Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kontraktor infrastruktur terjepit kenaikan harga material.
Harga bahan bakar, aspal, hingga besi dan baja naik ratusan persen.
Pemerintah akan menyubsidi komponen biaya proyek infrastruktur.
UNDANGAN rapat online yang dikirim Basuki Muchlis pada Selasa, 20 September lalu, memuat sebuah agenda penting. Basuki, yang menjabat Direktur Eksekutif Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), mengundang para anggota asosiasinya untuk menyusun data dan formula kenaikan nilai kontrak konstruksi serta proyek infrastruktur yang sedang mereka garap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat itu pun digelar dua hari setelah undangan dikirimkan. Kepada Tempo Basuki mengatakan, tanpa kenaikan nilai kontrak, para kontraktor proyek konstruksi dan infrastruktur ini bakal terjepit. Menurut dia, rapat ini adalah tindak lanjut pertemuan dengan Kementerian Koordinator Perekonomian sepekan sebelumnya. “Kami akan melengkapi data sebelum 30 September, nanti kami kirim kepada Kementerian lagi,” katanya pada Jumat, 23 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan dengan Kementerian Koordinator Perekonomian adalah tindak lanjut surat permohonan AKI pada 15 Juli dan 23 Agustus lalu. Mereka meminta pemerintah menyesuaikan nilai kontrak setelah harga berbagai jenis material serta biaya kerja naik.
Menurut Sekretaris Jenderal AKI Zali Yahya, para kontraktor sudah melampirkan laporan berisi data kenaikan harga material konstruksi utama enam bulan terakhir. Hal ini di luar kebiasaan. Sebab, umumnya kontraktor melaporkan kenaikan harga yang terjadi dalam setahun terakhir. “Kami sangat berharap permohonan ini bisa direspons dengan cepat oleh pemerintah karena sangat memukul pelaku industri,” ujarnya pada Jumat, 23 September lalu.
Zali menyebut kenaikan harga material kali ini sebagai kejadian extraordinary alias luar biasa. Kenaikan terjadi setelah harga bahan bakar minyak untuk industri melambung lebih dari 100 persen. “Belum lagi harga besi dan beton,” tuturnya.
Berdasarkan hitungan AKI, dalam lima tahun terakhir harga solar industri sudah naik 106,7 persen, sementara harga aspal naik 114,6 persen dari Rp 4.800 menjadi Rp 10.300 per kilogram. Adapun harga besi naik 19,6 persen dari Rp 9.200 menjadi Rp 11 ribu per kilogram dalam setahun terakhir.
Kondisi ini, menurut Zali, membuat pelaku jasa konstruksi berada di posisi rentan. Dia yakin kondisi ini menimpa semua kontraktor, tak terkecuali badan usaha milik negara di bidang konstruksi alias BUMN karya, yang banyak menggarap proyek infrastruktur pemerintah. "Bisa dilihat laba bersih di laporan keuangan mereka pasti tumbang karena kenaikan harga material sampai berpuluh-puluh persen."
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) mengajukan permohonan yang sama. Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Karumpa mengatakan kontraktor meminta penyesuaian kontrak setelah terjadi harga sejumlah bahan bangunan naik cukup tinggi sejak akhir tahun lalu.
Tangkapan layar proses Rapat Dengar Pendapat Umum antara Badan Pengurus Pusat Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, 23 Agustus 2022. Foto: Komisi V DPR RI Channel
Menurut Andi, jika pemerintah atau pemberi kerja tidak menyesuaikan kontrak, pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan tidak akan optimal. “Maunya pengusaha pasti untung. Bisa saja ketebalan aspal yang seharusnya 4-5 sentimeter hanya jadi 3 sentimeter,” ucapnya. Masalah ini pun bisa menyulitkan kontraktor karena menjadi obyek pemeriksaan lembaga auditor, seperti Badan Pemeriksa Keuangan. “Kalau memang tidak ada eskalasi harga, kami meminta ada pengurangan volume pengerjaan supaya kontraktor tak merugi dan kualitas pekerjaan terjaga.”
Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk Destiawan Soewardjono mengakui kondisi perusahaannya makin berat akibat kenaikan harga material yang signifikan. Di tengah kondisi darurat sejak akhir 2019 dan masa pandemi Covid-19 setahun kemudian, Waskita Karya makin sesak dan harus menjalani restrukturisasi. "Dalam proses penyehatan, bukan hanya restrukturisasi, kami juga mengajukan tambahan penyertaan modal negara, melakukan recycling aset, hingga mencari partner untuk mengambil alih aset jalan tol," tuturnya.
Menurut Destiawan, harga material rata-rata naik 4 persen setelah perang Rusia-Ukraina meletus pada Februari lalu. "Kami belum menghitung lagi setelah kembali ada kenaikan di awal September, tapi sudah pasti lebih besar." Destiawan pun menyebutkan persoalan ini menimpa semua perusahaan konstruksi milik negara.
Senior Vice President Corporate Secretary PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk Bakhtiyar Efendi mengatakan kenaikan harga sejumlah material dan inflasi berpengaruh terhadap kelangsungan proyek yang mereka garap. Namun, kata dia, sampai kini kenaikan harga tersebut belum berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan. "Eskalasi kontrak proyek pada umumnya telah diatur dalam klausul kontrak. Upaya negosiasi penyesuaian harga telah kami lakukan secara paralel," ujarnya pada Sabtu, 24 September lalu.
Demi menjaga kinerja, Bakhtiyar menambahkan, perseroan melakukan efisiensi dan mengoptimalkan value engineering serta lean construction dalam setiap proyek. "Kami juga melakukan penyesuaian harga terhadap proyek yang sedang berjalan apabila diperlukan." Strategi yang sudah dilakukan Pembangunan Perumahan untuk mengantisipasi masalah ini adalah mengikat kontrak yang lebih pendek, mengobservasi kewajaran kenaikan harga, mengajukan permintaan eskalasi harga atas dasar force majeure atau kondisi kahar, dan membuat skala prioritas.
Masalah eskalasi nilai kontrak sudah mengemuka dalam sejumlah pertemuan, antara lain rapat 13 asosiasi perusahaan konstruksi dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 29 Juli lalu serta rapat dengar pendapat para kontraktor dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada 23 Agustus lalu.
Selain membahas eskalasi harga, para kontraktor dan anggota parlemen membicarakan peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang pemenuhan syarat sertifikat standar jasa konstruksi, lemahnya peran Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, juga dominasi perusahaan negara dalam proyek infrastruktur. "Soal eskalasi kontrak turut dibahas, tapi tidak menjadi agenda khusus," ucap Wakil Ketua Komisi Infrastruktur DPR Ridwan Bae pada Kamis, 22 September lalu.
Menurut Ridwan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mulai mencari solusi atas permintaan kontraktor tentang eskalasi harga konstruksi. "Pak Menteri menyampaikan sudah mempertimbangkan rencana pemberian subsidi untuk solar karena kenaikan harganya melebihi 100 persen," katanya. Rencana pemberian subsidi itu, Ridwan menambahkan, akan dikoordinasikan dengan PT Pertamina (Persero) dan Kementerian Keuangan. "Kita tunggu saja langkah selanjutnya.”
Tempo berupaya meminta konfirmasi tentang hal ini kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Hedy Rahadian, serta Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Endra S. Atmawidjaja. Namun, hingga tulisan ini diturunkan, mereka belum merespons surat permohonan wawancara serta panggilan telepon dan pesan yang Tempo sampaikan.
Dalam keterangannya di Kompleks Parlemen, Senayan, pada 25 Agustus lalu, Menteri Basuki mengatakan sudah berkoordinasi dengan pihak terkait mengenai rencana subsidi untuk solar dan aspal industri. Menurut dia, harga solar industri dalam kontrak yang ditenderkan tahun lalu mencapai Rp 11-12 ribu per liter, sementara tahun ini melonjak hingga Rp 20 ribu per liter.
Basuki mengatakan Pertamina tidak akan mengambil keuntungan dalam proyek infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan. Sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum akan memberi subsidi atas kekurangan biaya solar industri kepada Pertamina. Strategi berbagi beban semacam ini menjadi solusi pemerintah agar proyek infrastruktur tak mandek.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo