Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebagian coworking space masih bertahan di tengah pandemi karena sejumlah perusahaan pindah ke ruang kerja bersama demi menekan biaya.
Sejumlah pekerja dan mahasiswa merasa lebih nyaman bekerja di coworking space.
Pengelola coworking space menawarkan tarif promo demi menarik minat pengunjung.
ARBY Helman tidak merasa canggung duduk bersebelahan dengan orang yang belum ia kenal di coworking space Bianco Costel di Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Ia terus mengetik di laptopnya sambil sesekali membuka buku catatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perempuan berkacamata itu memilih bekerja di coworking space atau ruang kerja bersama ketika mendapat giliran bekerja dari rumah (work from home) karena suasananya kasual. Arby pun tetap bisa berdiskusi tatap muka dengan rekan kerjanya di sana. “Bekerja dari rumah kurang fokus dan cenderung tidak produktif,” tutur auditor di salah satu perusahaan di Jakarta itu kepada Tempo, Jumat, 18 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arby, 25 tahun, bisa bekerja di ruang kerja bersama dua kali sepekan. Ia kerap berpindah tempat karena ingin merasakan suasana baru. Hal lain yang menjadi pertimbangannya dalam memilih coworking space ialah lokasi yang dekat dengan rumah dan kemudahan akses. Dengan begitu, ia bisa lebih menghemat ongkos ketimbang berangkat ngantor ke Jakarta.
Selama berada di ruang kerja bersama, ia menjalankan protokol kesehatan agar tak tertular Covid-19. Tak lupa ia membawa penyanitasi tangan (hand sanitizer), masker cadangan, juga makanan dari rumah.
Pengelola Bianco Costel, Yuno Abbeta Lahay, mengatakan jumlah pelanggan yang memanfaatkan ruang kerja bersamanya mulai meningkat meski belum pulih seperti sebelum pandemi Covid-19 merebak. Kini dalam sehari lima-sepuluh orang bekerja di tempat itu.
Alasan pelanggan memilih bekerja di ruang kerja bersama beragam. Di antaranya ingin mencari suasana baru serta kantor para pekerja itu menerapkan sistem bekerja dari rumah dan bekerja dari mana saja.
CoHive Menara Tekno di Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Dok. CoHive
Yuno mengatakan Bianco Costel memasang tarif yang terjangkau bagi pekerja ataupun mahasiswa. Mereka cukup membayar Rp 40-50 ribu untuk enam jam bekerja di sana. “Mereka juga mendapat kopi, teh, dan satu botol air mineral,” ujar Yuno.
Ruang kerja bersama yang berdiri sejak akhir 2019 itu juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Para pengunjung wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi sebelum memasuki coworking space itu. Pengelola pun membatasi jumlah pengunjung 70 persen dari kapasitas ruangan.
Coworking space di Jakarta juga mulai menggeliat. Di JSCHive, Jakarta Selatan, misalnya, sejumlah orang terlihat bekerja di sana pada Kamis sore, 31 Maret lalu. Mereka tengah asyik dengan laptop masing-masing. Tujuh private office juga berkantor di sana. JSCHive, yang dikelola CoHive, memiliki sejumlah fasilitas, seperti ruang rapat, event space, ruang kerja bersama, dan rooftop yang bisa digunakan sebagai tempat bekerja.
Chief Executive Officer CoHive Chris Angkasa menuturkan, ada kenaikan jumlah pengguna ruang kerja bersama. Namun ia belum bisa menyebutkan angka pasti peningkatan tersebut. CoHive mengelola 19 ruang kerja bersama yang tersebar di empat kota, yaitu Jakarta, Tangerang, Surabaya, dan Medan.
CoHive menawarkan sistem yang lebih mudah dibanding kantor pada umumnya. Salah satunya pay as you go buat perusahaan yang membutuhkan ruang kerja hanya untuk sebagian karyawan karena pegawai lain bekerja dari luar atau mobile. Namun karyawan yang bekerja dari luar itu tetap bisa menggunakan fasilitas kantor hanya dengan membayar Rp 100 ribu per orang.
Tarif di ruang kerja bersama ini bervariasi, tergantung jenis layanan. Tarif bekerja di coworking space, misalnya, Rp 75 ribu per hari. CoHive juga memberikan promosi khusus bagi kantor privat, yaitu tambahan dua bulan gratis untuk penyewaan minimal enam bulan. Promosi untuk kantor privat itu berlaku sampai awal Mei 2022. “Untuk perusahaan startup yang sedang bertumbuh, produk kami akan membantu menjawab permasalahan skalabilitas di tempat kerja,” ucap Chris.
Chris mengatakan para pengunjung CoHive wajib memindai kode respons cepat (QR) aplikasi PeduliLindungi. Setiap orang juga wajib mengenakan masker dan menjaga jarak. Pegawai CoHive akan langsung menyemprotkan disinfektan ke ruangan jika ada yang terinfeksi Covid-19. “Kami juga membatasi jumlah orang 50 persen dari total kapasitas ruangan,” ujarnya.
Bukan hanya kalangan pekerja yang memanfaatkan ruang kerja bersama, tapi juga mahasiswa. Salah satunya Agus Susanto. Pada Jumat sore, 11 Maret lalu, misalnya, mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya itu sedang mengerjakan tugas dari dosennya di ruang kerja bersama Urban Office, Jalan Insinyur Sukarno, Rungkut Merr, Surabaya.
Agus memilih mengerjakan tugas di ruang kerja bersama lantaran suasananya lebih tenang dibanding kafe. “Di sini mengerjakan tugas dan kuliah daring lebih nyaman,” katanya.
Sore itu, terdapat lima orang yang memanfaatkan ruang kerja bersama Urban Office. Selain Agus dan dua temannya, tampak seorang perempuan berseragam dan lelaki berpakaian kasual. Mereka tengah serius dengan laptop masing-masing.
Manajer Urban Office Imam Basuki mengatakan ruang kerja bersama itu kembali dipadati pengunjung seperti freelancer, pekerja perusahaan rintisan atau startup, orang dari luar kota, dan mahasiswa. Ketika Covid-19 mulai merebak, jumlah pengunjung sempat anjlok hingga 50 persen. Sebelum pagebluk datang, jumlah pelanggan bisa sampai 25 orang per hari
Aktvitas pada Urban Office Coworking Space, di Rungkut Merr, Surabaya, 11 Maret 2022/Tempo/Kukuh S Wibowo
Imam membuka Urban Office pada 2017. Ia mengubah rumah toko tiga lantai menjadi ruang kerja bersama yang dilengkapi ruang pertemuan dan ruang privat. Alumnus Universitas Negeri Surabaya itu juga membuka kafe di sana.
Urban Office memasang tarif Rp 10 ribu per jam. Jika mengambil paket enam jam, pengunjung cukup membayar Rp 35 ribu. Harga itu mencakup segelas minuman ringan. Adapun tarif sewa ruang kerja bersama selama delapan jam Rp 45 ribu. Biaya itu sudah termasuk segelas kapucino. “Kalau jadi member, ada potongan harga,” tutur Imam.
C2O Library & Collabtive lebih dulu menangkap peluang ruang kerja bersama di Surabaya. Perpustakaan yang terletak di Jalan Dr Cipto Nomor 22 itu menyediakan fasilitas ruang kerja bersama sejak 2008. C2O juga menyediakan fasilitas lain, seperti ruang pertemuan dan galeri serbaguna yang dapat digunakan untuk menggelar diskusi, pameran, festival, pentas musik, serta pemutaran film.
Pengelola C2O hanya memasang tarif Rp 15 ribu per dua jam. Para pengunjung juga bisa memesan makanan dan minuman di pantrinya.
Rachmi, pekerja lepas yang kerap bekerja dari C2O Library & Collabtive, mengatakan tarif ruang kerja bersama di perpustakaan itu sangat terjangkau dibanding tempat lain. “Tempatnya juga nyaman,” ujarnya.
Pengguna ruang kerja bersama juga mulai ramai di Makassar. Area Manager Olsera Makassar, Sunaryo, misalnya, merasa lebih nyaman dan santai bekerja di coworking space. Sudah dua tahun perusahaan yang bergerak di bidang aplikasi kasir itu menggunakan ruang kerja bersama. Sebelumnya Olsera menyewa kantor di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar.
Sunaryo mengungkapkan, penggunaan ruang kerja bersama sebagai kantor juga bisa menekan biaya operasional perusahaannya karena jumlah pegawai cabang Makassar hanya delapan orang. Dari jumlah itu, empat karyawan bekerja dari luar kantor.
Hal serupa didapati di Bali. Di ruang kerja bersama G88, misalnya, enam pengunjung tampak bekerja di coworking space yang berada di Kerobokan, Kabupaten Badung, itu pada Jumat, 18 Maret lalu. Lima dari enam pengunjung tersebut warga negara asing. “Hanya 20 persen (pengunjung) orang lokal,” tutur pemilik G88, Tony Nugroho.
Tony membuka G88 pada 8 Mei 2019. Lokasinya berada di kawasan wisata Kuta dan Canggu, Kabupaten Badung. Pengelola G88 sedang merenovasi lantai dua ruang kerja bersama itu.
Coworking space G88, di Kerobokan, Badung, Bali, 18 Maret 2022/TEMPO/ Made Argawa.
Tarif sewa ruang di G88 bervariasi, dari Rp 100 ribu per hari, Rp 2,9 juta per bulan, hingga Rp 23,4 juta per tahun. Para pengguna coworking space itu mendapat fasilitas seperti koneksi Internet, minuman kopi dan teh, serta makanan ringan. “Untuk fotokopi dan print dikenai biaya tambahan,” kata Tony.
Tony optimistis ruang kerja bersama akan terus tumbuh seiring dengan pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat. Apalagi sejumlah perusahaan tetap menerapkan sistem bekerja dari rumah bagi karyawan. Penerbangan internasional ke Bali pun sudah dibuka kembali tanpa kewajiban karantina.
Ruang kerja bersama lain, Outpost, juga mulai dipadati pengunjung. Puluhan orang sedang bekerja di coworking space yang terletak di Jalan Raya Semat, Tibubeneng, Kuta Utara, Kabupaten Badung, itu pada Selasa, 15 Maret lalu.
Pegawai Outpost, Cristie, mengatakan ruang kerja bersama itu kini beroperasi mulai pukul 08.00 hingga pukul 00.00 WITA. Tarifnya dari Rp 190 ribu per hari hingga Rp 2,5 juta per bulan. Outpost juga menyediakan ruang rapat dengan tarif per tempat duduk. Misalnya, tarif sewa per jam tiga kursi rapat sebesar Rp 147 ribu, sementara biaya sewa 24 tempat duduk per bulan Rp 38 juta.
Untuk menarik minat pengunjung, pengelola Outpost memberikan diskon hingga 30 persen. “Kini member aktif sebanyak 30 orang dan sebagian besar orang asing,” ucap Cristie.
Ketua Umum Perhimpunan Pengusaha Jasa Kantor Bersama Indonesia Anggawira menuturkan, sebagian pengelola ruang kerja bersama masih bisa bertahan di tengah situasi pandemi Covid-19. Sebab, sejumlah perusahaan justru pindah ke ruang kerja bersama demi menekan biaya sewa ruang kantor yang besar. “Penggunaan kantor dengan space besar-besaran itu sudah ditinggalkan,” ujarnya, Selasa, 29 Maret lalu.
Anggawira optimistis bisnis coworking space akan terus tumbuh. Apalagi kini pekerja bisa bekerja dari mana saja (work from everywhere) dan rapat bisa dilakukan secara virtual. Karena itu, pengelola ruang kerja bersama harus pandai menangkap peluang dengan menyediakan beragam fasilitas, seperti layanan rapat virtual dengan perlengkapan yang memadai. “Jadi tidak hanya menyediakan tempat,” tuturnya.
GANGSAR PARIKESIT, M.A. MURTADHO (BOGOR), KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA), MADE ARGAWA (BALI), DIDIT HARIYADI (MAKASSAR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo