Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, KUNINGAN — Puluhan ekowisata sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) menjadi proyek percontohan Nasional. Dalam dua tahun terakhir ini sudah 50 ekowisata yang murni dibangun dan dikelola masyarakat tanpa bantuan investor luar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Heri Hermana, Kepala bagian pemberitaan Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, masyarakat yang menggelola ekowisata berbasis lingkungan ini membangun secara sukarela secara gotong royong. Masyarakat desa sekitar membuat komunitas membiayai sendiri lokasi wisata yang dibangunnya. Sehingga menjadi proyek percontohan keberhasilan penggelolaan kawasan Taman Nasional di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini luar biasa, tanpa bantuan atau godaan para investor luar , mereka berhasil membangun ekowisata yang keren dan nama yang unik,” ujar Heri Mulyana saat mengunjungi ekowisata Batu Luhur, Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Jumat 17 November 2017.
Dia menyebutkan, sebelum membangun kemitraan dengan masyarakat banyak gejolak yang timbul seperti pembalakan liar dan pemamfaatan lahan, namun berkat sosialisasi, pembinaan, kemitraan dan penyamaan pola pikir penggelolaan lingkungan akhirnya masyarakat menyadari potensi wisata, sumber daya alam dalam menjaga lingkungan dari ancaman pengrusakan dan kebakaran hutan.
Heri Mulyana yakin wisata alam di Kuningan dan Majalengka menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, Cirebon bisa jadi tempat wisata kuliner, jadi wisatawan punya banyak pilihan. Kuningan Sebagai daerah pengunungan sumber daya alam Kuningan dijadikan wisata dataran tinggi dengan pemandangan yang indah. Sedangkan Pemerintah daerah diminta untuk mempromosikan daerahnya.
Di tempat yang sama, Kepala sub Bagian Tata Usaha TNGC, Muhrizal, menceritakan sebelumnya di wilayah ini TNGC sering berbenturan dengan masyarakat kecamatan Pasawahan karena banyak lahan yang diserobot dan pepohonan yang ditebang, namun dua tahun terakhir berubah drastis, masyarakat justru menyadari pentingnya menjaga lingkungan, mereka meminta izin TNGC untuk dijadikan ekowisata tanpa merusak. Sebagai timbal balik masyarakat diminta untuk tidak membuka peluang kepada investor luar.
“Kami memberi kerjsama ijin kepada warga desa sekitar yang akan membangun ekowisata, seperti ekowisata batuluhur, Bukit Seribu Bintang di desa Padabeunghar, 1001 tangga Manguntapa dan Bumi Perkemahan di desa Singkup, kecamatan Pasawahan,” kata Muhrizal.
Penggerak masyarakat Desa Padabeunghar, Dodo Widodo, membenarkan peluang membuka ekowisata oleh TNGC sangat membantu masyarakat sekitar. Setelah di desanya dibangun 2 tempat wisata yakni Bukit Seribu Bintang dan Batu Luhur setiap bulannya ada sekitar 6.000 pengunjung wisatawan. Masyarakat sekitar merasakan mamfaatnya selain dengan berjualan di daerah wisata juga menjual oleh-oleh dan buah-buahan ke pengunjung.
“Semua murni masyarakat desa Padabeunghar yang menggelola, walaupun pendapatkan masih sedikit tapi kami gembira bisa membangun ekowisata dengan modal kerja bakti dan gotong royong,” kata Dodo.
DEFFAN PURNAMA