Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Manuver Perusahaan Media Bakrie Berkelit Membayar Utang

VIVA Group menghadapi proses PKPU dan terancam pailit. Ada manuver untuk melobi kreditor dan memangkas utang.

6 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • VIVA Group menghadapi gugatan PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

  • Media milik Bakrie Group ini memiliki utang sekitar Rp 8,8 triliun.

  • VIVA bermanuver, antara lain dengan menggugat balik para kreditornya.

DUA belas kreditor utama PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) tengah menunggu panggilan rapat. Beberapa pekan menjelang berakhirnya masa perpanjangan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) VIVA pada 4 November 2024, perlu ada pertemuan debitor dengan para kreditor untuk membahas proposal perdamaian dan pemungutan suara atau voting. Namun panggilan yang ditunggu-tunggu tak kunjung muncul. “Sampai hari ini belum ada,” kata Marx Andryan, kuasa hukum ke-12 kreditor utama VIVA, kepada Tempo, Selasa, 1 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Marx, pada 4 November 2024, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akan menggelar rapat terakhir untuk selanjutnya membuat putusan atas kasus PKPU VIVA. “Sebelum itu seharusnya ada rapat kreditor,” ujarnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VIVA, kelompok usaha media milik Bakrie Group, tengah menjalani proses gugatan PKPU. Gugatan itu diajukan PT Laras Nugraha Cipta, production house atau perusahaan yang menghasilkan film, video, program televisi, dan konten lain, pada 12 Januari 2024. Laras Nugraha Cipta menggugat empat perusahaan media Bakrie Group, yaitu PT Visi Media Asia Tbk, PT Cakrawala Andalas Televisi, PT Lativi Mediakarya, dan PT Intermedia Capital Tbk (MDIA).

Anindya Novyan Bakrie (kiri) dan Anindra Ardiansyah Bakrie saat Rapat Umum Pemegang Saham PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) di Jakarta, Jumat, 2 September 2016. TEMPO/Subekti

Keluarga Bakrie menjadi pemilik mayoritas VIVA melalui PT Bakrie Global Ventura selaku pemegang saham pengendali (seri A) sebanyak 53,69 persen. Adapun publik menggenggam 17,64 persen. Perusahaan ini dipimpin Anindya Novyan Bakrie sebagai presiden direktur dan Ilham Akbar Habibie selaku presiden komisaris merangkap komisaris independen. VIVA menjadi induk dari PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV), dan PT Asia Global Media (AGM).

Intermedia Capital juga perusahaan media milik keluarga Bakrie. Pemegang saham mayoritas perusahaan ini adalah Visi Media Asia dengan Anindya Bakrie sebagai komisaris utama. Berdasarkan daftar piutang tetap yang dicatat tim pengurus PKPU Viva Group, per 26 September 2024, sebenarnya total terdapat 144 kreditor yang meliputi kreditor separatis 13 entitas dan kreditor konkuren 131 entitas. Namun satu kreditor separatis, yakni Mega Optimal Holding Limited, Hong Kong, yang mengklaim tagihan senilai Rp 1,967 triliun, dinyatakan tidak diakui alias dibantah baik oleh debitor maupun tim verifikasi.

Dengan begitu, kreditor separatis yang tagihannya diakui dan terverifikasi oleh tim pengurus menjadi 12 entitas dengan nilai tagihan hasil verifikasi mencapai Rp 8,796 triliun. Sedangkan total tagihan kreditor konkuren sebesar Rp 1,980 triliun. Dengan demikian, total tagihan adalah Rp 10,776 triliun. 

Pengelompokan kreditor tersebut didasarkan pada tingkatan, yang dikenal sebagai senioritas utang. Kreditor separatis termasuk tingkat paling senior yang memegang jaminan kebendaan. Sedangkan kreditor konkuren adalah pemberi utang yang tidak termasuk kreditor separatis. Satu lainnya adalah kreditor preferen, yakni kreditor yang mempunyai hak khusus atau hak mendahului karena sifat piutangnya punya kedudukan istimewa di dalam undang-undang. Misalnya tagihan pajak atau tagihan ke kas negara lain.

Para kreditor separatis meliputi Arkkan Opportunities Fund Ltd, Best Investments (Delaware) LLC, Credit Suisse AG Singapore Branch, CVI AA Lux Securities Sarl, CVI CHVF Lux Securities Sarl, CVIC Lux Securities Trading Sarl, CVIC II Lux Securities Trading Sarl, CVI EMCVF Lux Securities Trading Sarl, CVI CVF II Lux Securities Trading Sarl, EOC Lux Securities Sarl, The Värde Fund X (Master) LP, dan Tor Asia Credit Master Fund LP. Mereka adalah investor asing yang antara lain memiliki kantor di Amerika Serikat, Singapura, Luksemburg, dan Kepulauan Cayman. 

Dua belas kreditor asing tersebut membentuk konsorsium untuk mengucurkan pinjaman sindikasi pada 17 Oktober 2017 dalam bentuk senior facility agreement dan junior facility agreement, yakni perjanjian utang yang dijamin dengan hak tanggungan serta gadai saham. Sepanjang perjalanan utang, menurut Marx Andryan, pembayaran cicilan tidak lancar. Sampai akhirnya muncul gugatan dan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan empat perusahaan media Bakrie Group berstatus dalam PKPU. 

Pengumuman di media massa pun dirilis pada 14 Februari 2024 oleh tim pengurus untuk memanggil para kreditor dari keempat perusahaan tersebut. Grup Bakrie mengajukan permohonan perpanjangan masa PKPU selama 50 hari. Namun, dalam sidang pada Jumat, 20 September 2024, hakim memberi perpanjangan waktu 45 hari atau sampai 4 November 2024. Dalam rentang waktu tersebut, VIVA selaku debitor diminta menyelesaikan utang atau membuat proposal perdamaian yang disetujui semua kreditor. 

Memanfaatkan rentang waktu tersebut, seorang pengusaha mengungkapkan, manajemen VIVA menempuh berbagai upaya, dari mencari pendanaan ke luar negeri hingga menemui kreditor untuk bernegosiasi. VIVA antara lain bertemu dengan pengurus Arkkan Opportunities Fund di Singapura. Keluarga Bakrie mengutus Nalinkant Rathod, anggota Dewan Penasihat Internasional Bakrie Global. Pria berkebangsaan India itu adalah Chief Executive Officer Bumi Plc di London. Ia juga Presiden Komisaris PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia, perusahaan tambang batu bara terbesar milik keluarga Bakrie. Rathod juga mengemban jabatan komisaris di beberapa perusahaan Grup Bakrie. 

Presiden Komisaris PT Visi Media Asia (VIVA) Tbk, Anindya Novyan Bakrie (kiri), dan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito, dalam listing pertama saham VIVA di BEI, Jakarta, Senin, 21 November 2011. Dok.TEMPO/Dasril Roszandi

Materi pembahasan antara lain upaya meminta diskon atau haircut atas pembayaran utang. Bakrie juga mengajukan permohonan pembayaran bagian pokok utang saja, tanpa bunga dan denda ataupun penalti. Total tagihan utang sindikasi US$ 560 juta atau sekitar Rp 8,8 triliun. Adapun pokok utangnya US$ 239 juta atau sekitar Rp 3,7 triliun. Bakrie meminta bisa membayar 30 persen dari pokok utang dengan periode pembayaran hingga 30 tahun. 

Marx tak menampik kabar tersebut. Ia mendapat informasi bahwa salah satu kliennya bertemu dan bernegosiasi dengan utusan Bakrie. Namun tak ada angka yang disepakati. “Tidak ketemu (kesepakatan),” tuturnya. Anindya Bakrie, Direktur VIVA Neil Tobing, dan kuasa hukum VIVA, Aji Wijaya, sudah dimintai tanggapan, tapi tak menjawab permintaan wawancara Tempo, terutama mengenai upaya penggalangan dana serta pertemuan dengan kreditor di Singapura.

Sepekan sebelumnya, Neil menjelaskan upaya perusahaan yang secara intensif akan mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. “Perusahaan akan mencari jalan keluar atas PKPU ini untuk kepentingan para pemangku kepentingan, seperti kreditor, supplier, dan distributor,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 25 September 2024. Neil berharap rencana perdamaian yang diusulkan dapat mengakomodasi semua kepentingan. VIVA optimistis skema restrukturisasi utang melalui PKPU ini dapat diterima dan memberi kepastian bagi para kreditor.

•••

PERJALANAN proses penundaan kewajiban pembayaran utang VIVA penuh lika-liku. April 2024, perusahaan itu menggugat 12 kreditor asing yang memberi pinjaman sindikasi. VIVA juga menggugat Madison Pacific Trust Limited selaku agen fasilitas 12 kreditor dan BPC Lux 2 Sarl. Selain itu, VIVA menyertakan anak perusahaannya, yaitu Intermedia Capital atau MDIA, sebagai tergugat bersama PT Sinartama Gunita dan PT Bursa Efek Indonesia. 

Melalui kuasa hukumnya saat itu, David Surya, VIVA menuding para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni mengeksekusi gadai saham MDIA. VIVA menyatakan saham Intermedia Capital atas nama Visi Media Asia yang semula dititipkan di kustodian Bank Negara Indonesia telah berubah kepemilikan menjadi atas nama UOB Kay Hian Hong Kong.

Logo TV One yang ada di tembok gedungnya di Kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur, 3 Oktober 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Karena itu, VIVA selaku debitor menolak tagihan 12 kreditor asing. Akibatnya, tim pengurus PKPU mengeluarkan 12 kreditor asing dari daftar piutang tetap, yang berarti tidak mengakui tagihan dan tidak memberi hak voting. 

MDIA memang pernah mengungkapkan rencana penerbitan saham baru. Dalam keterbukaan informasi, 7 November 2022, manajemen MDIA mengatakan rencana penerbitan saham baru akan melalui mekanisme penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu atau private placement. Dana diperlukan untuk membayar sebagian kecil utang anak perusahaan, PT Cakrawala Andalas Televisi, yang mencapai Rp 960 miliar. Perseroan menargetkan raihan dana Rp 200 miliar dari mekanisme tersebut.

Saat itu Sekretaris Perusahaan MDIA David Ticyno Pardede mengatakan perseroan sebagai entitas induk memiliki 99,99 persen saham Cakrawala Andalas Televisi (CAT). MDIA, yang juga bertindak sebagai penjamin atas utang berdasarkan senior facility agreement, menilai perlu melakukan langkah strategis guna memastikan CAT membayar utang. "Sehingga CAT dapat berfokus mengembangkan kegiatan usahanya," ujar David dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia.

Namun Marx Andryan punya cara lain. Kuasa hukum 12 kreditor asing ini melayangkan sejumlah bukti yang menunjukkan tidak ada eksekusi atas gadai saham. Misalnya bukti kepemilikan saham perusahaan yang tercatat pada dokumen akta perusahaan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, dokumen kepemilikan saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia menunjukkan susunan kepemilikan saham tidak berubah. Bukti lain, penjelasan dari UOB Kay Hian Hong Kong sebagai kustodian baru yang menggantikan BNI bahwa tidak ada perubahan manfaat atas saham MDIA yang disimpan di rekening penitipan. 

Akhirnya hakim pengawas mengeluarkan penetapan pada 22 Juli 2024 yang menyatakan pengadilan mengakui semua tagihan Arkkan Opportunities Fund beserta kreditor lain sekaligus memberi hak suara untuk voting dalam perkara ini. Tapi, tiga hari setelah penetapan hakim pengawas, VIVA tiba-tiba mengajukan permintaan banding ke majelis hakim. Padahal Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menyatakan putusan atau penetapan hakim pengawas bersifat final dan mengikat. Permohonan banding tersebut ditolak melalui putusan majelis hakim pada 20 Agustus 2024.

Tidak berhenti di situ, VIVA selaku debitor juga mengambil langkah kasasi ke Mahkamah Agung pada 27 Agustus 2024. Para kreditor kemudian membalas dengan mengajukan surat permohonan perlindungan hukum kepada Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selaku lembaga peradilan kepanjangan tangan Mahkamah Agung yang bertugas mengawasi semua pengadilan negeri di Jakarta. 

Empat hari kemudian, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengaudit semua pejabat pengadilan niaga pada pengadilan negeri. Sejak saat itu, proses PKPU VIVA berada dalam pemantauan ketat hakim pengawas. Tapi perjalanan kasus ini belum selesai karena ada perpanjangan masa PKPU yang masih berlangsung hingga majelis hakim bersidang pada 4 November 2024. 

Dalam pernyataannya pada Selasa, 25 September 2024, Direktur VIVA Neil Tobing berharap proses PKPU berjalan secara transparan sesuai dengan aturan. “Termasuk dikembalikannya saham MDIA ke rekening efek pada kustodian bank VIVA,” katanya. Ia mengatakan industri media saat ini penuh tantangan. Meski begitu, Neil optimistis sektor ini memiliki berbagai potensi pertumbuhan di masa depan. 

Menurut Neil, VIVA akan berfokus melanjutkan transformasi bisnis dalam menghadapi tantangan persaingan media baik dari sisi media penyiaran maupun media digital. Penetrasi Internet yang terus meningkat mendorong VIVA terus memperkuat bisnis digitalnya yang ditargetkan dapat menjadi sumber pemasukan utama di samping bisnis televisi melalui ANTV dan tvOne di masa mendatang.

Neil pun mengklaim sampai saat ini semua kegiatan operasional perusahaan, baik VIVA maupun MDIA, ANTV, dan tvOne, tetap berjalan normal. “Sebagai perusahaan publik yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia, VIVA dan MDIA telah menyampaikan informasi ini kepada publik melalui BEI,” tuturnya. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Adil Al Hasan berkontribusi dalam artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Manuver VIVA di Jurang Pailit" 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus