Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tupperware menyatakan kemungkinan kebangkrutan seiring dengan terus merosotnya harga saham perusahaan yang telah berdiri sejak 1946 ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Produsen wadah penyimpanan dan peralatan dapur tersebut menyatakan adanya keraguan serius terkait kemampuan mereka untuk mempertahankan kelangsungan bisnis. Manajemen perusahaan bahkan sudah melibatkan penasihat keuangan guna mencari solusi pendanaan agar operasional tetap berlanjut.
Sejarah Singkat Tupperware
Tupperware merupakan merek wadah makanan yang terkenal di dunia, berdiri sejak 1946 oleh Earl Tupper. Perusahaan ini awalnya berkembang pesat dengan model penjualan langsung yang unik melalui "Tupperware Party", sebuah acara penjualan di rumah-rumah konsumen yang menjadi ciri khasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tupperware dikenal dengan inovasi produk-produk berbahan plastik berkualitas yang dirancang untuk penyimpanan makanan, memanfaatkan segel yang rapat untuk menjaga kesegaran makanan lebih lama.
Model penjualan ini sangat populer di pertengahan abad ke-20, dan Tupperware berhasil memperluas pasar hingga ke lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Keberhasilannya menjadi ikon dalam dunia peralatan dapur, dan Tupperware terus berkembang dengan menghadirkan produk baru yang disesuaikan dengan kebutuhan rumah tangga modern.
Tanda-tanda Kebangkrutan
Pada 2023, Tupperware mulai menghadapi tantangan besar. Menurut laporan, perusahaan ini berada di ambang kebangkrutan dan telah mengajukan pailit pada beberapa yurisdiksi.
Beberapa faktor yang berkontribusi pada situasi ini adalah perubahan perilaku konsumen dan meningkatnya persaingan di pasar produk rumah tangga. Model penjualan langsung yang pernah menjadi kekuatan utama Tupperware kini mulai kehilangan relevansinya di era e-commerce yang semakin dominan.
Tupperware juga menghadapi tantangan finansial serius, dengan laporan penurunan nilai saham perusahaan hingga 90 persen pada 2023. Situasi ini diperburuk oleh utang perusahaan yang semakin besar dan kesulitan untuk beradaptasi dengan tren pasar modern. Kondisi keuangan yang semakin memburuk membuat perusahaan ini terpaksa mencari bantuan dari lembaga keuangan untuk tetap beroperasi.
Upaya Penyelamatan
Tupperware saat ini tengah mencari solusi untuk menyelamatkan bisnisnya dari kebangkrutan. Beberapa strategi yang dipertimbangkan termasuk mencari mitra strategis, restrukturisasi bisnis, hingga beralih ke model bisnis yang lebih modern.
Meski begitu, para ahli ekonomi menyebut bahwa masalah utama Tupperware terletak pada model bisnis yang sulit bersaing di era digital ini. Penjualan langsung tidak lagi menarik bagi konsumen muda yang lebih suka berbelanja secara daring melalui platform e-commerce.
Dengan semua tantangan tersebut, masa depan Tupperware masih belum jelas. Perusahaan ini harus mampu melakukan inovasi besar-besaran untuk bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat di industri produk rumah tangga. Terlepas dari semua upaya penyelamatan yang dilakukan, banyak yang memprediksi bahwa Tupperware akan mengalami kesulitan besar untuk kembali ke masa kejayaannya.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | NIA HEPPY LESTARI | SUCI SEKARWATI | NABILLA AZZAHRA
Pilihan editor: Tupperware Alami Bangkrut dan Akan Ajukan Pailit. Ini Profil Perusahaannya