadap serikat pekerja atau union busting yang coba dilakukan perusahaan. “Ketiga kami melihat ada pelanggaran HAM juga di sini karena melarang, terang-terangan bahkan. Pekerja untuk bergabung dalam serikat pekerja,” kata dia. 

Hal ini tertuang dalam perjanjian kontrak terbaru, Pasal 10 ayat (7) menyebutkan bahwa pihak kedua dalam hal ini pekerja menyatakan dan sepakat tidak akan menjadi anggota, mendukung, atau terlibat dalam kegiatan serikat pekerja atau organisasi sejenis. Hal ini kata Rhadite tidak sejalan dengan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Adapun sebelumnnya, Kuasa Hukum PT GAB dan PT GSP I Putu Wibawa angkat bicara terkait polemik yang terjadi saat ini, ia mengungkapkan, instruksi untuk melamar ulang di PT GAB dan PT GSP merupakan jalan alternatif yang diberikan kepada para pekerja PT Victory agar dapat melanjutkan aktivitas berkerja di PLTU Celukan Bawang. “Niatnya dari Awal GEB atau GSP memang ingin supaya mereka tetap bekerja tidak ditelantarkan oleh pihak Victory, tapi karena ya itu, iming-iming dapat pesangon sekian-sekian ya maklum lah,” kata Wibawa kepada Tempo Senin, 23 September 2024.

Selanjutnya mengenai syarat yang diajukan yakni surat pengunduran diri, menurutnya tidak etis jika merekrut tenaga kerja yang masih berstatus bekerja di tempat lain. “Terkait dengan permohonan PT GAB dan GSP yang mensyaratkan kalau mau bekerja di sana silahkan mendaftar dengan catatan, harus jelas kalau karywan ini mau bekerja di PT GAB maupun PT GSP, masih berstatus bekerja di tempat lain atau perusahaan lain kan kami tentu tidak etis,” katanya.

Di sisi lain, mantan pimpinan PT Victory Utama Karya Bali, Ian Leonardi mengatakan, sebelumnya dia tidak menerima kabar apapun soal kapan kontrak akan berakhir dari PT CHD. “Karena Victory ada di bawah CHD otomatis ikutan, dari pihak CHD pun nggak ada informasi ke kita bahwa mereka selesai tanggal sekian gitu lo, kita bertanya juga mereka jawabnya nggak tau, nggak tau,” kata dia saat dihubungi Tempo Senin, 23 September 2024.

Terkait ketidakjelasan pemberian pesangon, kata Ian, urusan keuangan termasuk pesangon itu ditangani PT CHD sementara PT Victory hanya bertugas menyalurkan.

“Segala macam keuangan yang keluar itu dari PT CHD, selama 10 tahun kami bekerja sama seperti itu alurnya, dari sistem penggajian bonus dan lain-lain itu dari PT CHD kirim ke kami, kami langsung sebar, jadi tidak ada yang di-hold sama kami begitu pula isi pesangon, itu tertera jelas dalam kontrak kami,” ujarnya.

Lebih jauh,  menindaklanjuti aduan Serbuk PLTU Celukan Bawang, pada Jumat 27 September 2024, Disnaker Buleleng dan Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Bali memfasilitasi pertemuan antara Sebuk PLTU dengan direksi perusahan.

Namun pertemuan tersebut tak menemui titik terang. “Pada pertemuan tersebut tidak ada kesepakatan karena tidak ada kejelasan terkait hubungan kerja antara Victory, kemarin pada proses klarifikasi, Victory dan CHDOC itu berakhirnya kapan, dari CHD ke GEB yang informasinya sudah berakhir pada 20 September 2024, tapi dari Victory menyampaikan kontrak kerjanya dengan PT CHDOC belum berakhir,” jelas Gopur

Selain mengupayakan lewat Disnaker Buleleng, Serbuk PLTU Celukan Bawang juga mengadakan audiensi dengan Penjabat (Pj) Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana. "Pihak Pj Bupati meminta agar permasalahan segera ditindaklanjuti. Dengan menghadirkan para pihak terkait. Misalnya BPJS untuk mengklarifikasi hubungan kerja ini dengan PT mana saja," ujar Gopur.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus