Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengklaim bahwa proyek Ibu Kota Nusantara atau IKN di Kalimantan Timur bukanlah keputusan Presiden saja melainkan keputusan seluruh rakyat Indonesia. Jokowi menyampaikannya dalam sambutan di Rakornas Baznas Tahun 2024, Istana Negara IKN pada Rabu, 25 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi ini bukan keputusan presiden saja, tetapi juga keputusan seluruh rakyat Indonesia yang diwakili oleh seluruh anggota DPR yang ada di Jakarta. Supaya jangan ada sebuah kekeliruan persepsi bahwa ini adalah proyeknya Presiden Jokowi, bukan,” kata Jokowi sebagaimana dikutip dari video Sekretariat Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menjelaskan ulang mengenai ide pemindahan Ibu Kota Negara atau IKN yang sudah muncul di era Presiden Soekarno. Namun setelah dilantik pada 2014, ia secara khusus meminta Bappenas untuk melihat lagi gagasan ini.
Diketahui, sejak 2022 sampai akhir 2024, pemerintah bakal mengeluarkan anggaran dari APBN sebesar Rp 72 triliun untuk pembangunan IKN. Selain itu, Otorita IKN sudah mendapat persetujuan dari DPR penambahan anggaran Rp 27,8 triliun tahun depan.
Dari awal hingga kini, proyek pengembangan IKN telah menuai kritik dari berbagai pihak seperti pengamat, tokoh publik hingga aktivis lingkungan. Beberapa kritik yang pernah dilontarkan antara lain:
1. Keputusan Jokowi Pindah
Ekonom dan pengamat kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai keputusan Presiden Jokowi berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN) menjelang lengser, bukan langkah bijak. Ia justru menyebut sikap Jokowi tersebut lebih terkesan untuk pencitraan. "Di sisa masa jabatan yang tinggal sebentar, ini terkesan seperti upaya meninggalkan legacy saja," kata Achmad kepada Tempo, Sabtu, 14 September 2024.
Tak hanya itu, Achmad juga menyoroti pembangunan infrastruktur pendukung, seperti Bandara IKN, yang belum rampung. "Ini juga menjadi pemborosan anggaran karena perjalanan dari Jakarta ke Balikpapan, lalu menuju IKN, memakan waktu dan biaya yang besar," ujar Achmad. Menurutnya, anggaran untuk perjalanan bolak-balik dan berkegiatan di IKN itu bisa digunakan untuk hal-hal lain yang lebih mendesak.
2. Pengelolaan Bandara IKN
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mempertanyakan maksud Kementerian Perhubungan (Menhub) yang membuka peluang bagi pihak asing untuk mengelola Bandara IKN.
Ia menyebut, saat ini, penduduk di sekitar Ibu Kota Negara (IKN) masih belum terlalu banyak dengan jumlah penerbangan yang juga tidak akan masif. Sebagai ekonom ia pun ragu akan ada investor berminat untuk mengelola bandara tersebut.
"Karena jumlah penduduknya masih sedikit, ya untuk apa diserahkan pengelolaan kepada asing? Jadi IKN ini jadi tempat liberalisasi bisnis sebenarnya dibandingkan kepentingan nasional," ujarnya kepada Tempo Sabtu, 14 September 2024.
Lebih lanjut, Bhima menilai rencana menggandeng investor asing tersebut bisa bertentangan dengan keamanan nasional. Pasalnya, IKN merupakan objek vital nasional yang nantinya memuat banyak informasi terkait jalur udara, barang dan orang yang keluar masuk bandara.
Ia pun khawatir jika data-data tersebut bisa diketahui asing melalui pengelola Bandara IKN. Oleh karenanya, Bhima berharap agar pengelolaan Bandara IKN dipegang oleh Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
3. Obral Hak Atas Tanah
Eks Menteri Perencanaan Pembangunan sekaligus pencetus pemindahan ibu kota negara Penajam Paser Utara, Andrinof Chaniago, mengkritisi langkah Presiden Jokowi yang mengobral hak atas tanah di Ibu Kota Nusantara (IKN) untuk investor.
Sebagaimana dalam Perpres 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN, Jokowi mengobral hak guna usaha atau HGU hingga 190 tahun. Selain itu, kepala negara memberi hak guna bangunan (HGB) hingga 160 tahun.
Andrianof pun menyebut, obral HGU dan HGB hingga hampir dua abad itu tidak perlu dilakukan. “Itu kebablasan,” ujar Andrinof saat konferensi pers menjelang peluncuran buku 9 Alasan dan 8 Harapan Memindahkan Ibu Kota di Auditorium Kementerian PUPR, Rabu, 14 Agustus 2024.
Ia juga mengingatkan bahwa IKN akan dibangun menjadi kota pemerintah. Oleh karenanya, bisnis dan investasi dari swasta bisa menyusul belakangan. Yang terpenting, kata dia, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN harus eksis dan beroperasi lebih dulu.
4. Kereta Tanpa Rel Tetap Menghasilkan Emisi
Pembangunan IKN juga tak luput dari kritik mengenai lingkungan, seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang ragu terhadap klaim ramah lingkungan yang disematkan pada kereta otonom tanpa rel atau Autonomous Rail Transit (ART) yang akan meluncur di jalanan inti Ibu Kota Nusantara (IKN).
Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur, Dwi Sawung, menyatakan bahwa kereta model trem yang akan diuji jalan mulai Agustus itu tetap menghasilkan emisi karbon."Untuk memindahkan orang, keluarga, dan pembangunan saja sudah tinggi emisinya" kata Sawung kepada Tempo, Selasa, 30 Juli 2024.
Ia menilai, perencanaan kereta otonom IKN tersebut tidak matang. Menurut Sawung, pemerintah belum menjelaskan jenis konsumen yang disasar oleh proyek sepur tanpa rel tersebut. "Kalau belum jelas, tidak bisa diklaim lebih rendah emisinya," tutur dia.
5. Masa Depan Gelap Setelah Ditinggal Jokowi
Pengamat politik Adi Prayitno berbicara soal masa depan masa depan Ibu Kota Nusantara (IKN) setelah transisi Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto. Ia menilai, ada perbedaan kepentingan Jokowi dan Prabowo mengenai program prioritas pemerintah ke depan yang bisa menjadi hambatan.
Adi menjelaskan IKN seolah dijadikan narasi oleh kubu Prabowo kepada Jokowi agar nanti diusahakan untuk dilakukan. Tapi pada praktiknya akan terjadi kerumitan. Pasalnya sebagaikana diketahui bahwa program andalan Prabowo seperti makan bergizi gratis juga memerlukan anggaran jumbo. “Masa depan IKN setelah transisi Jokowi ke Prabowo harus diakui memang gelap gulita,” kata Adi dihubungi pada Kamis malam, 11 Juli 2024.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini juga menyoroti soal keragu-raguan Aparatur Sipil Negara pindah ke IKN, investasi seret, hingga kesiapan infrastruktur yang belum memadai menjadi kendala pemindahan ibu kota. “Publik juga tahu IKN bukan proyek sekali jadi, butuh proses 10 tahun. IKN tidak bisa disulap simsalabim – jadi dalam 100 malam,” ujarnya.
NI MADE SUKMASARI | RIRI RAHAYU | M. RIZKI YUSRIAL | IRSYAN HASYIM | DANIEL A. FAJRI