Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai wacana subsidi BBM, listrik, hingga LPG menjadi model bantuan langsung tunai (BLT) di pemerintahan Prabowo-Gibran penuh resiko. Ia menilai akurasi data penerima jadi salah satu tantangan terberat dari model BLT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Potensi fraud atau penyelewengan cukup tinggi jika data penerima bantuan tidak diperbaharui dan diverifikasi secara berkala,” kata Achmad kepada Tempo, Jumat, 27 September 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, wacana tersebut dilontarkan Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Burhanuddin Abdullah, saat hadir di acara UOB Indonesia Economic Outlook 2025 pada Rabu, 25 September 2024.
Eks Gubernur Bank Indonesia ini menyampaikan skema subsidi energi di Indonesia selama ini tidak tepat sasaran. Selain itu, ia mengklaim telah menghitung potensi penghematan anggaran sekitar Rp150-200 triliun jika skema subsidi diubah menjadi BLT.
Mengenai hal itu, Achmad berpendapat estimasi penghematan harus didukung perhitungan yang jelas terkait efisiensi administrasi dan efektivitas distribusi BLT. Selain itu, klaim penghematan anggaran hingga Rp 200 triliun menurutnya masih perlu kajian yang mendalam.
“Data penerima BLT harus menggunakan data yang valid dan terverifikasi, seperti DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dari Kementerian Sosial,” kata Achmad.
Achmad menambahkan, proses validasi dan pembaruan data itu kerap menghadapi masalah. Terutama karena keterbatasan kapasitas daerah, keterlambatan pemutakhiran data, hingga potensi manipulasi oknum di lapangan.
Ia mengingatkan bahwa subsidi BBM dan LPG selama ini memiliki dampak langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Sehingga, penting untuk memastikan bahwa jumlah BLT yang diterima masyarakat mampu menutupi kenaikan harga yang terjadi akibat pengurangan subsidi energi.
Terakhir, ia mengungkapkan bahwa program BLT perlu sistem distribusi yang andal, transparan, dan mudah diakses. “Potensi kendala teknis seperti akses terhadap perbankan dan teknologi, terutama di wilayah terpencil, perlu diantisipasi,” pesannya.
Tempo telah mencoba menghubungi Burhanuddin Abdullah pada Sabtu, 28 September dan Senin, 30 September 2024 untuk meminta keterangan lebih lanjut mengenai paparannya seputar ide perubahan subsidi energi menjadi BLT. Namun, hingga tulisan ini tayang ia belum memberikan respons.
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Sebab Bandara IKN Dinilai Tak Layak untuk Penerbangan Komersil, Promo Tiket Kereta Api