Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Larangan ekspor tidak menghalangi laju saham emiten batu bara.
Didorong oleh datangnya musim dingin di sejumlah negara.
Analis memperkirakan harga saham akan mulai terkoreksi pada triwulan II.
JAKARTA - Laju saham emiten sektor pertambangan batu bara masih bertenaga meskipun sempat tersandung larangan ekspor pada awal Januari lalu. Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pelonggaran larangan ekspor yang dikeluarkan pemerintah memberikan sentimen positif terhadap saham berbasis komoditas dan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.
"Peningkatan saham emiten berbasis komoditas juga berdampak pada perbankan. Karena, pelaku ekspor-impor menggunakan uang bank," ujar Ibrahim kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Kebijakan pemerintah melarang ekspor batu bara sepanjang bulan ini berimbas pada harga komoditas itu di pasar global. Harga batu bara naik tanpa henti pada periode 12-17 Januari. Selama periode tersebut, harga melesat 29,09 persen. Kebutuhan dan tingkat harga yang diprediksi masih tinggi selama 2022 diyakini bakal membuat kinerja perusahaan batu bara tetap mengkilap.
Bongkar muat batu bara di Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, 4 Januari 2022. ANTARA/Nova Wahyudi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski demikian, Ibrahim memperkirakan reli harga batu bara hanya akan terjadi pada triwulan pertama 2022, ketika sejumlah negara memasuki musim dingin ekstrem. Dia menyebutkan, komposisi pembangkit batu bara di Cina mencapai 50,5 persen dari total pembangkit. Sementara itu, pada saat musim dingin, Cina sedikit sekali menambang batu bara. Padahal pasokan listrik dari Cina juga dialirkan ke negara-negara Asia Tengah.
"Ada ketergantungan listrik dari Cina, sementara Cina tengah mengalami krisis energi. Hal ini salah satunya yang mengangkat harga batu bara melampaui US$ 200 per ton," ujar Ibrahim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan situasi tersebut, ia menambahkan, saham-saham sektor tambang batu bara akan terdongkrak. Ibrahim mengatakan harga akan mulai terkoreksi pada triwulan kedua, seiring dengan peralihan dari musim dingin ke musim semi. Selain itu, berakhirnya musim dingin akan membuat tambang batu bara Cina berproduksi secara maksimal.
Pendiri LBP Institute sekaligus analis saham, Lucky Bayu Purnomo, mengatakan pelonggaran larangan ekspor menjadi sentimen positif bagi pelaku pasar karena dianggap sebagai keputusan yang bijaksana. "Kejadian tersebut juga harus dijadikan pelajaran bagi ekosistem bisnis batu bara dalam negeri, bahwa kemampuan produksi dengan konsumsi perlu dikelola dengan baik agar tidak terjadi kekurangan pasokan," tutur Lucky.
Di masa mendatang, dia mengimbuhkan, sektor tambang batu bara masih akan cukup menarik bagi investor. Dukungan terhadap pergerakan sektor batu bara juga datang dari penguatan harga minyak dunia yang sudah menembus US$ 85 per barel. Ia memprediksi, sentimen positif batu bara akan bertahan hingga enam bulan ke depan karena harga minyak dunia masih berpotensi menguat.
"Ke depan, pergerakan saham batu bara cenderung menguat. Koreksi minor mungkin terjadi, namun hanya dalam jangka pendek,” ucap Lucky.
Adapun secara teknikal, menurut analis saham dari MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, harga saham emiten batu bara masih dalam tren melemah. Kalaupun menguat, kata dia, pergerakannya relatif terbatas. Beberapa saham yang diproyeksikan menguat terbatas adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
"Sedangkan Indo Tambangraya Megah, Delta Dunia Makmur, dan Indika Energy, pergerakannya kurang begitu baik, masih downtrend. Sementara United Tractors kami lihat masih berpeluang menguat," ujar Herditya.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo