Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Tak Wajib Susu dalam Program Makan Bergizi Gratis

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyatakan tidak akan memaksakan susu dalam menu program makan bergizi gratis.

13 November 2024 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Produksi susu sapi nasional hanya cukup untuk memenuhi 20 persen kebutuhan dalam negeri.

  • Menu susu dalam program makan bergizi gratis tidak akan tersedia di semua daerah.

  • Pemerintah bakal mendatangkan 2 juta sapi perah.

DARI anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk program makan bergizi gratis, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan sebanyak 20 persen di antaranya bakal digunakan untuk pengadaan susu. Nilainya setara dengan Rp 14 triliun.

Masalahnya, produsen susu sapi domestik tak mampu menyuplai sebanyak itu. "Saat ini gabungan semua koperasi Indonesia hanya bisa menyediakan susu senilai agregat Rp 1,5 triliun," ujar Budi Arie di Kementerian Koperasi pada Senin, 11 November 2024.

Merujuk pada data Kementerian Perindustrian pada 2023, kapasitas produksi susu segar dari peternakan dalam negeri hanya bisa menutupi 20 persen kebutuhan bahan baku industri susu. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Andika mengatakan produksi susu segar di dalam negeri hanya tumbuh rata-rata 1 persen dalam enam tahun terakhir. Sementara itu, laju pertumbuhan kebutuhan industri pengolahan susu selama periode tersebut mencapai 5,3 persen. 

Menurut Putu, populasi sapi perah yang rendah menjadi pemicunya. Populasinya hanya sekitar 592 ribu ekor pada 2023 dengan produktivitas yang terhitung rendah, yaitu 8-12 liter per ekor per hari. "Pengembangan produksi susu segar juga dihadapkan pada terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan," kata Putu dalam keterangan tertulis pada Jumat, 24 Mei 2024.

Akibat suplai susu yang rendah ini, Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan menyebutkan ada potensi kebutuhan susu untuk program makan bergizi gratis harus dipenuhi dari impor. "Ya (impor) kalau kurang," ujarnya ketika ditemui di Kementerian Pertanian pada Selasa, 12 November 2024. Meski begitu, ia mengatakan belum ada rencana untuk mengimpor sejauh ini. 

Ketika dimintai konfirmasi mengenai rencana impor susu untuk program makan bergizi gratis, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyatakan pemerintah berupaya menyediakan seluruh kebutuhan pangan dari dalam negeri. "Kebijakan kita berbasis sumber daya lokal, tidak memaksakan sesuatu jika belum tersedia," tuturnya kepada Tempo. "Yang penting, untuk pertumbuhan anak, kita siapkan bertahap."

Dadan menjelaskan, pemerintah bakal menyertakan susu dalam menu program makan bergizi gratis di daerah yang memiliki pasokan. "Di daerah yang belum ada, kita utamakan sumber protein lokal." Bentuknya tak mesti susu, tapi bisa telur, daging, dan sumber protein lain.

Wakil Menteri Pertanian Sudaryono pun mengamini rencana pemerintah menyediakan substitusi susu sapi di daerah yang tak punya bahan bakunya. "Kita pakai sumber protein lain, bisa telur, daging, atau ikan," ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Secara paralel, Kementerian Pertanian berupaya menambah populasi sapi perah. Sudaryono mengatakan bakal ada investasi dari pelaku usaha swasta untuk mengimpor sapi perah dan mengembangbiakkan ternak tersebut di dalam negeri. Saat ini ada sekitar 60 perusahaan yang berkomitmen ikut serta. 

Kementerian Pertanian saat ini aktif mencarikan lokasi untuk peternakan sapi perah. Setidaknya sudah ada 1,5 juta hektare lahan yang teridentifikasi di dalam dan di luar Jawa yang bisa dimanfaatkan peternak. Para investor bisa memilih lokasi yang mereka inginkan. Selain itu, pemerintah mempertemukan para investor dengan koperasi peternak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah berencana mendatangkan 2 juta sapi perah. Menurut Sudaryono, populasi ini minimal bisa memenuhi 50 persen kebutuhan susu domestik. 

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia Agus Warsito menyebutkan sejumlah faktor pemicu lesunya peternakan sapi perah. Dia mengatakan sapi jenis ini kebanyakan dimiliki oleh peternak rakyat yang masing-masing hanya mengurus 2-3 ekor. Satu peternak idealnya mengurus minimal 8-10 ekor untuk bisa mengantongi keuntungan. Tak mengherankan jika peminat peternakan sapi perah turun. Ditambah lagi, para peternak tak bisa mengakses permodalan dengan mudah ke lembaga keuangan. 

Faktor lain yang krusial mengurangi daya tarik peternakan sapi perah adalah serapan susu yang rendah di dalam negeri. Pemerintah tak mewajibkan industri pengolahan susu menyerap produksi lokal. Agus mengatakan kondisi ini akhirnya membuat para pelaku industri memilih impor. 

Padahal, sebelum 1997, Indonesia punya regulasi yang mewajibkan pengusaha menyerap susu segar domestik sebelum mengimpor. Sebelum kebijakan tersebut akhirnya dicabut, Agus mencatat produksi susu segar nasional mampu memenuhi 45 persen kebutuhan nasional. 

Setelah sempat diprotes peternak lantaran serapan di dalam negeri rendah, Menteri Pertanian Amran Sulaiman berjanji bakal mewajibkan semua pelaku industri menyerap stok peternak sebelum mengimpor. Dia juga meminta pengusaha membimbing peternak agar produksi mereka bisa memenuhi standar kualitas bahan baku industri. "Kami minta mereka membimbing, memberikan pelatihan," tutur Amran.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus