Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Penindakan Tidak Menyelesaikan Korupsi

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Komisaris Jenderal Firli Bahuri

21 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ketua KPK Firli Bahuri berencana membentuk deputi bidang monitoring dan deputi koordinasi antarlembaga.

  • Di bawah kepemimpinan Firli, KPK bakal memilih juru bicara yang selama ini dianggap belum ada.

  • Berdasarkan Undang-Undang KPK baru, pegawai KPK dapat didemosi atau dimutasi ke kementerian atau lembaga negara lain setelah beralih status sebagai aparatur sipil negara.

TERPILIHNYA lima pemimpin baru Komisi Pemberantasan Korupsi memantik keraguan publik terhadap kelangsungan pemberantasan korupsi. Sejak awal, sejumlah kalangan mengkritik panitia seleksi, yang mereka nilai tidak transparan dalam memilih nama-nama kandidat dan menyodorkannya kepada Presiden Joko Widodo. Salah satu calon yang kontroversial itu adalah Firli Bahuri, yang kini menjadi Ketua KPK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perwira tinggi polisi berpangkat komisaris jenderal itu, bersama empat komisioner baru KPK, dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat, 20 Desember lalu. Firli menggantikan Agus Rahardjo sebagai pemimpin komisi antirasuah hingga empat tahun ke depan. Dalam tahap akhir uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, 13 September lalu, Firli didapuk secara aklamasi sebagai Ketua KPK yang baru. Terpilihnya Firli, ditambah dengan keputusan DPR yang tiba-tiba mengesahkan revisi Undang-Undang KPK empat hari kemudian, mengejutkan publik, yang lantas bereaksi dengan menggelar serangkaian demonstrasi di Jakarta dan beberapa kota lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Firli bukan figur baru di KPK. Ia pernah menjadi Deputi Penindakan KPK, sejak April 2018 hingga Juni 2019. Rekam jejaknya di KPK sempat dipersoalkan saat proses seleksi. Firli pernah dilaporkan ke Pengawas Internal KPK karena diduga melakukan pelanggaran etik berat, yaitu bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi pada 2018. Saat itu, KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi divestasi Newmont dengan antara lain memeriksa Zainul Majdi. “Sudah saya jelaskan ke panitia seleksi saat uji publik dan fit and proper test di DPR. Sudah clear semua,” kata Firli dalam wawancara khusus dengan Tempo di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Sabtu, 21 Desember lalu.

Langkah Firli tak terbendung. Seraya menunggu pelantikannya sebagai Ketua KPK, pria 56 tahun ini bahkan dinaikkan pangkatnya menjadi komisaris jenderal dan sempat menduduki posisi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Kepolisian RI selama 18 hari. Ia kini merangkap jabatan sebagai Analis Kebijakan Utama Baharkam.

Gedung KPK, Jakarta, 19 Desember lalu.

Kepada Tempo, Firli mengutarakan rencananya menata ulang struktur organisasi KPK, antara lain dengan membentuk deputi monitoring. “Tugas KPK memonitor pelaksanaan program pemerintah, tapi bagaimana bisa melakukannya jika tidak ada deputi monitoring?” ujarnya dengan suara lantang. Firli juga menjelaskan ihwal fokus kerja KPK pada pencegahan, peran Dewan Pengawas, serta kemungkinan mendemosi atau memutasi pegawai KPK setelah mereka beralih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dia enggan mengomentari kinerja pimpinan KPK sebelumnya dan tak mau ditanyai soal kasus-kasus yang sedang ditangani KPK.

Apa program kerja Anda dalam waktu dekat?

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (Undang-Undang KPK yang baru), ada enam tugas pokok KPK. Satu tugas yang baru adalah melaksanakan putusan pengadilan dan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kalau saya lihat dari urutannya, itu adalah pencegahan, koordinasi, supervisi, monitoring, penyelidikan dan penyidikan, serta pelaksanaan putusan.

Prioritasnya ke mana?

Jika kita berbicara tentang pemberantasan korupsi, itu berarti ada upaya pencegahan dan penindakan. Tapi, menurut Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2018, ada strategi nasional pencegahan korupsi. Artinya, ada hal yang perlu diprioritaskan, yaitu pencegahan. Itu bukan berarti penindakan, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan diabaikan.

Mengapa berfokus ke pencegahan?

Analoginya begini. Ketika ada epidemi malaria, rumah sakit penuh dengan pasien penyakit malaria. Mereka sembuh setelah diberi suntikan oleh dokter, tapi besoknya terjangkit penyakit malaria lagi. Seharusnya dilakukan gerakan bersih lingkungan, sehingga jentik nyamuk malaria tidak ada. Ini identik dengan korupsi. Selalu saya dengungkan, korupsi itu tidak akan pernah bisa berakhir, zero corruption, kalau hanya dilakukan penangkapan. Sebab, yang ditangkap cuma satu orang. Padahal kita tahu korupsi itu banyak penyebabnya.

Bagaimana penilaian Anda terhadap kinerja Deputi Pencegahan KPK?

Deputi Pencegahan perlu diperkuat. Program pencegahan perlu diperkuat. Bahkan Deputi Pencegahan harus membuat program bagaimana mengajak kementerian, lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota membuat program pencegahan korupsi.

Caranya?

Membuat program inisiatif antikorupsi. Nah, nanti kita tunjuk, bisa dibuat per proyek, misalnya, kementerian tertentu membuat program pencegahan korupsi. Nanti tiap kementerian melakukannya sehingga ada perbaikan sistem, peningkatan pelayanan publik, anggaran akan efektif dan efisien. Kan, banyak suap tuh karena perizinan. Jika sistem tidak diperbaiki, korupsi tetap akan berulang. Mau kamu tangkap semua kepala daerah, kalau sistem tidak diperbaiki, enggak bisa.

Ketua KPK terpilih Firli Bahuri di gedung KPK, Jakarta, 17 Desember 2019. ANTARA/ Indrianto Eko Suwarso

Apakah persoalan perizinan ini sangat mengkhawatirkan sehingga KPK harus memperkuat pencegahan?

Harus dilakukan. Jika tidak, bisa mengganggu izin usaha. Misalnya, orang mau membawa uang ke Indonesia, membuka pabrik sawit, dan membuka lapangan pekerjaan untuk sekian ratus ribu orang. Tapi izin lahan sawit dipersulit. Enggak dikeluarkan izinnya kalau enggak bayar dulu. Ini kan enggak benar. Itulah yang harus kita perbaiki.

Presiden beberapa kali menyampaikan soal kesulitan berinvestasi di daerah karena terhambat oleh perizinan. Apakah ada pesan khusus Presiden kepada Anda?

Pesan khusus tidak ada. Tapi beliau kemarin menyampaikan bagaimana membangun Indonesia yang besar. Salah satu syarat untuk memacu Indonesia sejahtera adalah politik dan keamanan harus stabil. Syarat kedua, iklim usaha harus meningkat. Artinya ada investor, kan? Yang ketiga, pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Jadi pertumbuhan ekonomi tidak akan pernah meningkat kalau tidak ada kepastian hukum terhadap investor yang ingin membuka usaha di Indonesia. Maka KPK harus berdiri memberikan sumbangsih supaya ada kepastian hukum. Jangan terbalik, ada penegakan hukum oleh aparat penegak hukum justru tidak menimbulkan kepastian hukum.

Seperti apa contohnya?

Misalnya, ada salah satu pengusaha yang menyuap kepala daerah. Korporasinya tidak boleh mati. Yang diproses orang per orang. Jangan sampai karena kita lakukan penegakan hukum, akhirnya korporasinya mati, usahanya tidak berjalan, angka pengangguran makin lebar, perekonomian tidak bergerak, iklim usaha menjadi hancur.

Bukankah KPK juga menangani kasus tindak pidana korupsi oleh korporasi?

Ada beberapa syarat yang harus dikenakan di situ. Apakah korporasi itu memang terlibat dalam rangka melakukan perbuatan melawan hukum? Misalnya, apakah keuntungan dari perbuatan melanggar hukum itu dinikmati korporasi. Itu harus ada. Kalau enggak, kan, susah kita. Misalnya, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang bertanggung jawab adalah direktur, bukan komisaris. Jadi jangan memaksa menjadikan komisaris tersangka, apalagi owner menjadi tersangka. Kalau begitu, enggak ada lagi orang mau usaha.

Anda menilai, sejauh ini, pendekatan penindakan telah membuat investor ketar-ketir?

Belum ada survei yang mengatakan itu. Yang pasti, penindakan itu memang tidak menyelesaikan korupsi. Getaran efeknya hanya membuat orang takut, tapi tidak sampai melenyapkan korupsi. Buktinya, korupsi tetap jalan. Kenapa orang melakukan korupsi? Dalam GONE theory, penyebabnya adalah serakah, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan.

Sebelum dilantik, Anda telah mengikuti program induksi atau pengenalan di lingkungan internal KPK selama tiga hari. Apa saja yang perlu dievaluasi?

Semua sudah dijelaskan, dari tugas pimpinan sampai kerangka besar KPK, termasuk organ pelaksana. Ada sekretaris jenderal, deputi, hingga kepala-kepala biro, termasuk Kepala Biro Hubungan Masyarakat. Nah, kami baru tahu, ternyata di struktur besar KPK itu ada juru bicara.

Bukankah selama ini sudah ada juru bicara KPK?

Kalau kita ikut struktur, itu berbeda fungsi dan peran. Juru bicara itu menyampaikan jualan apa yang menjadi core business KPK. Sedangkan kepala biro itu perumusan kebijakan.

Anda akan memisahkan posisi Kepala Biro Humas dengan juru bicara?

Saya ini orang yang taat struktur. Ada istilah, Anda akan mampu melakukan apa pun dengan organisasi dan struktur. Begitu pula sebaliknya. Maka struktur dan organisasi itu penting. Ketika struktur itu dibuat, awaknya tidak ada, pasti akan terjadi guncangan.

Anda mengatakan posisi juru bicara KPK kosong. Siapa yang tepat mengisi posisi itu?

Semua orang berkesempatan. Jabatan struktural di KPK kan open bidding. Apalagi kalau sudah jadi ASN, eselon I atau eselon II kan bisa pindah. Itu keuntungan ASN.

(Tugas juru bicara KPK selama ini diemban Febri Diansyah. Sejak dilantik pada 6 Desember 2016, Febri menjabat Kepala Biro Humas KPK sekaligus juru bicara.)

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, memberikan keterangan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, kemarin.

 

Selain struktur organisasi KPK, apa yang menurut Anda perlu diperbaiki?

Kinerja, sumber daya manusia, capaian, program, itu harus dievaluasi semua. Siapa pun yang akan mengawali unit kerja, satuan kerja organisasi, dia harus mengenal organizational health audit. Di kementerian dan satuan kerja lain, itu tugas inspektorat. Tapi, di KPK, yang melaksanakan Pengawas Internal. Di samping melaksanakan pengawasan internal, ia bertindak selaku quality assurance dan quality control. Padahal itu pekerjaan inspektorat.

Apakah sekarang KPK memerlukan inspektorat?

Saya belum bisa jawab.

Anda memimpin KPK dengan undang-undang yang sudah direvisi. Bagaimana Anda menjamin segala hal yang sudah berjalan tak terusik oleh perubahan aturan tersebut?

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 itu amanat yang harus dilaksanakan. Dalam amanat tersebut, ada enam tugas pokok KPK, tapi bagian yang bersentuhan langsung dengan enam tugas pokok ini hanya Deputi Pencegahan dan Deputi Penindakan. Sementara itu, ada tugas pokok KPK dalam undang-undang lama yang sekarang berubah, yakni melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi dan pelayanan publik. Itu dari dulu sampai sekarang tidak ada deputinya.

Anda akan membentuk deputi baru?

Kalau kita berpikir tugas pokok merupakan bidang tugas, ia harus diangkat menjadi kedeputian. Kan, lucu, bagaimana bisa berkoordinasi kalau levelnya unit kerja, sementara yang diajak berkoordinasi adalah satuan kerja? Jomplang, kan? Harus ada yang dinaikkan. Untuk berkoordinasi, orang harus setara.

Deputi apa saja yang menurut Anda harus ada?

Amanat undang-undang baru adalah melakukan monitoring atas pelaksanaan program pemerintah. Bagaimana Anda bisa melakukan monitoring jika tidak ada deputi monitoring? Di KPK enggak ada, sementara harus melakukan pencegahan. Kalau kita ingin melakukan pencegahan, tugas pokok monitor dinaikkan menjadi bidang tugas, sehingga menjadi deputi. Menurut saya, harus ada deputi monitoring dan deputi koordinasi antarlembaga, jadi bisa masuk ke menteri ini, menteri itu, memantau bagaimana perencanaan pembangunannya.

National Police Chief Genderal Tito Karnavian and Idham Azis (background) at the Parliament Complex/TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Sebagai bagian dari Polri, bagaimana Anda memastikan tak akan ada konflik kepentingan saat KPK menangani kasus seperti rekening gendut?

Siapa pun bisa dipengaruhi. Tidak harus polisi, termasuk jaksa. Orang yang bukan ASN pun bisa dipengaruhi, tergantung mental dan integritasnya. Saya yakinkan tidak ada satu orang pun yang berani mengintervensi kasus korupsi. Saat pelantikan, Presiden mengatakan kepada kami bersepuluh (para pemimpin KPK dan anggota Dewan Pengawas) bahwa beliau tidak pernah mengintervensi penanganan kasus korupsi. Kalau ada gubernur yang melakukan korupsi, tuntaskan.

Bagaimana dengan penanganan kasus-kasus yang terkait dengan petinggi partai politik?

Dalam konsep hukum itu disebut barang siapa melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum. Tidak pernah disebut apakah dia ketua partai atau bendahara partai. Sebab, yang dihukum bukan ketua partai, sekretaris partai, atau bendahara partai, tapi yang berhadapan dengan persoalan hukum, orang per orang. Jadi, kalau ditanya ketua partai bisa enggak, lho, kita bukan mengurusi ketua partai, tapi setiap orang.

Bagaimana interaksi Dewan Pengawas dengan pimpinan KPK dalam struktur yang baru?

Ada disebut dalam Undang-Undang KPK yang baru. Terkait dengan izin penyadapan dan lain-lain.

Anda dulu pernah menjabat Deputi Penindakan KPK. Dengan diharuskannya izin ke Dewan Pengawas, bukankah proses penyadapan akan bertambah panjang?

Jangan bicara panjang-pendeknya, tapi efektif atau tidak. Terkait dengan penyadapan, sewaktu saya deputi, sudah saya bentuk mekanisme penyadapan. Dulu manual, pakai kertas. Dasarnya surat perintah penyelidikan, lalu dibawa ke deputi, lalu ke pimpinan. Karena prosesnya lama, kami buat aplikasinya. Sama sebenarnya dengan manual, tapi kami masukkan elektronik.

Firli Bahuri dan Presiden Joko Widodo setelah upacara pelantikan pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, 20 Desember lalu. TEMPO/Subekti

Penyadapan baru diproses jika disetujui Dewan Pengawas?

Syarat waktu itu cukup tiga pemimpin. Begitu tiga pemimpin sudah approve, apalagi kalau lima, akan langsung masuk sistem. Itu langsung berjalan sistem recording-nya. Sekarang, karena harus ada izin Dewan Pengawas, tinggal kami tambah saja satu tahapan lagi.

Dari deputi tetap ke pimpinan dulu?

Iya dong.

Apakah perlu persetujuan pimpinan juga?

Yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas kedeputian kan pimpinan. Dari pimpinan sudah approve, baru masuk Dewan Pengawas.

Bagaimana KPK mengisi pos-pos yang ditambahkan dengan jumlah orang yang tidak mencukupi?

Kasus yang ditangani penyidik sebenarnya bukan kurang sumber daya manusia, tapi memang penyelesaiannya agak lambat. Kita harus akui itu. Kenapa lambat? Karena ini kan sistem. Dari penyelidik, penyidik, selesai, lalu masuk ke jaksa. Jaksa butuh waktu untuk melimpahkan berkas ke pengadilan. Di pengadilan pun ada waktu 90 hari. Pengadilan tinggi juga begitu. Jadi sebenarnya kami berkejaran dengan waktu.

Bagaimana dengan jumlah jaksa?

Jaksanya memang sedikit, kurang-lebih 60 orang. Idealnya sekitar 100 jaksa.

Apa solusi yang perlu diupayakan?

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi harus segera mengerjakan tiga produk. Pertama, peraturan presiden yang terkait dengan organisasi tata kerja dengan undang-undang baru. Kedua, peraturan presiden yang terkait dengan alih status pegawai KPK menjadi ASN. Ketiga, peraturan presiden tentang sistem gaji dan tunjangan.

Ketua KPK, Agus Rahardjo (kanan), bersama penyidik menunjukkan barang bukti uang hasil Operasi Tangkap Tangan izin impor bawang putih di Gedung KPK

Penyelidik dan penyidik tidak perlu rekrutmen lagi?

Kami perlu meneliti soal analisis jabatan dan beban kerja. Kalau bebannya sudah berat, perlu penambahan. Setelah rekrutmen, kami lakukan pelatihan bekerja sama dengan Polri dan Kejaksaan Agung.

Selama ini pelatihan semacam itu belum ada?

Sewaktu saya deputi, saya ingin melatih pegawai KPK di Lembaga Administrasi Negara (LAN). Tapi ternyata LAN hanya bisa mendidik ASN. Ketika ada alih status menjadi ASN, banyak peluang yang terbuka, yaitu peningkatan kapasitas, ikut pendidikan dan pelatihan, atau mutasi dan demosi antar-kelembagaan. Sekarang enggak bisa.

Fasilitas apa saja yang Anda peroleh setelah menjadi Ketua KPK?

Pimpinan KPK disebut sebagai pejabat negara. Pejabat negara mendapatkan pelayanan protokoler, tapi tidak seperti setingkat menteri. Pejabat negara setingkat menteri akan mendapat seluruh fasilitas seperti rumah dinas dan segala macam. Makanya, sampai hari ini, pemerintah tidak menyediakan karena undang-undangnya begitu. Kalau mendapat perumahan dari negara, nanti dibilang tidak independen karena rumah dinas. Padahal kami digaji oleh negara juga.

Mengapa saat ini Anda masih menggunakan fasilitas Polri, misalnya mes di PTIK?

Mes perwira tinggi Polri itu kan semua orang bisa menempati.

 


 

Komisaris Jenderal Firli Bahuri

Tempat dan tanggal lahir: Palembang, 8 November 1963 | Pendidikan kepolisian: Akabri (1990), PTIK (1997), Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (2004) | Pendidikan kejuruan: Sekolah Bahasa Hankam (1991), Sekolah Bahasa Polri (1997) | Karier: Wakil Kepala Kepolisian Daerah Banten (2014), Wakil Kepala Polda Jawa Tengah (2016), Kepala Polda Nusa Tenggara Barat (2017), Deputi Penindakan KPK (2018-2019), Kepala Polda Sumatera Selatan (Juli 2019), Kepala Baharkam Polri (November 2019), Analis Kebijakan Utama Baharkam Polri (Desember 2019), Ketua KPK (2019-2023) 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus