Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Festival Payung Indonesia (Fespin) X digelar di Solo selama tiga hari, 8-10 September 2023. Festival yang pertama kali diadakan pada 2014 itu akan diadakan di dua tempat, yakni Balaikota Solo dan Pasar Gede. Selama tiga hari, Fespin akan menjadi tempat pertemuan beragam kelompok seni, seniman, budayawan, kreator, crafter, akademisi, dan berbagai profesi lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Founder Fespin Heru Mataya mengatakan bahwa di 2023 ini Fespin mengusung tema “Sepayung Bumi, Alam adalah Kita”. Tema ini mengajak semua orang melakukan perubahan gaya hidup sehari-hari, dimulai dari diri sendiri, untuk mencegah perubahan iklim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Misal, hemat pemakaian listrik dan air bersih, banyak menanam pohon dan lain-lain. Fespin 2023, Sepayung Bumi mengajak kita untuk makin memahami bagaimana alam bekerja. Mulai dari diri kita sendiri dan keluarga kita sendiri, kita terus berusaha mencintai dan merawat alam. Alam adalah Rumah Kita,” kata Heru Mataya dalam keterangan pers yang diterima Kamis, 8 September 2023.
Acara yang masuk dalam SPORTIVE 2023 – Kemenparekraf RI ini akan diramaikan oleh 65 grup seni pertunjukan, 8 grup fashion show, dan 33 kelompok UMKM dan komunitas kreatif dari Sabang, Riau, Bandar Lampung, Banda Aceh, Palembang, Bengkulu, Sumba Timur, Medan, Padangpanjang, dan kota-kota Indonesia lainnya.
Ruang kesetaraan
Festival tahun ini juga memberi ruang kesetaraan bagi anak-anak disabilitas dalam menampilkan karya-karya kreatifnya. Beberapa kelompok seni seperti akan menampilkan pertunjukan yang melibatkan disabilitas, seperti Pusat Olah Seni Budaya Mulyo Joyo Enterprise (Surabaya) yang menampilkan penari-penari disabilitas, Esaje Sikop dan Kreasi Tuli Indonesia by Akeyla Naraya (Karawang) menampilkan para model disabilitas, serta Studio Koepokoe (Bantul) menampilkan karya seni rupa anak-anak istimewa (autis).
Selain itu, ada dua remaja putri tuna rungu yang bekerja sebagai pembuat payung tradisi di industry rumahan Payung Lukis Ngudi Rahayu, Juwiring, Klaten. Payung Lukis Ngudi Rahayu mulai melakukan regenerasi pembuat payung tradisi untuk mencegah kepunahan.
Program literasi
Sejak penyelenggaran tahun lalu, Fespin menjadikan literasi sebagai bagian penting dari festival dan berusaha menjadi program berkelanjutan. Pada 2022 lalu, Fespin melahirkan sebuah buku kumpulan esai yang berjudul Payung Tradisi Nusantara, dengan kata pengantar Prof. Dr. Peter Carey, sejarawan Indonesia modern.
Tahun ini sebuah buku akan kembali diterbitkan, Sepayung Bumi, Kumpulan Cerpen dan Puisi. Buku ini melibatkan 18 penulis cerpen dan 26 penulis puisi, antara lain Sujiwo Tedjo, Eka Budianta, Joko Pinurbo, dan K.H. Ahmad Mustofa Bisri.
Penulis lainnya berasal dari komunitas menulis dan membaca Nulis Aja Dulu (NAD). Ini merupakan kerja sama kedua NAD dan Voila! Publishing dengan Fespin.
Public Relation dan Admin NAD Innes Paramitha Bikaristi mengatakan, pemilihan penulis bersifat terutup hanya yang terpilih.
“Tahun pertama kami mengundang secara terbuka bagi para penulis NAD untuk menulis esai tentang payung tradisional. Dan untuk tahun ini, undangan menulis cerpen dan puisi bertema 'Sepayung Bumi, Alam adalah Kita' untuk gelaran Festival Payung Indonesia ke-10, sifatnya tertutup kepada mereka yang terpilih,” ujar Innes.
Innes melanjutkan, mereka yang datang dari Nulis Aja Dulu adalah para mentor Ruang Belajar Cerpen yaitu Mas Kurnia Effendi (merangkap editor buku FesPin), Prasetyo Utomo, Achie TM, Gol A Gong, Rani Aditya, Katarina Retno dan Hermawan Aksan (Mentor Ruang Belajar Editing).
Para finalis NAD Akademi satu dan dua yaitu Jenny Seputro, Eki Saputra, Erlyna, Prima Taufik, Windy Martinda, Alfian Budiarto, Baron Negoro, Puput Sekar, Syarwini dan Yuke Neza. Ada juga Ruhyat Hardadinata adalah wakil Admin NAD dan Ecka Pramita dari divisi pemberitaan NAD. Di jalur puisi NAD juga mengundang Genoveva Dian, Jauza Imani, Naning Scheid, Ratna Ayu Budiarti dan Yekti Sulistyorini.