Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Anak-anak muda generasi milenial banyak yang menyukai band-band lawas.
Anak-anak muda milenial menyebut musik band lawas enak didengar.
Lirik lagu-lagu band lawas puitis dan berkait dengan kehidupan mereka.
LANTUNAN suara Andi Fadly Arifuddin atau Fadly, vokalis grup musik Padi, yang membawakan lagu “Sang Penghibur” langsung membius ratusan penonton Festival Pasar Musik di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 10 Februari lalu. Lagu dari album kelima Padi, Tak Hanya Diam, itu menjadi nomor pembuka konser band asal Surabaya, Jawa Timur, yang kini bernama Padi Reborn tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerimis malam itu tak menyurutkan antusiasme para penonton yang sebagian besar anak muda. Justru mereka berebut merapat ke pagar pembatas antara penonton dan panggung konser musik. Mereka pun serempak ikut menyanyikan lagu-lagu yang dibawakan band yang akan berusia 26 tahun pada 8 April mendatang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu penonton yang begitu antusias malam itu adalah Heru Hermansyah. Pemuda 19 tahun ini tak lelah ikut menyanyikan lagu yang dibawakan grup musik idolanya tersebut. Heru tampak berdendang sambil menggoyangkan badannya. Sesekali dia berteriak bersama para penonton lain.
Fans grup musik Padi Reborn, Heru (kiri) dan Livia di Festival Pasar Musik 2023, Kemayoran, Jakarta, 10 Februari 2023/Tempo/Hilman Fathurrahman W
Heru mengaku cinta mati kepada band Padi. Selain musiknya enak didengar, Heru mengungkapkan, syair lagu-lagu Padi puitis, mudah diingat, dan sangat berkait dengan kehidupan masa mudanya. “Lirik-lirik lagunya enak didengar dan sangat memorable buat gue. Sangat kena, sangat membekas,” kata mahasiswa teknologi informasi asal Tangerang Selatan, Banten, ini kepada Tempo.
Heru mengatakan di lingkungan pertemanannya juga banyak yang menyukai Padi. Mereka kerap menyanyikan lagu grup musik pop rock tersebut ketika berada di tempat kongko. Hal itu, tutur Heru, menunjukkan band 1990-an tersebut populer di kalangan remaja dan anak muda sekarang yang sebaya dengannya. “Siapa sih yang enggak tahu Padi,” ujarnya.
Heru bercerita, ia mulai mengenal Padi saat duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu ia terpapar lagu-lagu Padi dari kaset pita yang diputar ayahnya hampir setiap hari. “Nah, sering dengerin dari situ. Eh, ternyata musik dan lagu-lagunya enak juga,” ucapnya.
Heru menuturkan, dari puluhan lagu Padi, tembang “Mahadewi”, “Begitu Indah”, dan “Sobat” menjadi favoritnya. Ihwal lagu “Sobat”yang berkisah tentang permintaan maaf seorang teman yang merebut pacar sahabatnya, Heru mengatakan ceritanya mirip dengan yang dialaminya beberapa tahun lalu. Makanya, ketika Padi membawakan lagu “Sobat” dalam konsernya di Festival Pasar Musik, Heru mendadak sontak ikut melantunkannya. Lagu itu seperti membuka kenangannya kembali.
Vokalis Padi Reborn, Fadli saat tampil bersama grup musik Padi Reborn pada Festival Pasar Musik 2023 di Kemayoran, Jakarta, Jumat, 10 Februari 2023/Tempo/Hilman Fathurrahman W
Musik dan lagu yang enak didengar juga menjadi alasan Livia, 27 tahun, menyukai Padi. Livia, yang malam itu menonton konser Padi bersama beberapa temannya, tampak antusias ikut melantunkan lagu-lagu yang dibawakan band kesukaannya tersebut. Sesekali dia melenggak-lenggok.
Livia mengungkapkan, para personel grup Padi yang di mata dia sudah “om-om” itu berhasil memikatnya dengan lagu-lagu mereka. Lagu-lagu Padi, kata Livia, membawanya kembali pada kenangan masa lalunya. “Walaupun lagu-lagu mereka terasa galau, saya senang saja mendengarkannya,” tutur lulusan ilmu ekonomi sebuah perguruan tinggi di Jakarta ini.
Livia mengatakan lagu Padi yang menjadi favoritnya antara lain “Sahabat Selamanya” dan “Semua Tak Sama”. Ia pertama kali mengenal karya Padi lewat program musik MTV Indonesia yang ditayangkan Global TV pada awal 2000-an. “Dulu kan zamannya MTV, ya. Saya mengenal lagu-lagu Padi dari siaran MTV itu."
Penonton Muda
Antusiasme para penonton muda juga mewarnai konser Dewa 19 di Jakarta International Stadium, Sabtu malam, 4 Februari lalu. Konser akbar bertajuk “Pesta Rakyat 30 Tahun Berkarya Dewa 19” itu mengajak Baladewa dan Baladewi—sebutan penggemar Dewa 19—bernostalgia dengan lagu-lagu masa kejayaan band yang dibentuk di Surabaya pada 1986 tersebut.
Penampilan Ahmad Dhani dan Yuke Sampurna saat Dewa 19 tampil pada Festival Pasar Musik 2023, Kemayoran, Jakarta, 10 Februari 2023/Tempo/Hilman Fathurrahman W
Salah satu penggemar dari generasi milenial yang ikut larut dalam romantika lagu-lagu Dewa 19 adalah Novi Nusaiba. “Jujur, seneng banget bisa bertemu dengan banyak orang yang punya kesukaan sama,” ucap perempuan 28 tahun itu kepada Tempo.
Novi menuturkan, ia akrab dengan grup musik yang dimotori Ahmad Dhani itu karena lagu-lagunya yang hampir selalu hadir dalam berbagai momen dan tahap kehidupannya. “Meski dulu akses mendengarkan lagu hanya dari televisi dan radio, aku tetap bisa update dan dengerin lagu-lagu mereka,” tutur Baladewi yang lahir di Lampung ini.
Novi mengaku menyukai lagu-lagu Dewa 19 sejak masih duduk di bangku sekolah dasar ketika Ari Lasso masih menjadi vokalisnya. “Semua lagu mereka aku suka, tapi yang favorit ‘Kirana’ dan ‘Cukup Siti Nurbaya’,” ujarnya. “Saat vokalis mereka berganti Once, aku suka lagu ‘Cemburu’.”
Bagi Novi, lirik-lirik lagu Dewa 19 itu terasa jujur dan apa adanya, tapi selalu romantis. Hingga saat ini, meskipun banyak band dan penyanyi baru muncul, ia tetap mengidolakan Dewa 19. “Kehadiran mereka sangat berarti, sih,” ucap Novi, yang punya hobi jalan-jalan.
Novi berharap grup musik idolanya itu sering mengadakan konser dan tampil dalam festival musik. “Aku pribadi enggak ada masalah kalau Dewa 19 enggak mengeluarkan single atau album lagi. Dengan terus mendaur ulang lagu-lagu mereka, itu sudah lebih dari cukup. Yang penting mereka sering-sering menggelar konser,” katanya.
Davita Kana, 25 tahun, juga begitu antusias menyambut konser Dewa 19 ketika grup musik itu tampil dalam Festival Pasar Musik di Kemayoran, Jumat, 10 Februari lalu. Bersama ratusan penonton lain, ia terlihat sangat bersemangat ikut menyanyikan lagu “Pangeran Cinta” yang menjadi nomor pembuka penampilan grup musik idolanya itu.
Fans grup musik Dewa 19, Davita Kana/Tempo/Hilman Fathurrahman W
Davita mengungkapkan, ia benar-benar jatuh cinta kepada band asal Surabaya itu. “Kalau ditanyai idola nomor satu band Indonesia, ya jelas Dewa 19. Kayaknya cinta mati,” ujar Baladewi yang bekerja di sebuah perusahaan retail di Jakarta ini.
Selain musik Dewa 19 yang keren dan enak didengar, tutur Davita, lirik lagu-lagunya terdengar puitis. “Liriknya puitis, kata-katanya indah. Kaya dengan bahasa Indonesia yang bagus,” kata perempuan yang sangat menyukai lagu “Kasidah Cinta” dari album keenam Dewa 19, Cintailah Cinta (2002), tersebut.
Perempuan yang lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 15 Februari 1998, ini menyukai lagu Dewa 19 sejak kecil. Saat duduk di bangku sekolah dasar di Yogyakarta, ia kerap mendengarkan lagu band idolanya itu lewat album dalam format kaset. Boleh dibilang Davita tumbuh ketika era kaset masih menggeliat.
Yang menarik, kebiasaannya mendengarkan musik lewat kaset itu terbawa hingga sekarang. Davita mendengarkan lagu-lagu Dewa 19 lewat kaset yang diputar menggunakan Walkman. Ia biasanya membeli kaset album Dewa 19 di kios kaset bekas di Jatinegara, Jakarta Timur; atau di Blok M Square, Jakarta Selatan.
Menurut Davita, ada nuansa berbeda ketika mendengarkan musik Dewa 19 di Walkman. Musiknya terdengar lebih autentik. “Kalau melalui platform musik digital seperti Spotify, kayak terlalu jernih, ya. Kalau dengar pakai Walkman kayak ada retro-retro gimana gitu,” ucapnya.
Lain lagi cerita Dhevita Wulandari, salah satu penggemar grup musik Sheila on 7 atau biasa disebut Sheila Gank asal Jakarta Selatan. Dhevita menjadi bagian dari ribuan penonton band asal Yogyakarta itu ketika mereka menggelar konser tunggal bertajuk “Tunggu Aku di Jakarta” di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu, 28 Januari lalu.
Penampilan grub band Sheila On 7 bertajuk 'Tunggu Aku di Jakarta', Jiexpo, Kemayoran, Jakarta, 28 Januari 2023/Tempo/Febri Angga Palguna
Dhevita mengaku sangat bahagia karena sudah lama menunggu konser tunggal band idolanya itu. “Ini tuh jadi keempat kalinya aku nonton performance Sheila on 7 secara langsung. Rasanya selalu excited dan jadi pengalaman yang selalu menyenangkan,” tutur perempuan 29 tahun itu.
Bukan tanpa alasan editorial strategist di Mommies Daily ini menggandrungi Sheila on 7. Dia menilai lagu-lagu grup itu easy listening dan liriknya mudah dihafalkan sehingga suasana makin seru saat menyanyi bersama dalam konser mereka. “Salah satu lagu favoritku judulnya ‘Yang Terlewatkan’,” ujarnya.
Kecintaan Dhevita kepada Sheila on 7 bermula pada saat kelas I sekolah dasar, bersamaan dengan tahun munculnya band tersebut di industri musik Indonesia. “Dulu, pas zaman sekolah, aku sering banget request lagu Sheila on 7 di radio. Sekarang aku lebih sering mendengarkan lagu-lagunya di platform musik digital,” kata Dhevita, yang juga punya hobi menonton film.
Saat duduk di kelas III SD, Dhevita juga mulai rajin menabung untuk membeli kaset album Sheila on 7. “Terus yang terbaru aku juga beli t-shirt official-nya di konser 'Tunggu Aku di Jakarta' kemarin,” katanya.
Sheila on 7 menjadi salah satu band Indonesia yang menemani Dhevita sejak remaja hingga dewasa. “Aku juga pas awal-awal belajar dan latihan main gitar banyak memainkan lagu Sheila on 7. Yang jelas, aku enggak pernah bosan nonton Sheila on 7 dari TV ataupun langsung.”
Band Lama Bersemi Kembali
Tak hanya menggandrungi grup-grup musik lawas, banyak anak muda generasi milenial yang juga menyukai penyanyi lama dari 1990-an. Salah satunya Soraya Siregar, perempuan 24 tahun yang menggemari penyanyi Rossa. Alumnus sebuah universitas di Medan itu tercengang menyaksikan Rossa melantunkan tembang “Hey Ladies” dalam konser hari ketiga Festival Pasar Musik di Kemayoran, Jakarta Pusat, Ahad, 12 Februari lalu.
Soraya menyukai salah satu diva Indonesia itu karena lirik lagu-lagunya. Seperti lagu “Hey Ladies” yang terhimpun dalam album Rossa (2009). Tembang itu seolah-olah membawa pesan kepada kaum perempuan agar tidak gampang tertipu laki-laki. Tak ayal, di antara riuh pengunjung dan warna-warni cahaya lampu yang menyiram pelataran panggung, Soraya terlihat begitu bersemangat ikut melantunkan lagu tersebut. Soraya juga turut bergoyang mengikuti irama musik yang riang.
Soraya mengatakan lagu “Hey Ladies” adalah salah satu tembang Rossa yang liriknya paling membekas di ingatan. “Sebagai perempuan, saya tersindir oleh lirik lagu tersebut,” ujar perempuan yang lahir pada 11 Januari 1999 ini. Lagu lain yang juga membekas di hatinya adalah “Lupakan Cinta”. Tembang keenam yang dibawakan Rossa dalam konsernya itu sangat dekat dengan kisah asmara Soraya.
Soraya menyebutkan hal yang membuat Rossa masih eksis dan bersinar hingga sekarang adalah lirik-lirik lagunya yang berhasil menyentuh perasaan pendengarnya, seperti dia. Syair-syair lagunya juga berkait erat dengan pengalaman hidup para penikmat musiknya.
“Dia membuat lagu itu seperti dari lubuk hati paling dalam. Jadi pas sampai ke kita kayak mengena banget,” tutur Soraya, yang kecintaannya kepada Rossa terbangun lewat siaran musik di televisi, seperti MTV dan Inbox di SCTV.
Yang tak kalah menarik adalah kisah anak-anak muda milenial pencinta Shaggydog, kelompok musik yang mengusung genre ska dan reggae. Salah satunya Gilang Rizky Ramadhan. Pemuda 24 tahun ini pertama kali mengenal grup musik asal Yogyakarta itu lewat kakaknya.
Penonton menyaksikan penampilan dari grup musik Shaggydog pada Festival Pasar Musik 2023 di Kemayoran, Jakarta, 12 Februari 2023/Tempo/Hilman Fathurrahman W
Kecintaan Gilang kepada Shaggydog makin tumbuh ketika dia menempuh studi di Yogyakarta. Di Kota Gudeg, ia makin familier dengan Shaggydog karena acap mendengar lagu-lagu grup musik yang dibentuk pada 1997 itu yang diputar di warung-warung kopi.
Gilang menuturkan, nuansa musik Shaggydog menyenangkan karena irama musiknya memberi semangat. “Orang loyo, capek, bisa bergairah setelah mendengar Shaggydog,” katanya. “Enggak munafik, lagu-lagu Shaggydog itu memang enak banget. Selain didengar sendiri, lagu-lagunya enak didengar bersama teman-teman.”
Gilang mengaku sulit membandingkan Shaggydog dengan band sekarang yang bergenre sama. Sejauh ini, tutur Gilang, belum ada grup musik beraliran sama yang bisa menyaingi band favoritnya itu. Mungkin ini subyektif. "Tapi bagi saya Shaggydog memang bagus,” ujar pria yang mengidolakan lagu “Di Sayidan”, “Honey”, dan “Jalan-Jalan” milik Shaggydog itu.
Kekuatan Lirik Band Lama
Boleh dibilang kekuatan lirik lagu dan kekhasan musik yang menjadi faktor anak-anak muda sekarang menyukai grup-grup musik dan penyanyi lawas. Sebagian besar generasi milenial yang ditemui Tempo mengatakan musik band lawas itu enak didengar dan lirik lagunya puitis serta berkait erat dengan kehidupan mereka sekarang.
Itu pula yang membuat konser-konser band 1990-an dipadati penonton dari generasi milenial, seperti Festival Pasar Musik yang digelar di Gambir Expo. Selain menampilkan band sekarang, festival musik yang berlangsung pada 10-12 Februari lalu itu menghadirkan grup musik lawas 1990-an, dari Dewa 19, Padi, Gigi, Shaggydog, hingga Rossa.
Penonton konser Sheila On 7 "Tunggu Aku di Jakarta" di Jiexpo Kemayoran, Jakarta/ANTARA/Rivan Awal Lingga
Chief Executive Officer Festival Pasar Musik Nugraha Artha mengatakan generasi di bawah usia 25 tahun mendominasi pengunjung perhelatan musik tersebut. “Kalau dipersentase, jumlahnya sekitar 60 persen. Lebih dari separuhnya. Sisanya orang tua dan anak-anak,” kata Nugi—sapaan Nugraha Artha—kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 14 Februari lalu.
Nugi menjelaskan, konsep festival musik tersebut memang bertujuan menghadirkan semua genre dan musikus lintas generasi. Selain menjadi wadah semua musikus, Festival Pasar Musik ingin memperkenalkan kembali sejumlah musikus lawas. Hal ini, Nugi melanjutkan, bertujuan memudahkan para remaja sekarang mengenal para musikus tersebut.
“Jadi penonton yang datang beragam. Anak muda yang tadinya enggak tahu band lawas jadi tahu. Dan referensi musik mereka makin luas,” ujar penyuka grup musik Dewa 19 itu.
Pengamat musik David Tarigan mengatakan kecintaan anak-anak muda milenial dan generasi Z pada lagu atau band lawas sangat mungkin terjalin. Menurut David, salah satu pengaruhnya adalah band lawas itu masih berkiprah hingga sekarang. Terutama jika saat ini para musikus itu masih memiliki karya yang relevan dan terekspos oleh generasi sekarang.
“Contoh paling gampang adalah karya grup The Beatles. Sampai sekarang, saya yang tumbuh pada 1980-1990-an, masih mendengar The Beatles karena terekspos,” kata David melalui sambungan telepon, Kamis, 16 Februari lalu.
Selain itu, David menambahkan, generasi muda sekarang menyukai lagu lawas dengan alasan liriknya yang puitis karena syair dalam sebuah lagu memang menjadi hal yang mendasar. “Benang merahnya, lirik-lirik lagu lawas itu memang related dengan kondisi sekarang sehingga disukai anak-anak muda,” tuturnya.
Banyaknya anak muda yang menyukai band lawas, David melanjutkan, juga tak lepas dari kemudahan akses terhadap platform penyedia musik streaming seperti Spotify. Akses itu memudahkan lagu-lagu yang disukai gampang dijangkau tanpa peduli lagu tersebut muncul di era tertentu. “Akhirnya diterjemahkan lewat daftar lagu yang dibuat secara random oleh algoritma penyedia layanan musik streaming itu. Mereka kemudian terekspos oleh musik dari berbagai zaman,” ucapnya.
Pemerhati musik Adib Hidayat mengatakan musik lama dan baru sama-sama mudah masuk ke kalangan anak muda milenial antara lain karena mendapat momentum yang tepat. Biasanya lagu itu viral karena sebuah peristiwa, seperti di TikTok, atau menjadi tema lagu film layar lebar atau serial film tertentu.
“Bisa juga menu rekomendasi saat mendengar lagu tertentu di aplikasi musik streaming membuat lagu-lagu yang umurnya sama atau genre dan tipenya sama akan menjadi santapan baru dan dikonsumsi, kemudian jadi viral,” kata Adib. Dia mencontohkan, saat seseorang mendengarkan Dewa 19, rekomendasi platform musik streaming mengajak mendengarkan musik dari grup sezaman, seperti Sheila on 7, Padi, dan Slank.
“Semua itu ditambah dengan semaraknya beragam festival musik pasca-pandemi Covid-19 yang menyajikan band lama atau format reuni. Jadi banyak katalog lagu lama yang makin dekat dengan generasi Z,” ujar mantan pemimpin redaksi majalah Rolling Stone Indonesia ini.
IHSAN RELIUBUN, ECKA PRAMITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo