Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Jika Pertamina Dikuasai Politikus Gerindra

Dua kader Gerindra ditunjuk sebagai Direktur Utama dan Komisaris Utama Pertamina. Risiko konflik kepentingan membesar. 

6 November 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perombakan direksi dan komisaris PT Pertamina (Persero) menjadi sorotan karena diisi oleh elite politik di lingkaran Presiden Prabowo Subianto.

  • Kementerian BUMN menetapkan Simon Aloysius Mantiri sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero). Simon merupakan Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden 2024.

  • Perombakan pimpinan Pertamina kali ini membuat risiko politisasi pengelolaan BUMN makin besar.

PEROMBAKAN direksi dan komisaris PT Pertamina (Persero) menjadi sorotan karena diisi oleh elite politik di lingkaran Presiden Prabowo Subianto. Selaku pemegang saham Pertamina, pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara menunjuk dua kader Partai Gerindra sebagai pimpinan Pertamina.

Kementerian BUMN menetapkan Simon Aloysius Mantiri sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) melalui rapat umum pemegang saham pada Senin, 4 November 2024. Simon menggantikan Nicke Widyawati yang menduduki pucuk pimpinan Pertamina selama enam tahun terakhir.

Dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-23.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Dewan Pembina, Dewan Penasihat, Dewan Pakar, dan Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Simon tercatat sebagai anggota Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra. Dia juga menjabat Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden 2024.

Kementerian BUMN juga mengangkat Mochamad Iriawan sebagai Komisaris Utama Pertamina. Sebelumnya, posisi tersebut diisi oleh Simon. Iriawan alias Iwan Bule juga merupakan kader Gerindra. Iwan menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra sejak 2023. Sedangkan Dony Oskaria, yang kini menjabat Wakil Komisaris Utama Pertamina, merangkap jabatan sebagai Wakil Menteri BUMN.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menyatakan pengangkatan serta pemberhentian direksi dan komisaris Pertamina merupakan kewenangan pemerintah sebagai pemegang saham yang diwakili oleh Menteri BUMN Erick Thohir.

“Pergantian kepemimpinan perusahaan merupakan proses normal dan wajar sebagaimana ketentuan yang ada,” kata Fadjar dalam keterangan resmi, Senin, 4 November 2024. Keputusan ini tertuang dalam SK-258/MBU/11/2024 serta SK-259/MBU/11/2024 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Dewan Komisaris dan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina.

Erick mengatakan penunjukan Simon sebagai Dirut Pertamina dapat memberikan terobosan baru. Pasalnya, Simon memiliki pengalaman sebagai Komisaris Utama Pertamina saat menggantikan Basuki Tjahaja Purnama sejak Februari 2024. "Saya yakin beliau bisa bekerja lebih maksimal, apalagi dengan terobosan-terobosan yang sudah didiskusikan langsung," ujar Erick di Jakarta, Senin, 4 November 2024.  

Hingga kini belum diketahui apakah Simon ataupun Iwan Bule sudah menanggalkan posisinya di Dewan Pembina Gerindra. Susunan pengurus di laman Gerindra tidak mendetailkan daftar anggota Dewan Pembina Gerindra. 

Simon Aloysius Mantiri (depan, kanan) saat berkunjung ke Green Refinery Kilang Pertamina International Refinery Unit IV Cilacap, Jawa Tengah, Agustus 2024. Dok. Pertamina 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Adapun Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara mengatur soal larangan direksi BUMN menjadi pengurus partai politik.

Pasal 22 ayat 1 berbunyi: "Anggota direksi dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah, dan/atau kepala/wakil kepala daerah."

Larangan direksi BUMN dari partai politik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 juga diperkuat dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-3/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia Badan Usaha Milik Negara. Selain larangan anggota direksi BUMN menjadi pengurus partai politik, Peraturan Menteri BUMN tersebut melarang komisaris BUMN menjadi pengurus partai politik. 

Pasal 18 ayat 1a aturan tersebut menyebutkan, untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris, orang tersebut “bukan pengurus partai politik, calon anggota legislatif, dan/atau anggota legislatif pada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota".

Tempo meminta konfirmasi kepada Simon dan Iwan soal jabatan mereka di Partai Gerindra setelah ditunjuk menjadi pimpinan Pertamina. Namun keduanya tidak merespons. Tempo juga mencoba menghubungi Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad untuk meminta konfirmasi ihwal jabatan Simon dan Iwan di partainya. Namun, hingga berita ini diturunkan, Dasco tidak menjawab pertanyaan Tempo.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyu Askar menilai perombakan pimpinan Pertamina kali ini membuat risiko konflik kepentingan dan politisasi pengelolaan BUMN makin besar. "Ini langkah mundur dalam upaya menciptakan BUMN yang kompetitif dan berdaya saing di tingkat global," tuturnya kepada Tempo, Selasa, 5 November 2024. 

Terlebih, kursi komisaris utama dan direktur utama diduduki oleh kader dari partai yang sama. Menurut Media, hal ini akan membuat pengawasan internal melemah karena kurangnya obyektivitas. Ini juga bisa menggeser fokus perusahaan ke agenda politik yang dapat merugikan kinerja perusahaan dan keberlanjutan perusahaan.

Apalagi Pertamina selama ini berperan penting sebagai tulang punggung energi nasional. Lifting minyak Pertamina berkontribusi terhadap 69 persen minyak mentah nasional. Produksi minyak Pertamina tahun lalu mencapai 566 ribu barel per hari atau meningkat 10 persen dibanding pada 2022 yang sebesar 514 ribu barel per hari.

Sementara itu, lifting gas Pertamina mencakup 34 persen dari total gas nasional. Dari sisi pengolahan kilang, produk bahan bakar minyak (BBM) Pertamina dapat memenuhi 70 persen kebutuhan BBM nasional.  

Pada 2022, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah memperkuat peran komisaris BUMN dalam pengawasan, terutama terhadap proyek-proyek besar yang rawan dikorupsi. "Apabila pemerintah menjadikan posisi komisaris BUMN sebagai ajang membayar utang budi karena jasa seseorang dalam proses politik dan pemenangan pemilu, sulit menghindari korupsi yang mengakar di BUMN," demikian petikan laporan bertajuk "Tren Penindakan Kasus Korupsi BUMN 2016-2021" yang dipublikasikan ICW pada 21 April 2022.

ICW juga menyoroti kinerja sebagian besar BUMN yang belum optimal. Total aset semua BUMN pada akhir 2020 mendekati Rp 8.000 triliun. Tapi perolehan labanya hanya sekitar Rp 150 triliun. Selain kontribusi terhadap pendapatan negara tak optimal, BUMN banyak digerogoti korupsi. Berdasarkan data ICW, pada 2016-2021, penegak hukum menyidik sedikitnya 119 kasus korupsi di lingkungan BUMN. Akibatnya, negara rugi hingga Rp 47,9 triliun.

Media mengatakan pergeseran fokus perusahaan ke agenda politik bisa membuat Pertamina kehilangan kepercayaan dari publik dan investor. Selain itu, kondisi ini dinilai tidak adil bagi para pekerja Pertamina yang harus melalui seleksi ketat, sementara pimpinannya justru diangkat tanpa sistem merit yang jelas. 

Media berharap kebijakan ini tidak mengulang skandal masa lalu yang hampir membuat Pertamina bangkrut di era Orde Baru. Ia merujuk pada skandal mantan Direktur Utama Pertamina, Ibnu Sutowo, yang ditunjuk oleh Presiden Soeharto. Ibnu adalah seorang jenderal militer yang dekat dengan Soeharto. 

Prabowo Subianto (kedua kiri) mengumumkan Irjen Pol (Purn) Mochamad Iriawan (kedua kanan) bergabung ke Partai Gerindra di Kertanegara, Jakarta, 27 April 2023. Dok.TEMPO/Magang/Muhammad Fahrur Rozi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Pada 1975, Pertamina terbelit utang jangka pendek hingga US$ 10,5 miliar akibat salah pengelolaan. Padahal pendapatan negara saat itu tak lebih dari US$ 6 miliar dengan cadangan devisa hanya sekitar US$ 400 juta. Salah satu kasus yang mencuat adalah sewa beli tanker samudra. Ibnu kemudian diberhentikan karena skandal ini hampir menyebabkan kebangkrutan nasional akibat utang besar Pertamina. 

Menurut Media, skandal tersebut bisa menjadi pelajaran tentang bagaimana politisasi dan kurangnya pengawasan profesional dalam BUMN dapat menyebabkan kerugian yang sangat serius. Dia menekankan pentingnya mitigasi terhadap politisasi dan korupsi di Pertamina agar sejarah kelam tersebut tidak terulang.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko juga menyayangkan langkah pemerintah memasukkan politikus ke jajaran pemimpin Pertamina. TII mencatat selama ini posisi direksi BUMN selalu diambil dari kalangan profesional. 

Ia khawatir hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan yang sangat besar. Karena itu, Danang mendorong Kementerian BUMN membuat aturan yang lebih jelas dan rinci untuk mencegah konflik kepentingan.

Selain ada risiko konflik kepentingan, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, berpandangan pengangkatan dua politikus itu dapat membuka peluang korupsi di tubuh Pertamina. Fungsi pengawasan oleh komisaris utama terhadap direktur utama juga dikhawatirkan tidak berjalan karena kedua posisi itu diisi dari kubu atau partai politik yang sama. 

"Pembukaan akses pelanggaran korupsi di Pertamina itu sesungguhnya bertentangan dengan komitmen Prabowo dalam pemberantasan korupsi di pemerintahan ataupun di BUMN," ucap Fahmy. Ia menilai pengangkatan kader partai politik untuk mengisi posisi tinggi di Pertamina sebagai perusahaan milik negara sepenuhnya tidak pantas.

Fahmy menyarankan Prabowo mempertimbangkan kembali pengangkatan dua kader Gerindra ini sebagai Direktur Utama dan Komisaris Utama Pertamina. Alternatif lain, Fahmy menyarankan kedua pejabat tersebut mundur dari jabatan partai guna menjaga integritas Pertamina. Langkah itu juga demi menghindari risiko konflik kepentingan serta pelanggaran etik.

Dalam unggahan di akun Instagram Pertamina pada Senin, 4 November 2024, Simon menegaskan dedikasi dan tanggung jawab yang setinggi-tingginya untuk mengemban tugas serta amanah sebagai Direktur Utama Pertamina. "Pertamina harus kita buat jauh lebih maju, lebih berkembang, dan lebih jaya di masa depan," katanya. Sedangkan Iwan mengatakan jabatan Komisaris Utama Pertamina yang dia emban merupakan amanah yang sangat besar yang akan dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus