Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Duit Lagi Setelah Akuisisi

PT Perusahaan Listrik Negara mengakuisi pembangkit North Duri Cogeneration. Bukan duit terakhir yang harus digelontorkan perusahaan setrum milik negara di Blok Rokan.

10 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PLN mengakuisisi PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara, anak usaha Chevron, pemasok utama kebutuhan listrik Blok Rokan.

  • Transaksi disiapkan setelah muncul persoalan status aset North Duri Cogeneration.

  • PLN menyiapkan dana investasi tambahan triliunan rupiah untuk menyambungkan sistem kelistrikan Sumatera ke Blok Rokan.

BOB Saril punya waktu sebulan untuk menuntaskan semua urusan menjelang alih kelola secara penuh Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia ke PT Pertamina (Persero). Bob, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), sembilan bulan terakhir memang harus ikut repot mengurus transisi operator ladang minyak raksasa di Riau tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Selasa, 6 Juli lalu, Bob meneken perjanjian jual-beli saham PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN). PLN mengakuisisi pemilik Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap North Duri Cogeneration itu dari tangan Chevron Standard Limited.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi pekerjaan Bob belum selesai sepenuhnya. PLN harus segera menyepakati harga jual listrik dengan PT Pertamina Hulu Rokan, anak usaha Pertamina yang akan mengoperasikan Blok Rokan. "Kami masih dalam proses setelah penandatanganan pembelian saham. Ada satu bulan untuk beberapa proses transisi untuk closing deal semuanya," kata Bob Saril kepada Tempo, Jumat, 9 Juli lalu.

Akuisisi ini setidaknya mengakhiri ketidakpastian nasib pasokan listrik dan uap ke sumur-sumur produksi Blok Rokan. Pembangkit North Duri Cogeneration milik MCTN dibangun dan dikelola di luar kontrak kerja sama bagi hasil (production sharing contract) antara pemerintah dan Chevron di Rokan. Walhasil, berakhirnya kontrak Chevron di Blok Rokan tak otomatis mengembalikan pembangkit berkapasitas 3 x 100 megawatt tersebut kepada negara.

Acara penandatanganan perjanjian jual beli saham antara PT PLN Persero dengan pemegang saham PT MCTN, salah satunya Chevron Standard Limited, secara daring, pada 6 Juli 2021. Dok. PLN

Situasi tersebut mulai menjadi persoalan pada 2020, setahun menjelang alih kelola Rokan ke Pertamina. Lantaran tak akan lagi mengelola ladang minyak raksasa, Chevron berniat melepas pula aset pembangkit North Duri Cogeneration lewat lelang. PLN ditugasi ikut masuk persaingan demi memastikan pasokan listrik ke fasilitas produksi tetap aman ketika Pertamina sepenuhnya menjadi operator Blok Rokan.

Beroperasi sejak 2000, North Duri Cogeneration memang menjadi jantung bagi sumur-sumur produksi di Rokan. Pembangkit ini dilengkapi ketel yang bisa menghasilkan uap setara dengan 360 ribu barel air per hari. Uap dihasilkan dengan memanfaatkan gas buang yang kemudian disuntikkan ke sumur-sumur produksi Blok Rokan.

Ladang minyak tua ini memang unik. Kandungan minyaknya, terutama di Lapangan Duri, amat kental. Sejak 1985, Chevron mengaplikasikan injeksi uap (steam flood) di Rokan. Pendek kata, uap itu diperlukan agar minyak dari perut bumi Blok Rokan lebih mudah diangkat dan dialirkan ke fasilitas produksi.

Sebenarnya ada tiga unit pembangkit lain yang beroperasi di Blok Rokan, yakni Minas (100 megawatt), Central Duri (105 megawatt), dan Duri (21 megawatt). Namun pembangkit-pembangkit ini milik Chevron Pacific Indonesia sehingga kelak juga akan dikelola oleh Pertamina Hulu Rokan.

Dimulai sejak November tahun lalu, negosiasi antara PLN dan Chevron Standard Limited dikabarkan tersendat harga penawaran yang disebut-sebut mencapai US$ 300 juta atau senilai Rp 4,3 triliun. PLN mempersoalkan harga ini lantaran biaya pembangunan pembangkit North Duri Cogeneration dulu cuma berkisar US$ 190 juta.

Entah berapa nilai akuisisi yang akhirnya disepakati PLN dan Chevron Standard Limited dalam transaksi ini. Bob enggan mengungkapkannya lantaran terikat perjanjian kerahasiaan yang baru bisa dibuka pada 6 Agustus nanti.

Yang sudah pasti juga, selain mengurus kesepakatan harga jual listrik ke Pertamina, PLN harus menyiapkan investasi untuk membangun jaringan transmisi yang menghubungkan fasilitas produksi Blok Rokan ke sistem kelistrikan Sumatera. Untuk itu, perseroan harus membangun converter lantaran listrik di Blok Rokan selama ini menggunakan frekuensi tegangan 60 hertz seperti lazimnya di Amerika Serikat. Sedangkan frekuensi di sistem kelistrikan Sumatera 50 hertz.  

 

Pasokan listrik dari sistem kelistrikan Sumatera ini ditargetkan masuk ke Rokan pada 2024. Pada tahun yang sama, kelak cadangan daya sistem Sumatera diproyeksikan mencapai 3.811 megawatt sehingga dipercaya cukup andal menopang Rokan. Sedangkan North Duri Cogeneration yang baru saja diakuisisi hanya akan dimanfaatkan secara penuh di masa transisi, 2021-2023. Selanjutnya, pembangkit ini bakal menjadi pembangkit cadangan dalam kondisi darurat, seperti ketika ada kendala sistem atau jadwal pemeliharaan jaringan.  

Menurut Bob, investasi untuk membangun jaringan transmisi ini disiapkan dari dana internal yang telah masuk rencana kerja dan anggaran perusahaan PLN. "Sekitar Rp 6,7 triliun, cukup besar untuk investasi yang satu itu. Ini kan untuk jangka panjang, dan lebih hemat. Berdasarkan hitungan ini, sangat menguntungkan," tutur Bob. Karena itu, PLN juga menjamin Pertamina bakal mendapat harga listrik yang jauh lebih murah ketimbang menyewa pembangkit atau membeli listrik dari MCTN.  

Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee A. Suardin punya harapan yang sama. Untuk mempertahankan produksi minyak sekitar 161 ribu barel per hari, Blok Rokan membutuhkan pasokan listrik 400 megawatt dan uap setara dengan 335 ribu barel air per hari. Jaffee berharap, dengan dipegang PLN, biaya listrik dan uap yang harus ditanggung perusahaannya lebih murah. "Agar mampu mendukung pengembangan sumur-sumur minyak dengan skala keekonomian yang lebih baik," ucapnya, Jumat, 9 Juli lalu.

AISHA SHAIDRA, RETNO SULISTYOWATI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus