Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Iklan dan promosi produk rokok harus diperketat untuk memangkas konsumsi rokok pada remaja dan anak di bawah umur. Hal itu disampaikan oleh Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), Mouhamad Bigwanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Misalnya, bagusnya sebenarnya iklan dan sponsor rokok itu dilarang total,” kata Bigwanto dalam kegiatan “Mendukung Implementasi Kebijakan Standardisasi Kemasan pada Produk Tembakau dan Rokok Elektronik” di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tujuannya untuk memudahkan para kreator edukasi dalam menjalankan misi untuk mengurangi konsumsi rokok pada anak sekolah maupun di bawah umur. Menurutnya, desain dan kemasan yang berwarna dan menarik perhatian dapat meningkatkan minat untuk mencoba merokok, baik masyarakat muda maupun yang sudah cukup umur.
Kalau iklan rokok dilarang total, paparan anak terhadap produk ini relatif rendah dan mengedukasi jadi lebih mudah dibandingkan sekarang. Karena itu, kebijakan untuk menegaskan hal tersebut harus diambil oleh pemerintah untuk menekan angka perokok pemula yang terus bertambah setiap hari.
“Memang ada hal lain yang harus dilakukan oleh pemerintah, salah satunya kebijakan. Jadi kalau kita bicara edukasi di public health itu seperti hulu dan hilir. Edukasi ini adanya di hilir, kalau hulunya tidak terselesaikan otomatis di hilir juga tidak akan selesai,” ujarnya.
Kemasan rokok polos
Meski demikian, menanggulangi konsumsi rokok pada anak bisa dilakukan dengan berbagai cara. Yang menurutnya sangat efektif adalah dengan menerapkan aturan kemasan polos dan seragam. Hal ini terbukti dapat mengurangi minat pada anak-anak atau perokok pemula karena rokok dengan kemasan polos dianggap kurang menarik bagi perokok pemula.
Negara yang sudah mulai menerapkan aturan tersebut salah satunya Australia. Negara tersebut mencatat penurunan perokok pemula yang hendak mencoba.
“Untuk perokok aktif di atas 14 tahun negara tersebut mencatat adanya penurunan konsumsi dari 15,1 persen pada 2010 menjadi 12,8 persen di tahun 2013. Mereka menerapkan kemasan polos tersebut pada 2012,” ujarnya.