Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pesawat Boeing 737-500 milik Trigana Air diduga ditembak oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB - OPM) pada Sabtu pekan lalu, 11 Maret 2023. Pesawat itu ditembak setelah lepas landas dari Bandara Dekai Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usai kejadian itu, manajemen Trigana Air memastikan tidak akan melayani penerbangan ke Dekai Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, hingga batas waktu yang tidak ditentukan. "Kami untuk sementara menghentikan penerbangan ke Dekai dan saat ini sedang konsolidasi internal," kata Aviation Security and Safety Manager Trigana Air, Kapten Alfred, melalui pesan singkat Sabtu malam, 11 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kala itu, salah satu penumpang yang turut dalam pesawat tersebut mengungkapkan sesaat setelah lepas landas memang sempat terdengar bunyi tembakan satu kali. Bunyi tembakan diperkirakan saat pesawat masih berada di sekitar ujung landasan dan di atas kali atau sungai kecil.
Meski penumpang sempat panik, namun tidak ada korban dalam insiden tersebut. Pesawat terus melanjutkan penerbangan hingga akhirnya mendarat dengan selamat di Bandara Sentani.
Lalu, seperti apa profil maskapai dan sejarah Trigana Air?
Trigana Air memulai operasi dengan 2 pesawat sayap tetap jenis Beechcraft SUPER-KING AIR B-200C (SKA B-200C) pada awal 1991. Serta ada 2 helikopter baru NBell-412SP, yang diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia Bandung.
“Pada akhir tahun tersebut, Trigana Air Service dengan cepat merespon permintaan yang tinggi akan kebutuhan dukungan udara untuk transportasi di Indonesia,” seperti dikutip dari situs resmi Trigana Air pada Senin, 13 Maret 2023.
Saat itu, klien pertama Trigana Air adalah PT Mapindo yang menggunakan SKA B-200 untuk pemetaan foto kehutanan di seluruh kepulauan Indonesia pada Maret 1991. Kegiatan itu merupakan pemotretan udara dengan presisi tinggi dan terbaik yang pertama dilakukan di Indonesia.
Selanjutnya: “Keberhasilan proyek ini mendorong ..."
“Keberhasilan proyek ini mendorong kami untuk menambah 3 pesawat lagi untuk layanan yang sama,” tulis manajemen Trigana Air.
Kemudian, operasi lain yang berbeda kemudian dikembangkan dengan dikenalkannya helikopter NBell-412 SP pada November 1991. Pesawat ini dioperasikan atas nama MAXUS Oil (Perusahaan Eksplorasi Minyak yang dikontrak oleh Pertamina/ The Indonesia Petrolium Company) di Pabelokan, Kepulauan Seribu, di lepas pantai, sebelah utara Jakarta.
Sebuah Bell 412 lainnya ditambahkan setahun kemudian. Helikopter-helikopter tersebut digunakan untuk mengangkut kru dan logistik, dengan standar operasi dan pemeliharaan yang sangat tinggi.
Namun, keberhasilan fotografi pemetaan menyebabkan klien Trigana Air memperoleh pesawatnya sendiri untuk operasi tersebut. Sehingga manajemen Trigana Air mencari pekerjaan lain, dengan memutuskan untuk mengoperasikan jenis pesawat yang berbeda yaitu 4 unit F27-600 sebagai pengganti SKA - B200.
F-27 dioperasikan di Jakarta untuk melayani penerbangan penumpang dan kargo dengan CONOCO, Perusahaan Minyak dan penerbangan domestik terjadwal (Sempati Air).
MOH KHORY ALFARIZI | ANTARA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini