Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nasib pembayaran polis jatuh tempo Jiwasraya tak kunjung jelas.
Kejaksaan Agung membidik tersangka dari manajemen lama perseroan dan rekanan swasta.
DPR menyiapkan pembentukan panitia khusus, BPK bersiap menggelar audit investigasi.
HEXANA Tri Sasongko menengok sejenak ke arah atas ruang rapat Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat. Senin, 16 Desember lalu, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya ini kembali meminta maaf kepada nasabah yang siang itu memenuhi balkon untuk mendengarkan sesi rapat terbuka. “Saya tidak bisa memastikan tanggal berapa karena ini semuanya proses,” kata Hexana di pengujung persamuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangsung lebih dari dua jam, rapat itu dipenuhi paparan Hexana tentang kondisi perseroan. Neraca keuangan perseroan penuh borok akibat buruknya pengelolaan risiko pada produk investasi berbasis asuransi jajaran direksi sebelumnya.
Liabilitas Jiwasraya hingga September 2019 telah mencapai Rp 49,6 triliun. Sedangkan ekuitas perusahaan minus Rp 23,92 triliun. Kewajiban pembayaran klaim polis yang jatuh tempo Oktober-Desember 2019 mencapai Rp 12,4 triliun. “Ketidakmampuan membayar klaim sebenarnya bukan hubungan tunggal, tapi masalah kompleks dari sisi aset dan liabilitas,” ujar Hexana. Rapat ditutup dengan rekomendasi pembentukan panitia khusus DPR untuk permasalahan di Jiwasraya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor pusat PT Asuransi Jiwasraya di kawasan Harmoni, Jakarta, 21 November 2019./ TEMPO/Tony Hartawan
Di tengah belum jelasnya nasib polis jatuh tempo belasan ribu nasabah yang gagal dibayarkan setahun lalu, dugaan kejahatan korporasi di perusahaan asuransi tertua di Tanah Air ini justru makin terang. Dua hari berselang, Rabu, 18 Desember lalu, giliran Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengumumkan telah mengambil alih penanganan dugaan pidana dalam investasi bermasalah Jiwasraya dari tangan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, yang sudah mengumpulkan keterangan dari 89 saksi sejak Juni 2019.
Burhanuddin mengklaim telah mengantongi sejumlah calon tersangka dari direksi lama dan pihak swasta pada kasus yang merugikan negara hingga Rp 13,74 triliun itu. “Siapa saja itu masih rahasia,” kata mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara tersebut.
Babak baru penanganan dugaan pidana di Kejaksaan Agung ini sekaligus menguatkan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang lebih dulu menyebutkan adanya indikasi kriminal di balik prahara Jiwasraya. “Seluruh data akan kami sampaikan untuk penegakan hukum,” ujar Sri setelah mengikuti rapat tertutup membahas masalah yang sama dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16 Desember lalu.
•••
SETAHUN berlalu, Jiwasraya belum juga mampu mengembalikan uang nasabah atas polis investasi berbonus perlindungan jiwa bernama JS Saving Plan yang macet sejak 6 Oktober 2018. Pengelolaan produk investasi lewat 13 perusahaan manajer investasi ini ditengarai tak memenuhi berbagai regulasi manajemen risiko. Penempatan dana senilai Rp 14,9 triliun ke dalam saham dan reksa dana, misalnya, melampaui bobot moderat 50 persen dari total duit nasabah.
Sebagian besar saham yang diboyong berkategori tier III, saham-saham berkualitas buruk (junk stock). “Dengan kondisi pasar saat ini, mayoritas aset investasi tidak dapat diperjualbelikan,” ujar Hexana Tri Sasongko, yang didapuk memimpin Jiwasraya pada November 2018 untuk mengatasi masalah di perseroan.
Buruknya pengelolaan dana nasabah Jiwasraya sebetulnya sempat terdeteksi pada 2016. Dalam laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu pada 2014-2015, Badan Pemeriksa Keuangan mengungkap potensi pelanggaran atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya operasional Jiwasraya yang sejak 2008 dipimpin Direktur Utama Hendrisman Rahim.
BPK menyebutkan Jiwasraya berpotensi menghadapi risiko gagal bayar atas transaksi investasi pembelian surat utang jangka menengah (medium term note) PT Hanson International, yang dipimpin pengusaha Benny Tjokrosaputro. Jiwasraya menempatkan Rp 680 miliar di perusahaan itu. Padahal, menurut BPK, kinerja Hanson saat itu jeblok.
Ada pula temuan pembelian 47 jenis saham dengan total investasi yang mencapai Rp 1,3 triliun. Jiwasraya juga mengantongi 49,26 persen saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) milik broker Heru Hidayat. Jumlah ini melebihi ketentuan internal batas maksimal investasi pada satu saham, yakni hanya 10 persen.
Kantor pusat PT Asuransi Jiwasraya di kawasan Harmoni, Jakarta, 21 November 2019. TEMPO/Tony Hartawan
•••
PEMERIKSAAN Jiwasraya rupanya belum final di Badan Pemeriksa Keuangan. Tiga pekan terakhir, auditor negara kembali bersiap melakukan audit investigasi lanjutan terhadap Jiwasraya. Seperti halnya tujuan penyidikan di Kejaksaan Agung, audit investigasi BPK ini akan menelusuri siapa saja pihak swasta dan manajemen lama yang menyebabkan kerugian perusahaan pelat merah itu. “Kami masih menunggu permintaan resmi dari DPR,” kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat ditemui Tempo, 7 Desember lalu.
BPK sebetulnya telah menyelesaikan pemeriksaan awal terhadap Jiwasraya atas permintaan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Seorang pemeriksa yang mengetahui proses itu mengatakan preliminary audit menemukan praktik goreng saham dalam penempatan investasi Jiwasraya. Sejak 2016, imbal hasil investasi perusahaan sudah minus 13 persen. “Grafiknya anjlok semua,” ujarnya. Namun, saat itu, audit permulaan tersebut tak bisa mendalami dugaan konflik kepentingan direksi dalam penempatan dana nasabah.
Sejak awal, BPK mencurigai keterlibatan dua direktur lama Jiwasraya dalam dugaan fraud pada Jiwasraya. Sebagai contoh, pembelian saham mayoritas PT Inti Agri Resources Tbk diduga diatur oleh manajer investasi PT Dhanawibawa Arthacemerlang. Pendiri perusahaan itu adalah Hary Prasetyo, yang menjabat Direktur Keuangan Jiwasraya selama 10 tahun.
Selain itu, investasi di 12 saham gocapan--harganya Rp 50 per lembar--seperti di PT Trada Alam Minerba Tbk (TRAM), yang membuat boncos keuangan, ditengarai dilakukan karena komite investasi lalai. Kepada BPK, direksi lama menyatakan pelaksanaan transaksi efek saham telah sesuai dengan standar operasi kepatuhan.
Kejaksaan pun membidik manajemen lama. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan akan segera memintakan pencekalan terhadap mantan direksi Jiwasraya. Permintaan pencekalan juga muncul dari sejumlah anggota Komisi VI DPR.
Hendrisman Rahim bergeming saat dimintai konfirmasi bahwa namanya masuk incaran pemeriksaan Kejaksaan. Panggilan telepon dan pesan WhatsApp dari Tempo kepadanya tak digubris. Sementara itu, nomor seluler Hary Prasetyo tak dapat dihubungi lagi.
Saat bertandang ke kantor Tempo pada awal Februari lalu, keduanya mengklaim semua investasi di Jiwasraya telah diperhitungkan matang-matang dan transparan. Hary membantah adanya konflik kepentingan dalam penempatan investasi. Saat itu, dia justru mempersoalkan revisi perhitungan laba bersih Jiwasraya pada 2017 oleh kantor akuntan publik PricewaterhouseCoopers (PwC). PwC menyebutkan laba bersih yang semula tercatat Rp 2,4 triliun menyusut tinggal Rp 480 miliar. “Pada 2015 dan 2016 semua tuntas dan kami sudah RUPS, lho ini kok adverse ada apa?” kata Hary.
Adapun Hendrisman mengatakan penyelesaian krisis finansial Jiwasraya tak bisa instan. Ia memperkirakan kesehatan Jiwasraya baru membaik 17 tahun sejak krisis 2008. “Harus diberi obat berkesinambungan.”
PUTRI ADITYOWATI, FRISKI RIANA, DEWI NURITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo