Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Prabowo Tak Masalah Rasio Utang 50 Persen dari PDB, Apa Saja Risikonya?

Prabowo Subianto mengatakan tak masalah jika rasio utang pemerintah mencapai 50 persen dari PDB. Para ekonom membeberkan sejumlah risikonya.

9 Januari 2024 | 14.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto, mengatakan tak masalah jika rasio utang pemerintah mencapai 50 persen dari produk domestik bruto (PDB). Bagaimana pendapat para ekonom?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonom Bright Institue, Awalil Rizky, mengatakan rata-rata rasio utang negara berpendapatan rendah dan menengah ada di kisaran 25 persen sejak 2006. "Bahkan hanya kisaran 20 persen pada tahun-tahun tertentu," ujar Awalil kepada Tempo, Selasa, 9 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menuturkan, para ahli dan lembaga internasional merekomendasikan agar rasio utang di bawah 30 persen. Bahkan, ada yang menyarankan rasio tersebut di bawah 25 persen.

"Bisa dipastikan negara yang memiliki rasio hingga 50 persen akan mengalami kesulitan," ucap Awalil. 

Jika rasio utang mencapai 50 persen PDB, menurut Awalil, kesulitan suatu negara langsung terlihat pada neraca transaksi berjalannya. Selain itu, kebutuhan devisa untuk membayar beban utang luar negeri (pokok dan bunga) akan berat. 

"Akan menyulitkan untuk kebutuhan impor bahan baku, barang modal, dan konsumsi yang vital," tutur Awalil. "Giliran berikutnya, akan menekan perekonomian yang artinya membatasi kemungkinan penerimaan negara."

Awalil mencatat, sepanjang lima tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 2014 hingga 2019, terjadi peningkatan rasio utang pemerintah sebesar 5,55 persen. 

Ia memperkirakan, rasio utang pemerintah terhadap PDB akan mencapai 38,77 persen pada 2023 dan 38,98 persen pada 2023. Dengan begitu, Awalil memprediksi ada penambahan rasio utang sebesar 8,67 persen.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, juga mengatakan penarikan utang hingga 50 persen dari PDB membahayakan kondisi fiskal. "Kalau ruang fiskalnya sudah sangat sempit, defisit anggaran melebar, khawatir banyak program pemerintah ke depan bisa mangkrak, bahkan dibatalkan," ujarnya pada Tempo, Selasa.

Ia menuturkan, berbagai mega proyek infratruktur yang dibangun di era Jokowi termasuk proyek capres terpilih berpotensi meningkatkan beban utang. Dengan rasio utang saat ini, tutur dia, bunga utang nyaris Rp 500 triliun pada tahun ini. 

"Itu tidak sehat, maka presiden ke depan harus hati hati soal penambahan utang, bukan bersemangat menambah utang baru," tutur Bhima.

Adapun capres nomor urut dua, Prabowo Subianto, sebelumnya menyatakan sependapat dengan capres nomor urut satu, Anies Baswedan, soal utang. “Saya setuju sebagian yang disampaikan, yang penting utang itu produktif,” ujar Prabowo dalam Debat Capres yang disiarkan langsung akun YouTube Tempodotco pada Ahad, 7 Januari 2024.

Tapi, dia menjelaskan, utang hingga mencapai 50 persen dari PDB pun, Indonesia tidak akan bermasalah. “Kita tidak pernah default (gagal bayar), kita dihormati dunia,” kata Prabowo.

AMELIA RAHIMA SARI | MOH. KHORY ALFARIZI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus