Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Berita terpopuler yang banyak mendapat perhatian pembaca adalah tentang langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang memberlakukan kelas standar untuk rawat inap pasien peserta BPJS Kesehatan. Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengklaim bahwa sebagian besar rumah sakit sudah siap untuk melaksanakannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berita lain yang banyak dibaca adalah mengenai modus warga negara Cina berinisial YH yang diduga menambang bijih emas secara ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu berita tentang Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni buka suara soal peluang warung Tegal alias warteg dilibatkan dalam program makan siang gratis pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Kemudian berita mengenai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menanggapi rencana Menteri Bahlil untuk membagikan izin usaha pertambangan (IUP) pada organisasi masyarakat atau Ormas berbasis keagamaan.
Berikut rangkuman berita terpopuler Tempo.co:
- Jokowi Berlakukan Kelas Rawat Inap Standar BPJS Kesehatan, Rumah Sakit Diklaim Sudah Siap
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menanggapi kebijakan penghapusan sistem kelas 1, 2 dan 3 dalam layanan BPJS. Dia mengatakan, kebijakan tersebut bukan berarti menghapus kelas.
"Bukan kelas dihapus, tidak begitu, bahwa ada kelas rawat inap standar dengan 12 kriteria untuk peserta BPJS Kesehatan. Sebagaimana sumpah dokter, tidak boleh dibedakan pemberian pelayan medis atas dasar suku, agama, status sosial atau beda iurannya," kata dia saat dihubungi Tempo pada Senin, 13 Mei 2024.
Dia menyebut, peserta yang ingin mendapatkan perawatan dengan kelas yang lebih tinggi, maka hal itu diperbolehkan. "Jika peserta ingin dirawat yang kelasnya meningkat, diperbolehkan."
Kebijakan ini, kata dia adalah masalah perawatan non-medis. "Betul ada kelas standar, ada kelas 2, kelas 1, ada kelas VIP, tetapi Ini sekali lagi masalah non-medis," tutur Ali Ghufron.
Perihal kesiapan rumah sakit, kata dia bergantung pada rumah sakit itu sendiri. "Tetapi kalau ditanya banyak yang merasa siap, yang penting jangan mengurangi jumlah bed, ini berarti mengurangi akses," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghapus sistem kelas 1, 2, 3 Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Dengan demikian, pemerintah akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Berita lengkap bisa dibaca di sini.
Selanjutnya: Warga Cina Diduga Menambang Emas Secara Ilegal, Ini Modusnya…
- Warga Cina Diduga Menambang Emas Secara Ilegal, Ini Modusnya
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama Bareskrim Polri menangkap seorang warga negara Cina berinisial YH karena diduga menambang bijih emas secara ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
YH bersama sekelompok orang menambang emas dan sekaligus memproduksi emas batangan dalam bentuk dore bullion di dalam terowongan atau lubang galian di bawah tanah.
“Ditemukan adanya aktivitas tanpa izin yang terjadi di tempat kejadian perkara yang dilakukan oleh tersangka inisial YH,” ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi dalam konferensi pers di Kantor Direktorat Jenderal Minerba, Jakarta, Sabtu malam, 11 Mei 2024.
Sunindyo mengatakan, Kementerian ESDM masih melakukan pendalaman terkait total berat emas berbentuk dore/bullion yang telah diproduksi, menghitung kerugian negara, serta mendalami pihak-pihak yang terlibat.
Temuan tersebut berawal dari penyidik PPNS Minerba bersama dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri yang mengadakan pengawasan, pengamatan, penelitian, dan pemeriksaan terhadap kegiatan penambangan tanpa izin bijih emas.
Berita lengkap bisa dibaca di sini.
Selanjutnya: Warteg Bisa Kecipratan Program Makan Siang Gratis? Kowantara: Banyak Tantangannya…
- Warteg Bisa Kecipratan Program Makan Siang Gratis? Kowantara: Banyak Tantangannya
Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni buka suara soal peluang warung Tegal alias warteg dilibatkan dalam program makan siang gratis pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mukroni mengatakan respons warteg-warteg bisa bervariasi, tetapi banyak yang melihat ini sebagai peluang bisnis.
Hanya saja, Mukroni berujar, ada sejumlah tantangan yang harus diatasi. Pertama, Mukroni menuturkan, penyesuaian operasional untuk mengakomodasi lonjakan pendapatan yang mungkin terjadi akibat program makan siang gratis. "Mungkin warteg-warteg perlu menambah stok bahan makanan, menambah staf, atau memperpanjang jam operasional," kata Mukroni kepada Tempo, Senin, 13 Mei 2024.
Kedua, pertimbangan keuangan. Meskipun program makan siang gratis berpotensi menambah pendapatan warteg, Mukroni mengatakan, warteg perlu memperhitungkan keuangan dari program tersebut. Pemilik warteg, menurutnya, perlu memastikan biaya-biaya untuk penyediaan makanan gratis. "Warteg juga harus menghitung bagaimana cara pembayarannya," ujar Mukroni.
Ketiga, soal tantangan logistik. Menurut Mukroni, warteg bisa saja menghadapi tantangan penyediaan makan siang gratis. Karena itu, harus dipastikan ada sistem yang baik untuk menyiapkan dan menyajikan makanan dalam jumlah besar.
Ketiga hal tersebut, menurut Mukroni, menjadi hal pokok yang harus diperhatikan. Sehingga jika benar-benar dilibatkan dalam program makan siang gratis Prabowo-Gibran, warteg tidak akan keteteran saat program sudah berjalan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan harapannya agar warteg ikut kecipratan program makan siang dan susu gratis yang digagas presiden-wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Berita lengkap bisa dibaca di sini.
Selanjutnya: Bahlil Berencana Bagi Izin Tambang untuk Ormas, Ini Tanggapan Muhammadiyah…
- Bahlil Berencana Bagi Izin Tambang untuk Ormas, Ini Tanggapan Muhammadiyah
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyebut tidak ada komunikasi antara organisasinya dan pemerintah soal rencana pembagian izin usaha pertambangan (IUP) untuk organisasi masyarakat atau Ormas berbasis keagamaan.
"Tidak ada," kata Abdul Mu'ti dalam pesan tertulisnya saat dikonfirmasi Tempo, Senin, 13 Mei 2024.
Isu pembagian IUP untuk ormas keagamaan menguak usai Menteri Investasi Bahlil Lahadalia membenarkan bahwa opsi tersebut sedang dipertimbangkan pemerintah. Berkenaan dengan itu, Abdul menegaskan bahwa sejauh ini pemerintah tidak melibatkan Muhammadiyah dalam wacana pembagian IUP untuk Ormas keagamaan.
"Selama ini tidak ada pembicaraan dengan Muhammadiyah," tuturnya.
Rencana pembagian IUP untuk ormas keagamaan hingga kini masih digodok pemerintah. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan pemberian IUP untuk ormas keagamaan tidak akan menjadi masalah selama dilakukan dengan baik. Terlebih, kata dia, ormas keagamaan juga berperan dalam mengelola umat.
Berita lengkap bisa dibaca di sini.