Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Magelang - Desa Wisata Sambeng di Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, menjadi bagian dari perjalanan wisata Borobudur Trail of Civilization atau BToC pada Rabu sore, 28 Agustus 2024. Tempo dan rombongan dari Atourin diajak mencoba wisata getek balong menyusuri Sungai Progo di Dusun Gleyoran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wisata ini merupakan bagian dari Journey of the Stone, salah satu paket wisata BToC di beberapa desa wisata di sekitar Borobudur yang terinspirasi dari relief Candi Borobudur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wisatawan diajak naik getek atau rakit bambu menuju batu-batuan besar yang membentuk pulau di tengah Sungai Progo, sambil menikmati pemandangan matahari tenggelam. Tapi yang tak kalah menariknya, pengunjung juga dapat cerita tentang asal muasal batuan Candi Borobudur yang konon sebagian diambil dari sungai ini.
Sungai Progo yang lebarnya sekitar 20-25 meter itu melintasi beberapa desa di sekitar Borobudur. Afifa, pemandu wisata dari Desa Sambeng, mengatakan bahwa sungai ini merupakan pertemuan beberapa sungai lain, di antaranya Sungai Sileng dan Sungai Elo. Selain tempat mencari ikan, sungai ini masih digunakan sebagai jalur transportasi dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk sekitar, seperti mandi dan mencuci.
Matahari sudah makin turun ketika pengunjung diajak diajak bersiap-siap naik getek. Pelampung sudah disiapkan, satu orang satu. Tas dan ponsel diminta ditinggal karena khawatir terkena air.
Getek Wisata
Ada dua getek yang disiapkan. Masing-masing getek sepanjang lima meter dengan lebar dua meter ini cukup nyaman dinaiki oleh delapang orang. Di bagian depan getek dibuat meruncing ke atas dan dipasangi bendera. Terdapat beberapa tempat duduk dari bambu yang membuat pengunjung nyaman berada di atasnya.
Afifa ikut naik sambil membawa pengeras suara. Tali getek yang diikatkan di salah satu tiang mulai dilepaskan dan pelan-pelan meninggalkan daratan. Getek ini dibawa menuju hulu sungai yang berarti melawan arus.
"Kita bisa lihat di sana, ada penduduk sedang naik getek untuk menyeberang," kata Afifa dengan pengeras suara.
Jenis getek penduduk ini berbeda dengan yang digunakan wisatawan karena bentuknya datar tanpa ujung lancip dan tanpa tempat duduk.
Trimo yang akrab disapa Pak Jenggot, pengemudi getek wisata, mengatakan bahwa pada zaman dulu, getek digunakan sebagai transportasi utama di desa ini untuk mengangkut orang menyeberang dari desa ini ke desa sebelah yang berada di kecamatan lain. Getek ini juga digunakan untuk mengangkut hasil pertanian dan membawanya ke pasar di kecamatan sebelah.
"Dulu penduduk menyeberang pakai getek, sebelum ada Jembatan Kulon Progo," kata dia.
Journey of The Stone
Perjalanan dengan getek ini diisi dengan cerita tentang batu-batuan Candi Borobudur. Afifa mengatakan bahwa Candi Borobudur dibuat dari batu-batuan andesit yang sebagian diambil dari Sungai Progo.
Di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI juga disebutkan bahwa batu-bati Candi Borobudur berasal dari sungai di sekitar Borobudur dengan volume seluruhnya sekitar 55.000 meter kubik, setara dengan sekitar 2.000.000 batu.
"Dulu batu-batu itu diangkut dengan getek, lalu dikerek ke atas. Makanya di sini ada Desa Kerekan. Dari situ kemudian dipahat sebelum disusun di candi," ujar Afifa.
Sepanjang perjalanan getek ini terlihat beberapa penduduk lokal memancing dan menyebar jala dari atas getek. Ada juga yang menjemur buah asam di tepi sungai. Anak-anak melompat dari pinggri kali dan berenang sambil membawa keranjang. Di salah satu cerukan, terlihat beberapa ibu mandi dan mencuci pakaian.
Journey of the Stone, perjalanan menyusuri Sungai Progo di Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada Rabu, 28 Agustus 2024. Wisata ini menjadi bagian dari Borobudur Trail of Civilization atau BToC. (Dok. BToC)
Menikmati Matahari Terbenam
Perjalanan berakhir di tumpukan batu-batuan andesit di tengah sungai. Batu-batuan ini berukuran besar-besar sehingga tak bisa terbawa arus sungai. Getek menepi ke batu-batuan itu untuk menunrunkan pengunjung. Pak Jenggot tak ikut turun, dia memilih tetap di getek dan mencoba peruntungannya menangkap ikan dengan jala.
Matahari semakin turun. Sinarnya yang keemasan menjadikan momen ini pas untuk sesi pemotretan dengan latar bebatuan, sungai, dan pohon-pohon hijau di pinggir kali.
Momen ini tak lama karena matahari semakin rendah. Pengunjung pun diajak kembali menaiki getek untuk kembali ke tepi sungai. Perjalanan pulang lebih cepat karena getek mengikuti arus sungai.
Journey of the Stone menyusuri Sungai Progo di Kecamatan Borobudur ini berakhir menjelang magrib. Namun, sebelum pulang, pengunjung masih sempat menikmati es kelapa muda ditemani jagung rebus dan tempe mendoan di tepi sungai.