Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Konten Lokal Kreator Interlokal

Warga negara asing menjadi kreator konten media sosial tentang budaya dan kebiasaan masyarakat Indonesia.

8 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Banyak kreator konten bule membuat materi media sosial tentang perbandingan kebiasaan masyarakat di negara asalnya dengan di Indonesia.

  • Kreator konten warga negara asing mendapat perhatian karena mengkritik atau mengkoreksi penggunaan bahasa Inggris oleh masyarakat Indonesia.

  • Selain berlibur, beberapa kreator konten bule pertama kali ke Indonesia untuk bekerja sebagai guru bahasa Inggris.

FELIPE Valdes tersenyum ketika menerima sambungan panggilan video Tempo pada Desember 2022 lalu. Dia adalah kreator konten asal Brasil yang sudah enam tahun rutin membuat materi media sosial tentang Indonesia pada berbagai platform digital, seperti Facebook, Instagram, YouTube, dan TikTok.

Sepanjang perbincangan, pria 30 tahun itu selalu berusaha menggunakan kata dan kalimat dalam bahasa Indonesia. Bahkan beberapa kali dia sempat terdiam dan bergumam ketika mencoba menemukan bahasa Indonesia yang tepat untuk mengungkapkan pikirannya. Padahal pria yang lahir di negara berbahasa Portugis ini awalnya sangat kesulitan mempelajari bahasa Indonesia. “Sebelum ke Indonesia saya memang belajar khusus bahasa Indonesia. Tapi, percayalah, apa yang ada di buku itu beda banget,” kata Felipe, Kamis, 29 Desember 2022.

Felipe yang saat itu memakai kemeja batik cokelat ini mengatakan pertama kali mengetahui tentang Indonesia ketika bertemu dengan teman di Facebook pada 2009. Sejak saat itu, dia mengumpulkan informasi dan mulai tertarik tentang Indonesia. Dia pun sudah membulatkan rencana mengunjungi negara yang hanya ia tahu terletak di Asia Tenggara ini.

Felipe akhirnya terbang ke Indonesia setelah merampungkan kuliah pada 9 Februari 2016. Awalnya dia hanya ingin berlibur selama dua bulan di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi teman, dia tinggal bersama sebuah keluarga di Kota Semarang, Jawa Tengah. Saat itu dia tak memilih Jakarta karena informasi yang ia terima Ibu Kota ini kota padat penduduk, macet, dan polutif.

Tiba di Indonesia Felipe mengaku tak mengalami kesulitan beradaptasi atau culture shock. Sebagai warga negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, dia bisa cepat menyesuaikan diri dengan suhu dan cuaca di Indonesia. Selain kendala bahasa, dia hanya kesulitan menikmati makanan atau masakan bercita rasa pedas. Selain itu, katanya, masyarakat Indonesia menjalani rutinitas harian dengan santai dan sabar.

Meski sudah punya tiket pulang, Felipe malah memilih pindah ke Jakarta. Dia punmerasa mampu bertahan hidup di Jakarta. Dia tertarik mempelajari lebih jauh kehidupan masyarakat Indonesia. Karena itu dia meningkatkan interaksi untuk mengasah kemampuan berbahasa Indonesia. “Sempat cari pekerjaan. Tapi, sesuai dengan aturan, tak banyak pekerjaan yang bisa dilakukan orang asing di Indonesia,” katanya.

Saat itu Felipe teringat pada sebuah konten lawas yang diunggahnya di saluran pribadinya di platform YouTube pada 2011. Dia pernah nekat mengunggah hasil cover lagu “Matahariku” dari Agnes Monica. Dia memang sering menggunakan lagu sebagai sarana belajar bahasa Indonesia. Tanpa disangka, video bernyanyi dengan suara pas-pasan tersebut mendapat respons dari ribuan pengguna media sosial asal Indonesia. Mereka tertarik dan mengapresiasi warga asing yang bernyanyi lagu berbahasa Indonesia.

Akun media sosial Felipe di Instagram dan Facebook telah memiliki lencana terverifikasi atau centang biru. Pada tiap akun, dia memiliki 250 ribu pengikut di Facebook dan 80 ribu pengikut di Instagram. Akun berbagi videonya pada media sosial YouTube juga telah memiliki lebih dari 833 ribu langganan. Demikian pula akun TikTok yang baru dirintisnya sebelum masa pandemi kini telah tercatat punya 510 ribu pengikut.

“Sejak awal saya tak punya tim produksi. Saya menjalani semua mulai dari rencana pembuatan, pengambilan gambar, editing, hingga posting,” tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sacha Stevenson/Dok Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah enam tahun menetap, Felipe baru kembali ke Brasil pada Mei 2022. Dia mengatakan rindu pada keluarganya setelah pemerintah Indonesia menerapkan pelonggaran aktivitas masyarakat akibat serangan pandemi Covid-19. Meski demikian, dia mengklaim tak akan lama berada di negara yang terkenal dengan tarian samba tersebut. Rencananya dia akan kembali ke Indonesia pada tahun ini.

Selain berkumpul dengan keluarga, dia membuat sejumlah rekaman video tentang acara khusus dan tempat-tempat menarik di Brasil. Menurut dia, pengguna media sosial Indonesia tertarik dan penasaran terhadap kehidupan di negara lain.

Dia juga sering membuat konten berisi respons orang Brasil terhadap produk makanan dan minuman asal Indonesia, seperti mi instan dan bumbu instan. “Ada beberapa tempat yang akan saya kunjungi. Jadi, walaupun di Brasil, saya tetap rutin bikin konten Indonesia,” ujar penyuka nasi goreng tersebut.

Respons positif masyarakat Indonesia

Sejumlah kreator konten (content creator) warga negara asing memang memiliki basis pengikut dan penggemar di Indonesia. Mereka mendapat respons positif karena bisa menyajikan materi media sosial dalam bahasa atau membahas budaya Indonesia. Dengan kreativitas masing-masing, mereka membuat berbagai unggahan dengan bentuk informasi, edukasi, hingga hiburan.

Selain Felipe, beberapa nama bahkan sudah cukup lama membuat konten berbahasa Indonesia, seperti Sacha Stevenson asal Kanada yang terkenal dengan konten koreksi penggunaan bahasa Inggris oleh tokoh dan artis Indonesia. Ada pula David Andrew Jephcott atau Cak Dave, warga negara Australia yang fasih menggunakan bahasa Jawa dialek Jawa Timuran. Dia sering membuat konten video prank atau usil untuk menguji kemampuan bahasa Inggris masyarakat setempat pada saluran “Londo Kampung”.

Nicholas Molodysky alias Nick asal Australia juga memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang sangat bagus. Dia populer dengan aktivitasnya membuat masakan Indonesia yang diunggah di Instagram. Meski tak mahir berbahasa Indonesia, pemuda asal Inggris, Laurence Benson, juga sering membuat konten tentang sajian kuliner tradisional Indonesia. Dia kerap meminta rekan-rekannya sesama bule untuk mencoba makanan khas tersebut.

Tak ketinggalan nama lain seperti Sarah Johnson asal Amerika Serikat dan Jang Han-sol asal Korea Selatan. Keduanya tetap membuat konten berbahasa Indonesia meski tinggal dan membahas hal-hal yang terjadi di negaranya masing-masing.

Beberapa nama lain mulai membuat konten dalam bahasa Indonesia setelah menikah dengan orang Indonesia. Mereka adalah Lamija Lagumdzija asal Bosnia-Herzegovina dan Ulianci asal Rusia. Keduanya memiliki pengikut dan pelanggan sebanyak puluhan hingga ratusan ribu pengguna media sosial.

Pengguna Internet dan media sosial di Indonesia memang menjadi ceruk yang menarik. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia, jumlah pengguna jaringan Internet di Indonesia mencapai 210 juta orang pada awal 2022. Angka ini meningkat hingga 35 juta pengguna dari awal tahun sebelumnya. Pada data yang sama, sebanyak 98,02 persen di antaranya kerap menggunakan Internet untuk mengakses media sosial.

We are Social, perusahaan penyaji data Internet asal Inggris, mencatat pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 191 juta pada Januari 2022. Jumlah pengguna yang mengakses platform Instagram dan Facebook masing-masing mencapai 84,8 dan 81,3 persen. Adapun pengakses media sosial YouTube dan TikTok mencapai 66,49 dan 63,1 persen.

Konten sehari-hari

Sacha Stevenson mengatakan keputusannya membuat konten media sosial berawal dari rasa lelahnya menjadi guru bahasa Inggris selama tujuh tahun di Jakarta. Dia terbang dari Kanada ke Indonesia setelah lulus sekolah tingkat menengah atas pada 2001. Dia mendaftar menjadi salah satu guru bahasa Inggris pada lembaga kursus di Jakarta. Dia mengungkapkan hanya mendapat gaji minim dengan rutinitas yang berat.

Sacha kemudian mulai melakukan sejumlah casting untuk mendapat peran di sebuah film, acara televisi, atau iklan. Dia pun mulai muncul di sejumlah saluran televisi nasional pada 2009. Sebagai warga asing, dia mengalami banyak perbedaan budaya dan kebiasaan ketika berada di Indonesia. Semua hal ini menjadi bahan awal saat dirinya mulai mengunggah konten di media sosial.

Saluran YouTube Sacha mulai mendapat perhatian setelah viral pada 2012. Saat itu dia mengeluarkan konten berseri dengan judul “How to Act Indonesian”. Video tersebut berisi bagaimana seorang warga negara asing bisa beradaptasi dengan kebudayaan dan kebiasaan di Indonesia, dari jamban jongkok hingga iklan berisi penipuan. Secara sederhana, dia berpikir, kontennya bisa dinikmati pengguna media sosial Indonesia yang sedang ke luar negeri atau orang asing yang baru tiba di Indonesia.

Video tersebut ternyata melampaui ekspektasi. Ratusan ribu pengguna media sosial menyaksikan video berdurasi 1 menit 17 detik tersebut. Dalam hitungan bulan, kanal tersebut bisa dimonetisasi dan mendapat endorsement. Selain melanjutkan seri tersebut, Sacha mempersiapkan materi lain yang bisa menjadi alternatif ketika konten sebelumnya sudah jenuh atau habis.

Kreator konten media sosial asal Brasil, Felipe Valdes/Dok Pribadi

Sacha kemudian kembali mendapat perhatian ketika mengunggah konten video yang berisi koreksi terhadap pengucapan dan penggunaan bahasa Inggris oleh tokoh atau artis Indonesia. Meski cukup viral, dia menganggap konten tersebut menimbulkan keresahan karena khawatir orang yang dikoreksi tersinggung atau merasa tak suka. Dia pun kemudian mencoba berbagai jenis materi lain, seperti video parodi, tutorial, hingga rutinitas bersama keluarga. “Tren di media sosial itu terus berganti. Cukup melelahkan untuk mengikutinya,” tutur perempuan yang lahir pada 21 Januari 1982 tersebut.

Menurut Sacha, meski mendatangkan untung, dia mengklaim pembuatan konten media sosial adalah hobi dan hal yang menarik. Hal ini juga yang membuatnya tak memiliki tim produksi untuk merancang dan menyelesaikan sebuah video. Dia mengatakan menikmati proses editing dan finishing sendiri.

Dia juga sudah mulai jarang membuat dan mengunggah video setelah kembali ke Kanada pada akhir 2021. Selain alasan pandemi, dia saat itu tengah menyelesaikan pendidikan kuliahnya dalam beberapa tahun. Selama di Kanada, dia pun tak memaksakan diri mencari dan membuat video, meskipun banyak pengguna media sosial Indonesia yang menyukai konten tentang situasi dan gambaran di negara lain. “Saya berfokus kuliah saja dulu. Tak banyak ide juga untuk bikin video,” ucap istri Angga Prasetya ini.

Konten edukasi

Seperti Sacha, Dennis Perez, kreator media sosial asal Florida, Amerika Serikat, memilih untuk membuat konten edukasi. Bahkan dia sama sekali tak membuat konten hiburan berbentuk parodi, prank, atau lelucon lain. Pria pemilik saluran dan akun bernama Guruku Mr D tersebut secara khusus hanya mengunggah materi edukasi penggunaan bahasa Inggris.

“Sudah banyak yang bikin konten lucu. Mereka bikin dengan sangat bagus dan detail. Buat apa saya membuat yang sama?” kata pria berdarah Kuba tersebut kepada Tempo, Kamis, 5 Januari lalu.

Dennis mengatakan keputusannya membuat akun media sosial untuk pengguna Indonesia itu semata-mata ingin melanjutkan hobinya ketika menjadi aktor di California. Saat itu dia bersama teman-temannya memang sering membuat video pendek yang kemudian dibagikan melalui platform digital. Dia kemudian membuat akun pribadi setelah terbang menjadi guru bahasa Inggris di Indonesia pada 2016.

Sampai saat ini, Dennis memang masih berstatus dan berprofesi sebagai guru bahasa Inggris. Sejumlah teknik dan kegiatan mengajarnya pun kerap diunggah kembali ke media sosial. Tapi kliennya bukan lagi murid sekolah atau mahasiswa. Dia kini menjadi pengajar para karyawan dari sejumlah perusahaan untuk memiliki kemampuan komunikasi dalam bahasa Inggris.

Menurut dia, semua kontennya berasal dari keresahan yang dialaminya pada tiga tahun pertama menjadi guru bahasa Inggris di Indonesia. Dia menilai banyak orang Indonesia kesulitan menggunakan bahasa asing karena tidak percaya diri. Selain itu, tak ada kebiasaan untuk tetap menggunakan bahasa Inggris dalam rutinitas harian. “Semua yang dipelajari, kalau tak pernah digunakan, pasti akan lupa dan kaku,” ujarnya.

Hal ini yang kemudian melahirkan sejumlah konten tentang pentingnya kepercayaan diri menggunakan bahasa asing. Selain itu, dia rajin memberikan materi koreksi terhadap kebiasaan bahasa Inggris yang salah. Termasuk masalah pelafalan dan susunan kalimat.

Meski demikian, Dennis mengatakan, konten tentang belajar bahasa Inggris pada akun dan saluran Guruku Mr D akan segera selesai. Dia menilai tak ada lagi materi yang bisa diberikan untuk memperbaiki penggunaan bahasa asing. Para pengikut dan pelanggan bisa membuka kembali sejumlah video yang diunggahnya di media sosial dari tahun-tahun awal. “Konten-konten akan berganti tema. Tapi nanti masih saya pikirkan lagi,” ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus