Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA Muchayat, Agus Joko Pramono, dan Parwito sedang mencuat di Senayan. Tiga calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan itu kerap disebut di pertemuan-pertemuan informal anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, sekitar dua pekan terakhir. "Banyak diperbincangkan oleh kawan-kawan Komisi," kata Wakil Ketua Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis, Rabu pekan lalu.
Di forum tak resmi Fraksi Partai Demokrat, penyebutan nama Muchayat lebih santer. Seorang kader partai penguasa ini bercerita, fraksinya berencana mengusung mantan Deputi Menteri Badan Usaha Milik Negara Bidang Jasa Usaha Lainnya itu sebagai anggota BPK. "Belum menjadi keputusan, tapi angin bertiup ke arah itu."
Muchayat, Agus Joko Pramono, Parwito, dan 19 nama lain akan bersaing merebut satu kursi kosong di BPK yang ditinggalkan Taufiequrachman Ruki. Ia pensiun per 18 Mei lalu. Padahal masa jabatannya masih tersisa 1 tahun 4 bulan. Komisi Keuangan DPR akan menentukan pengganti Ruki melalui uji kepatutan dan kelayakan.
Anggota Komisi Keuangan, Achsanul Qosasi, memastikan uji kepatutan digelar 17-19 Juni. Rencananya, tujuh kandidat per hari akan memaparkan visi dan misinya di depan Dewan. Keputusan akan diambil esok malamnya, yakni pada 20 Juni.
Alhasil, ada waktu sepekan bagi para kandidat untuk mencari dukungan ke partai-partai. Sejumlah calon memang aktif mendekati petinggi partai sejak jauh-jauh hari. Agus Joko dan Parwito, misalnya, sama-sama menemui Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan. Mereka juga mendekati Partai Beringin melalui Ade Komaruddin, Kamaruddin Sjam, dan Harry Azhar Azis. Ketiganya anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi Keuangan DPR.
Muchayat lebih merapat ke Demokrat. Ia memang memiliki ikatan sejarah dengan partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono ini. Mantan Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri ini tercatat sebagai tim sukses pasangan Yudhoyono-Boediono dalam pemilihan presiden 2009.
Dalam daftar itu disebutkan: Muchayat, Deputi Menteri BUMN dan Ketua Barindo. Bawaslu sempat menyemprit Muchayat karena posisi gandanya sebagai pegawai negeri sipil dan BUMN. "Jadi kena dua kali, dalam konteks BUMN dan PNS," ucap anggota Bawaslu, Wahidah Suaib, saat itu. Barisan Indonesia (Barindo) adalah organisasi kemasyarakatan yang mendukung pasangan Yudhoyono-Boediono pada pemilihan presiden 2009.
Sebagai Ketua Umum Barindo, Muchayat aktif berkampanye untuk Yudhoyono. Pada Mei 2009, misalnya, ia mengumpulkan massa di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan Yudhoyono-Boediono dan bertekad memenangkannya. Acara itu dihadiri pula oleh Ketua Dewan Pembina Akbar Tandjung dan Sudi Silalahi.
Seorang sumber Tempo menyebutkan kedekatan Muchayat dengan Sudi terjalin sejak di Kota Pahlawan, Surabaya. Sudi adalah Panglima Kodam V/Brawijaya periode 1999-2001. Saat itu, Muchayat menjabat Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Jawa Timur. Keduanya tercatat sebagai anggota Majelis Wali Amanat Universitas Airlangga periode 2007-2012 dari unsur masyarakat. Melalui Sudi, Muchayat meminta dukungan Fraksi Demokrat untuk meloloskannya ke kursi BPK. Sudi pun menyampaikan pesan itu kepada Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan.
Sumber Tempo di lingkup internal Demokrat tak membantah cerita itu. Namun belum ada keputusan resmi fraksi untuk mengusung Muchayat. Sejauh ini masih ada pertentangan. Sejumlah kader menolak karena Muchayat dianggap terkait dengan kasus Hambalang, vaksin flu burung, dan Bumiputera. Dikhawatirkan dukungan terhadap dia akan menurunkan citra partai menjelang Pemilihan Umum 2014. "Saya tak habis pikir, ini ada 22 kandidat, kok yang dipilih Muchayat?" seorang kader Demokrat mengeluh.
Terpidana kasus korupsi wisma olahraga Bukit Hambalang, Sentul, Muhammad Nazaruddin, beberapa kali mengaitkan Muchayat dalam kasus ini. Muchayat adalah ayah Munadi Herlambang, Komisaris PT Dutasari Citra Laras. Munadi diduga menekan perusahaan BUMN agar tidak ikut campur dalam proyek bernilai Rp 2,5 triliun tersebut. Sedangkan Muchayat, menurut Nazar, diduga ikut mengamankan proyek ini.
Saat uji kepatutan dan kelayakan di Dewan Perwakilan Daerah 13 Mei lalu, Muchayat ditanya soal keterlibatannya dalam kasus Bumiputera. Ia menjelaskan, seorang pejabat perusahaan menuduhnya menerima suap. Ada kemungkinan, ujar dia, "Saya mantu, dan disumbang oleh orang yang kena perkara. Itu dibilang menyuap saya. Saya dipanggil polisi sekali, setelah itu sudah."
Syarief Hasan menegaskan, Barindo bukanlah organisasi sayap Demokrat. "Kebetulan saja visi dan misinya sama dengan kami sehingga berjalan bersama." Komunikasi pun kerap dilakukan antarpetinggi Demokrat dengan Barindo. Soal pencalonan anggota BPK, Demokrat berharap ada figur seperti Taufiequrachman Ruki, yang memiliki kompetensi dan integritas. Syarief yakin Muchayat memiliki integritas.
Soal kasus-kasus yang dikaitkan dengan Muchayat, Syarief tak khawatir hal itu bisa menurunkan citra Demokrat di mata publik. "Dikaitkan bagaimana? Jadi saksi, didengar keterangannya saja, kan?" Tapi, sebagai ketua partai, Syarief memastikan tidak memberikan instruksi khusus kepada fraksi nya. "Saya tak perlu turun langsung. Hanya kode. Saya yakin mereka bisa menginterpretasikan."
Anggota Fraksi Demokrat, Achsanul Qosasi, mengatakan sejauh ini belum ada instruksi dari fraksi untuk mendukung Muchayat. Menurut dia, masih ada waktu sepekan lebih, yang bisa mengubah peta dukungan. Achsanul tak bisa menjelaskan lebih lanjut karena belum ada pertemuan resmi fraksi.
Sudi Silalahi tak bersedia menjelaskan hubungannya dengan Muchayat. Hanya, seorang anggota stafnya, Bambang, menelepon Ananda Teresia dari Tempo, Rabu pekan lalu. "Pak Sudi tidak tahu mengenai hal itu."
Kepada Tempo, Rabu pekan lalu, Muchayat mengatakan tidak pernah meminta dukungan partai politik untuk mendapatkan kursi BPK. "Saya belum melakukan lobi apa pun. Kan, masih lama. Kalau melobi sekarang, bisa berbenturan dengan calon lain."
Muchayat juga tak khawatir sejumlah kasus yang dikaitkan dengannya bakal mengganjal pencalonan. "Semua yang dituduhkan terhadap saya tak benar." Dia malah berjanji, bila terpilih menjadi anggota BPK, ia akan melanjutkan pemeriksaan kasus Hambalang.
Sumber lain menyebutkan Muchayat juga berusaha memepet Golkar melalui Sekretaris Jenderal Idrus Marham. Tapi Idrus membantah. Menurut dia, mekanismenya hal itu dibicarakan lebih dulu di tingkat fraksi. Hasilnya disampaikan ke dewan pimpinan pusat. "Sampai saat ini belum ada hasil fraksi, jadi belum bisa saya jelaskan."
Menurut Achsanul, di luar urusan lobi, yang harus diperhatikan adalah peran strategis BPK sebagai auditor keuangan negara. Berdasarkan laporan BPK kepada DPR, pada 2012 terdapat 12.612 kasus yang diindikasikan terjadi penyimpangan atau pelanggaran. Nilainya Rp 20,2 triliun. Namun cuma 318 kasus yang dilaporkan ke aparat hukum, baik Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, maupun kejaksaan. Dari jumlah itu, hanya 186 kasus yang ditindaklanjuti. "Dari 186 kasus itu, kita lihat mana yang berhenti atau terus jalan proses hukumnya."
Tak mengherankan bila Indonesia Corruption Watch meminta DPR memilih anggota BPK yang memiliki rekam jejak baik. Peneliti ICW, Firdaus Ilyas, mewanti-wanti ada beberapa calon yang tidak layak jika dilihat dari rekam jejaknya. "Bila mereka yang terpilih, akan lucu."
Retno Sulistyowati, Akbar Tri Kurniawan, Ananda Putri, Martha Tertina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo