Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Bukan Cuma Asmara, Istilah CLBK Juga Berlaku untuk Nakes

Dokter mengingatkan tenaga kesehatan untuk menerapkan konsep CLBK terkait cedera saat bekerja. Apa itu?

5 November 2022 | 22.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bukan cuma terkait urusan asmara, istilah CLBK juga ada yang berhubungan dengan kesehatan. Spesialis okupasi Astri Mulyantini Monik mengingatkan tenaga kesehatan untuk menghindari risiko penyakit akibat kerja (PAK) karena needle stick sharp injury melalui konsep CLBK atau Cuci, Lapor, Berkunjung, dan Kenali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Cuci luka yang tersayat atau tertusuk dengan air mengalir atau larutan salin,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah mencuci luka, korban dapat melaporkan kepada pengawas di ruangan untuk kemudian berkunjung ke layanan kesehatan IGD atau poliklinik agar mengenali kasusnya serta pemberian rekomendasi oleh tim PAK.

Astri menyampaikan ketika mengalami kecelakaan kerja maka nakes dan tim PAK harus mengetahui sumber pajanan dari luka. Sumber pajanan bisa berasal dari benda tajam nonsteril, benda tajam infeksius, dan benda infeksius tapi tidak diketahui status infeksiusnya.

Jika tertusuk akibat benda tajam nonsteril, tatalaksananya hanya sebatas perawatan, pelaporan, pengklaiman biaya, dan tidak perlu dilakukan rekomendasi berupa pemeriksaan lebih lanjut. Namun, jika kecelakaan kerja terjadi akibat benda tajam infeksius, maka korban harus melihat riwayat Hepatitis B, Hepatitis D, dan HIV dari sumber pajanan atau pasien.

“Kalau kita berhenti pada pelaporan saja dan tidak dilakukan surveilance, itu kemungkinan ke depannya akan ada risiko terjangkit HIV, Hepatitis B, Hepatitis D. Jadi, penting sekali diketahui sumber pajanan dan tata laksana lanjutan,” ucapnya.

Waspadai infeksi
Ia juga mengingatkan pentingnya kehadiran Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) yang terdiri dari dokter okupasi, petugas Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan unit pelayanan seperti IGD dan poliklinik serta pelayanan untuk vaksinasi. Komite tersebut nantinya akan melakukan indentifikasi, rekomendasi, pengawasan, hingga pelaporan jika terjadi dugaan penyakit akibat kerja.

“Misalnya terjadi satu kasus tertusuk benda tajam 2 tahun yang lalu dan kemudian menderita Hepatitis B, kita bisa duga ini akibat kecelakaan kerja sehingga bisa melakukan dan menetapkan tujuh langkah diagnosis okupasi,” jelasnya.

Selain itu, pelaporan kecelakaan akibat kerja juga diberlakukan untuk mempermudah klaim biaya pengobatan. Ia mengimbau nakes melindungi diri dari risiko penyakit akibat kerja dengan membekali diri dengan vaksin hepatitis serta memiliki kesadaran tinggi untuk menilai jika memiliki risiko penyakit akibat kerja.

“Jika belum tervaksinasi hepatitis atau tidak lengkap, penangannya beda. Jika tidak lengkap atau belum pernah vaksin, itu akan diberi imunoglobulin yang harganya sudah belasan juta. Ketika sudah terlindung dengan vaksinasi hepatitis, itu tata laksananya lebih mudah dan lebih aman,” tegasnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus