Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Vale Indonesia akan melepas 11 persen saham sebelum Desember 2025.
Mind Id siap mengambil saham Vale dalam proses divestasi lanjutan.
DPR mempersoalkan akuisisi saham Vale oleh Mind Id serta area tambang yang belum beroperasi.
NASIB kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk masih tersisa tiga tahun enam bulan. Pada 28 Desember 2025, konsesi pertambangan untuk perusahaan nikel raksasa ini bakal kedaluwarsa. Namun jauh-jauh hari Dewan Perwakilan Rakyat sudah berteriak, memperingatkan pemerintah agar tidak begitu saja memperpanjang masa konsesi tambang untuk Vale Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu yang menyuarakan penundaan perpanjangan masa konsesi Vale adalah Wakil Ketua Komisi Energi DPR Bambang Haryadi. Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini pun mendorong pembentukan panitia kerja untuk mendalami perubahan kontrak karya Vale menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DPR juga mempersoalkan akuisisi 20 persen saham Vale oleh Mind Id, holding badan usaha milik negara sektor pertambangan. Pengambilalihan saham ini terjadi pada 2020. “Jika ada permohonan perpanjangan dari Vale, tolong ditahan dulu. Kita evaluasi bersama,” kata Bambang dalam rapat kerja pada Selasa, 5 Juli lalu. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin, yang hadir dalam rapat itu, tak berkomentar apa pun.
Kontrak karya menjadi landasan operasi Vale Indonesia sejak 1968, saat perusahaan itu bernama PT International Nickel Indonesia (INCO). Pada 2011, Vale Canada mengakuisisi saham induk usaha INCO sehingga untuk pengoperasian di Indonesia namanya menjadi Vale Indonesia. Tiga tahun kemudian, kontrak karya Vale mendapat amendemen atau perubahan seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Direktur Utama PT Vale Indonesia Febriany Eddy (ketiga kiri) dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) saat bertemu dengan pihak Huayou Zheijang Cobalt Company, di Jakarta, 20 Juni 2022. Foto: Vale Indonesia
Pada 2020, Undang-Undang Minerba direvisi. Dalam regulasi yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, perusahaan tambang pemegang kontrak karya seperti Vale Indonesia wajib mengubah bentuk izin menjadi IUPK. Aturan turunan Undang-Undang Minerba, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021, memperbolehkan perusahaan tambang mengajukan permohonan perpanjangan izin lima tahun sebelum kontrak mereka habis. Namun perusahaan tambang juga wajib melepas saham alias melakukan divestasi hingga total 51 persen.
Vale pun masih memiliki utang divestasi. Pada 1990 dan 2020, perusahaan ini sudah melepas 40 persen sahamnya kepada pihak lokal. Artinya, sebelum 2025 Vale harus melepas 11 persen saham tambahan kepada entitas lokal. Rencana ini menjadi bola panas yang sedang digulirkan para anggota parlemen.
Menurut Bambang Haryadi, DPR menghendaki pemerintah melalui BUMN atau perusahaan milik daerah menjadi pemegang saham mayoritas Vale Indonesia. Sebelum harapan itu terwujud, DPR meminta pemerintah memangkas wilayah kerja Vale yang saat ini mencapai 118 ribu hektare di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Alasannya, menurut Bambang, setelah 54 tahun beroperasi, Vale baru mengoptimalkan tambang nikel di Blok Sorowako di Sulawesi Selatan seluas 70 ribu hektare. “Saya pikir separuh saja dari sekarang dikuasai sudah cukup,” ujarnya.
•••
WACANA pemangkasan wilayah kerja Vale Indonesia tak begitu saja muncul. Rupanya, Dewan Perwakilan Rakyat sebelumnya menerima aduan dari sejumlah pengusaha tambang di sekitar area tambang Vale mengenai kawasan-kawasan yang tak dioperasikan dengan optimal. Bahkan, kata Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eddy Soeparno, hal itu juga mereka dapati dalam kunjungan kerja ke Sulawesi.
Menurut Eddy, pengusaha tambang yang wilayah kerjanya bersinggungan dengan area konsesi Vale Indonesia menghendaki kerja sama operasi. Kehendak ini muncul setelah mereka melihat selama bertahun-tahun Vale tidak menggarap lahan tersebut. Beberapa pengusaha berupaya mengupayakan hal ini lewat dewan perwakilan rakyat daerah, tapi mentok. “Padahal para pengusaha ini siap menggunakan best practice mining, kalau perlu diawasi secara ketat oleh Vale,” ucap Eddy.
(Dari kiri) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin, Direktur Utama PT Vale Indonesia Febriany Eddy, dan Wakil Direktur Utama PT Vale Indonesia Adriansyah Chaniago, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, 5 Juli 2022. Foto: Komisi VII DPR RI Channel
Eddy memberi contoh, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, banyak pengusaha swasta pemegang izin usaha pertambangan yang bersentuhan dengan tambang Vale di Blok Pomalaa, yang luasnya mencapai 24.752 hektare. Perusahaan ini antara lain Perusahaan Dagang Aneka Usaha Kolaka, PT Putra Mekongga Sejahtera, PT Bola Dunia Mandiri, PT Dharma Bumi Kendari, dan PT Dharma Bumi Kolaka. Ironisnya, di kawasan tambang yang bersinggungan ini kerap terjadi penambangan nikel ilegal. “Lahan yang tidak digarap dan tidak dijaga pasti dijarah,” ujar Eddy.
Wilayah kerja Vale Indonesia sebetulnya sudah 12 kali menyusut. Pada 1968, pemerintah Presiden Soeharto memberi Vale (saat bernama INCO) wilayah eksplorasi seluas 6,8 juta hektare. Semua wilayah yang kini menjadi Kabupaten Luwu Timur di Sulawesi Selatan, separuh Sulawesi Tengah, dan seluruh Sulawesi Tenggara—kecuali sebagian kecil ujung selatan Pulau Buton—masuk area konsesi tersebut.
Kini wilayah kerja Vale tersisa 2 persen dari area eksplorasi awal. Penciutan terbesar terjadi pada 2014, saat Vale mengamendemen kontrak karya. Saat itu Vale mengembalikan 72.075 hektare wilayah kerja di Blok Sorowako, Sulawesi Selatan. “Masih ada bijih nikelnya, tapi kami lepas karena tidak ada rencana pengembangan di sana,” tutur Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy pada Selasa, 5 Juli lalu. Vale kembali melepas wilayah seluas 418 hektare pada 2017 untuk area transmigrasi.
Wilayah kerja Vale yang tersisa kini terpecah-pecah, tidak dalam satu hamparan. Luas wilayah Vale di Sulawesi Selatan 70.566 hektare, sebagian besar berada di Blok Sorowako. Di Sulawesi Tengah, wilayah Vale tinggal 22.699 hektare, yaitu di Bahodopi, Kabupaten Morowali. Di Sulawesi Tenggara, wilayah Vale tinggal 24.752 hektare, yaitu di Blok Pomalaa.
Tahun ini Vale berupaya mengembangkan Blok Bahodopi dan Blok Pomalaa. Menurut Febriany, 16 ribu hektare wilayah di Sorowako itu belum mencakup area pembangkit listrik tenaga air dan kawasan infrastruktur pendukung tambang. Tangkapan air untuk kebutuhan PLTA memerlukan lahan seluas 5.708 hektare, sementara infrastruktur membutuhkan 11.942 hektare.
Wakil Presiden Direktur Vale Indonesia Adriansyah Chaniago mengatakan Vale saat ini sedang mengevaluasi rencana kerja jangka panjang. Jika ada blok yang tidak masuk rancangan kerja, mereka siap mengembalikannya kepada pemerintah. “Pemerintah punya hak memintanya kembali dalam proses relinquish (penciutan dan pelepasan),” kata Adriansyah kepada Tempo, Sabtu, 16 Juli lalu.
Wilayah relinquish itu antara lain Blok Bahodopi Utara dan Matarape di Sulawesi Tenggara. Anak usaha Mind Id, PT Aneka Tambang Tbk, mendapatkan wilayah itu lewat lelang prioritas dan membayar kompensasi data informasi tambang sebesar Rp 184,8 miliar pada 2018. Namun rupanya wilayah itu dianggap tak cukup dan banyak yang masih mempersoalkan luasnya area kerja Vale kepada pemerintah. Padahal lahan ini krusial dan menentukan valuasi saham Vale dalam divestasi lanjutan yang akan segera berjalan.
•••
DUA kali mengikuti rapat kerja dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, pada Kamis, 2 Juni, dan Selasa, 5 Juli lalu, Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy terus memaparkan rencana pengembangan Blok Bahodopi dan Pomalaa. Di Bahodopi, Vale akan menggelar eksploitasi sekaligus membangun fasilitas pengolahan bijih nikel menjadi feronikel. Untuk mengolah feronikel alias campuran baja antikarat, Vale memakai teknologi rotary kiln electric furnace.
Untuk proses ini, Vale bekerja sama dengan perusahaan asal Cina, Taiyuan Iron and Steel Co Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co Ltd (Xinhai). Smelter itu bakal memproduksi feronikel sampai 73 ribu ton per tahun. Vale mengempit 49 persen saham di perusahaan patungan yang mengoperasikan smelter ini.
Sedangkan di Pomalaa, Vale menggandeng Zhejiang Huayou Cobalt Co Ltd. Bersama perusahaan asal Cina ini, Vale membangun fasilitas pemurnian yang akan mengolah limonite—bijih nikel berkadar rendah—menjadi nikel sulfat, bahan baku baterai untuk mobil listrik. Vale menargetkan fasilitas ini menghasilkan 120 ribu ton nikel sulfat per tahun.
Pengembangan dua blok ini juga menjadi kabar baik buat Mind Id. Holding BUMN pertambangan ini sudah memiliki 20 persen saham Vale lewat divestasi gelombang kedua pada 2020. Namun, selama menjadi pemegang saham, Mind Id hanya kebagian dividen satu kali. Pada 2021, Vale, yang meraup laba US$ 167,2 juta, memutuskan menahan dana tersebut untuk mendanai sejumlah proyek. Salah satunya penggantian tanur atau tungku pengolahan mineral di Sorowako.
Ketika masuk sebagai pemegang saham, Mind Id mendapati kontrak jangka panjang antara Vale Indonesia dan dua pemegang saham lain, yaitu Vale Canada dan Sumitomo. Dalam kontrak tersebut, hanya Sumitomo dan Vale Canada yang bisa membeli nikel olahan yang dihasilkan Vale Indonesia. Mind Id baru kebagian jatah nikel olahan jika ada kelebihan produksi. Masalahnya, sejak 2019, produksi Vale terus menurun hingga di bawah kapasitas produksi tahunan yang mencapai 72 ribu ton.
Direktur Hubungan Antar Lembaga Mind Id Dany Amru mengatakan pengembangan Blok Bahodopi dan Pomalaa merupakan bagian dari kajian bisnis perseroan sebelum turut dalam divestasi saham Vale gelombang ketiga atau yang mencapai 11 persen. Sebagai BUMN tambang, Mind Id mendapat prioritas untuk menjadi pembeli saham tersebut. “Proyek itu akan berpengaruh pada harga saham saat divestasi,” kata Dany pada Rabu, 6 Juli lalu.
Selain Mind Id, pihak yang mendapat peluang sebagai pembeli saham Vale adalah pemerintah daerah melalui skema participating interest. Akuisisi saham ini bisa dilakukan lewat badan usaha milik daerah (BUMD). Jika daerah tak tertarik atau tak mampu membeli saham Vale, jatah selanjutnya jatuh kepada perusahaan swasta nasional.
Masalahnya, Mind Id tak bisa serta-merta membeli saham Vale tanpa persetujuan pemerintah. Di pihak lain, DPR mulai mempersoalkan akuisisi saham Vale oleh Mind Id dua tahun lalu. Jika hasil audit menunjukkan kerugian, rencana Mind Id kembali membeli saham Vale bisa terganjal. Walhasil, saham perusahaan nikel raksasa ini akan jatuh kepada BUMD atau perusahaan swasta. Sejumlah informasi yang diperoleh Tempo menyebutkan ada kekhawatiran skema ini bakal ditunggangi para pemburu rente. Perusahaan-perusahaan ini bisa saja masuk melalui kemitraan dengan BUMD.
Wakil Ketua Komisi Energi DPR Bambang Haryadi mengatakan sudah meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit divestasi saham Vale kepada Mind Id untuk melihat lebih jauh keuntungan dan kerugian aksi korporasi tersebut. “Kami akan mendorong BPK melakukan audit pemeriksaan dengan tujuan tertentu,” tuturnya.
Menanggapi rencana tersebut, Dany Amru menyatakan legowo. Apa pun keputusan pemerintah terhadap Vale, ucap dia, Mind Id siap menjalankannya. “Kami siap mengeksekusi hak divestasi atau menerima relinquish wilayah kerja mereka. Kami sudah membahas opsi-opsi ini.”
Drama divestasi saham Vale Indonesia pun masih bakal berlanjut.
RETNO SULISTYOWATI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo