Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil referendum Inggris yang memutuskan meninggalkan Uni Eropa (UE) membuat mimpi buruk pasar jadi kenyataan. Pekan lalu, perbankan sudah sibuk menyiapkan skenario terburuk, di mana krisis kepercayaan meningkat sehingga dana asing di pasar uang global, termasuk di negara-negara berkembang, secara tiba-tiba ditarik kembali ke negara asalnya, seperti pada krisis keuangan yang lampau.
Dalam skenario ini, rupiah akan melemah, disusul kenaikan suku bunga, agar dana asing tidak lari. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi kita melambat. Mimpi buruk ini tambah suram karena dibayangi ekonomi global yang terus lesu. Sulit mengharapkan pemulihan cepat seperti pada krisis sebelumnya. Dengan ditutupnya akses pasar Eropa, ekonomi Inggris diperkirakan melemah, juga pound sterlingnya.
Ketidakpastian tambahan datang dengan kekhawatiran melemahnya keutuhan dan efektivitas Uni Eropa sebagai kesatuan kawasan ekonomi. Hasil referendum Inggris yang begitu ketat antara kubu yang ingin pergi dan tinggal bersama UE sedikit-banyak mencerminkan pandangan publik di negara anggota lain. Dominasi Brussels dalam memutuskan beberapa isu sensitif, seperti imigrasi dan penanganan utang negara-negara anggota di belahan selatan, kerap dikeluhkan dan memicu kekecewaan.
Dalam jangka panjang, muncul pula beberapa pertanyaan susulan atas kesatuan kawasan ekonomi dan politik ini. Sejauh mana UE dapat dipertahankan dan perubahan semacam apa yang diperlukan agar kepentingan semua negara anggota bisa terakomodasi maksimal dengan otonomi dan kelonggaran lain.
Tren ini bukan pertanda baik bagi kita di Asia. UE sebagai salah satu lokomotif ekonomi dunia tak dapat kita andalkan untuk memicu pertumbuhan ekonomi global yang masih meriang. UE yang lemah secara politis juga akan lebih sulit menghadapi Rusia, yang pengaruh dan kekuatan militernya di perbatasan timur semakin menantang. Ini berarti tambahan potensi konflik, yang tentunya mengganggu arus perdagangan dan investasi serta kegiatan ekonomi global.
Dengan lesunya ekonomi yang berkepanjangan, sentimen negatif terhadap globalisasi serta bebasnya arus barang, jasa, dan pekerja antarnegara juga meningkat. Kekhawatiran atas dampak perpindahan penduduk (migrasi) pada tingkat pengangguran dan tatanan masyarakat setempat menjadi topik sensitif dan bahan propaganda, dari pemilihan umum di Amerika Serikat sampai kampanye referendum di Inggris. Perseteruan antara kelompok pro dan kontra-UE bahkan menimbulkan korban, dengan ditembaknya Jo Cox, anggota parlemen Inggris yang pro-UE.
Apa artinya semua ini bagi kita? Pertama, bahwa aliran barang, jasa, dan pekerja antarnegara membutuhkan persiapan, pengaturan, dan penyesuaian yang mendalam. Ini karena dampak arus tersebut bukan hanya mengandung biaya dan manfaat ekonomis, tapi juga biaya dan risiko politis. Masalahnya, pembuat kebijakan cenderung lebih memikirkan dampak ekonomis ketimbang dampak politis, yang justru semakin penting di iklim politik kita yang kian terbuka. Kedua, langkah ASEAN, yang sering dinilai lamban dan terlalu berhati-hati dalam penyelarasan kebijakan antarnegara anggotanya, mungkin merupakan pendekatan yang lebih sesuai dan bijaksana.
Hal lain yang tak kalah krusial: inilah saatnya mementingkan langkah-langkah perbaikan iklim bisnis dan investasi untuk memulihkan kepercayaan pelaku bisnis dan konsumen. Mungkin hal ini dapat dimulai dengan menetapkan target pertumbuhan ekonomi dan pajak yang lebih realistis. Berikan ruang napas yang cukup bagi bisnis dan konsumen untuk meningkatkan investasi dan belanjanya. l
Manggi Habir (kontributor Tempo)
KURS
Rp per US$
Pekan sebelumnya 13.327
13.265 Penutupan 23 Juni 2016
IHSG
Pekan sebelumnya 4.814
4.874 Penutupan 23 Juni 2016
INFLASI
Bulan sebelumnya 4,36%
3,33% Mei 2016 YoY
BI RATE
Sebelumnya 6,75%
6,50% 16 Juni 2016
BI 7-DAY REPO RATE
5,25%
CADANGAN DEVISA
29 April 2016 US$ 107,711 miliar
US$ miliar 103,591
31 Mei 2016
Pertumbuhan PDB
2015 4,73%
5,3%
Target 2016
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo